Perjalanan sejarah Bangsa Indonesia yang sangat panjang yang salah satunya dikuasai oleh Bangsa Belanda, diamanahkan kepada VOC. Sebagai sebuah kongsi dagang VOC menerapkan prinsip-prinsip dagang dalam menjalankan roda pemerintahan di Indonesia. VOC menggunakan segala cara untuk memeroleh keuntungan sebanyak-banyaknya dengan mengeluarkan modal sedikit-sedikitnya.
Hasilnya sebagian diserahkan untuk membiayai operasional Pemerintah Belanda dan sebagian lagi masuk ke kantong-kantong pejabat VOC.
Banyak program VOC yang diterapkan di Indonesia dalam rangka melaksanakan misinya, dari mulai membuat bodoh rakyat Indonesia dengan cara memperketat syarat masuk ke sekolah-sekolah mereka, membuat miskin rakyat Indonesia dengan cara memperjelas status kasta-kasta, sampai mengadu domba rakyat Indonesia dengan cara mengangkat sebagian rakyat yang loyal pada Belanda untuk menjadi pengawas bagi rakyat Indonesia yang lain dengan memberikan sedikit imbalan, baik kebanggaan, gelar maupun sedikit uang.
Terlalu lamanya budaya VOC yang diterapkan di Indonesia sehingga rakyat sulit untuk meninggalkan kebiasaan tersebut. Rakyat menjadi senang hanya sebagai kuli, mandor, makelar, padahal modal, tenaga dan tempat milik Bangsa Indonesia.
Apalagi dengan budaya masyarakat jawa yang bersemboyan ”mikul duwur mendem jero” mereka akan sangat berterima kasih jika diberi imbalan materi walaupun hanya sekali dan akan setia sampai mati asal jangan sampai menyinggung perasaannya. Mereka tidak memperdulikan apakah akan merugikan bangsanya sendiri atau tidak.
Sampai sekarang pun pola pemerintahan yang diterapkan VOC tersebut masih sangat dominan di Indonesia yang katanya sudah modern ini.
Pemerintahan secara resmi dijalankan oleh birokat atau aparat pemerintah, namun pada kenyataannya dijalankan oleh suatu kekuatan yang sangat besar dan sulit untuk ditembus, yaitu kekuatan dagang, yang mirip VOC. Mereka terjalin oleh mata rantai yang sangat kuat yang didasarkan oleh saling mencari keuntungan sebesar-besarnya.
Mulai dari tingkat pusat oleh konglomerat yang perannya tidak kelihatan, sampai tingkat desa yang ikut men-sub- kekuasaan mereka. Semua akses yang berkaitan dengan bidang-bidang yang dilayani oleh pemerintah disamakan dengan dagang, sehingga segala urusan yang berkaitan dengan rakyat bisa diperjualbelikan.
Pemerintah tidak kuasa menolak arus kekuasaan mereka, bahkan menyinggung sedikit keberadaan mereka pun pemerintah seakan tidak berani atau tidak mempunyai kekuasaan, karena pemerintahan dagang ini juga menggunakan prinsip adu domba. Pada level mana pun mereka dapat menguasai dan tidak akan terjamah oleh birokrat.
Mereka seperti multi level markening yang berhasil mejadikan rakyat sebagai agen-agen. Mereka memaksakan kebiasaan hidup mereka pada aparat birokrat, sehingga aparat mengimbangi pola hidup mereka dengan berbagai cara, bahkan sampai menghalalkan segala cara.
Birokrat yang mempunyai nilai tawar paling rendah biasanya dijadikan tumbal atau korban. Tetapi pada akhirnya yang sangat dirugikan adalah Bangsa Indonesia sendiri dan sampai saai ini kita belum tersadar.
Marilah kita berdoa semoga kita dapat bangun dari keadaan ini, dan kita semua tersadar jangan sampai nantinya kita akan menyesal dan hanya terus menerus menjadi bangsa yang hanya dimanfaatkan oleh bangsa lain saat masih banyak sumber alamnya, yang nantinya entah jadi apa jika sumber alam kita sudah habis.
Teguh Setyo Rohmadi
Hudosari RT 01/09, Selomerto
Wonosobo, HP. 085290906537
Wacana Suara Merdeka 23 Februari 2010