17 Desember 2010

» Home » Opini » Suara Merdeka » Mendorong Era Guru ’’Go Blog’

Mendorong Era Guru ’’Go Blog’

Bila ada siswa merasa kurang jelas saat mengikuti pelajaran di kelas maka siswa tersebut dapat
mengunduh materi tersebut dari blog guru

MEMBACA berita dan iklan peluncuran ’’Ponsel SM Expresia’’, sebagai upaya lebih mendekatkan diri dengan SM Community (SM, 27/11/10 dan 14/12/10), yang kali pertama muncul dalam benak saya adalah betapa praktisnya mengakses smua informasi yang disuguhkan Suara Merdeka.

Dengan kata lain blog SM nantinya dapat diakses secara lengkap melalui fitur-fitur ponsel itu sehingga tak berlebihan jika koran ini mempunyai  slogan ’’Perekat Komunitas Jawa Tengah’’, bahkan lebih dari itu, tidak hanya terbatas di provinsi ini. Pesatnya perkembangan blog dan inovasi pengakses seperti ponsel yang di-launching itu tentunya menjadi inspirasi baru bagi pegiat pendidikan, di antaranya adalah guru.

Blog merupakan singkatan dari web log adalah bentuk aplikasi web yang dapat diakses oleh semua pengguna internet. Bagi siswa, blog sangat berguna sebagai sumber informasi untuk melengkapi referensi dari tugas-tugas yang diberikan guru. Sedangkan bagi guru, blog berguna untuk menambah wawasan dalam rangka pengembangan bahan pelajaran.

Dalam hal ini, mayoritas guru masih sebatas memanfaatkan internet untuk mencari informasi atau sebatas sebagai konsumen informasi, belum ke arah pembuat atau penggagas informasi (produsen), yang dicari oleh pengguna internet, termasuk siswanya sendiri.

 Ibaratnya adalah perpustakaan sekolah yang hanya berisi buku-buku yang ditulis orang lain bukan oleh gurunya sendiri.

Untuk menyusun buku memang tidak mudah, harus ada link dengan penerbit, padahal banyak guru yang punya ide dan kreativitas dalam dunia pendidikan yang layak dipubikasikan. Kendala itu dapat diatasi jika guru mempunyai website atau blog pribadi. Guru yang mempunyai blog  inilah yang biasa kita sebut ’’guru go blog’’, dan pasti mereka bukan guru goblok.

Urgenkah setiap guru mempunyai blog pribadi, dan bagaimanakah mengintegrasikannya dalam proses belajar mengajar? Utamanya pengguna blog guru adalah siswa, namun tidak menutup kemungkinan sesama komunitas guru, insan pendidikan secara umum, juga masyarakat luas.

Jika guru mempunyai blog maka aktivitas proses belajar mengajar tidak dibatasi jarak, ruang, dan waktu. Materi pelajaran yang disampaikan di kelas, dapat di-upload ke blog guru, sehingga bila siswa merasa kurang jelas saat mengikuti pelajaran di kelas maka siswa tersebut dapat mengunduh materi tersebut dari blog guru.

Akan lebih menarik jika dilengkapi fasilitas interaksi dengan siswa. Diskusi yang terekam dalam fasilitas komentar dalam blog juga dapat menjadi referensi guru untuk meningkatkan kualitas mengajar dan mengetahui titik kelemahan siswa. Maka komunikasi akan berjalan dua arah dan interaktif, baik dari guru ke siswa, dan juga sebaliknya.
Beri Instruksi Integrasi blog dalam aktivitas proses belajar mengajar seperti itu secara otomatis meningkatkan waktu ’’tatap muka’’ antara guru dan siswa. Komunitas sesama guru dan insan pendidikan lainnya juga terjalin update. Diskusi, sharing, dan silaturahmi dengan sesama guru se-Indonesia pun dapat terjalin, misalnya berbagi regulasi terbaru, karya inovatif media pembelajaran, materi pelajaran, sampai dengan metode mengajar, sehingga kemajuan pendidikan bisa dipercepat.

Selain materi pelajaran, guru juga dapat menampilkan kreativitas dalam menulis ataupun karya inovatif lainnya. Karena space media cetak cukup terbatas untuk memuat tulisan-tulisan guru, blog dapat menjadi penyaluran kreativitas menulis, karena bisa langsung di-publish tanpa diedit/ dipotong redakturnya.

Facebook juga bukan hal asing bagi siswa. Guru dapat menggabungkan facebook dan blog sebagai media pembelajaran.

Salah satu manfaatnya adalah jika guru tidak hadir mengajar karena ada keperluan maka guru dapat memberikan instruksi kepada siswanya melalui facebook untuk mempelajari dan mengerjakan tugas melalui posting blog yang sudah dipersiapkan sebelumnya. (10)

— Yohanes Eko Nugroho SPd, guru SMP Negeri 2 Ungaran Kabupaten Semarang 
Opini Suara Merdeka 18 Oktober 2010