22 Februari 2010

» Home » Suara Merdeka » Haruskah Parpol Jadi Anggota KPU

Haruskah Parpol Jadi Anggota KPU

Akhir-akhir ini bergulir wacana yang dihembuskan kalangan partai politik bahwa mereka ingin menjadi anggota Komisi Pemilihan Umum (LPU). Tidak main-main mereka menggulirkan lewat draft revisi UU 22 Tahun 2007 tentang penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu). Di salah satu ayat disebutkan, anggota KPU dan Badan Pengawas diperbolehkan berasal dari partai politik. Kenapa partai politik tiba-tiba berkeinginan untuk masuk ke wilayah yang selama ini sudah terjaga independensinya ? Ada sesuatu yang mencurigakan di balik maksud itu ?


Keinginan seperti itu sebenarnya sah-sah saja, dan sangat boleh. Tetapi, tentu ya sebatas keinginan saja. Kenapa ? Negara ini sudah berulang kali menyelenggarakan pemilu, dan hampir semuanya berjalan baik. Mungkin hanya pemilu tahun lalu saja yang terasa amburadul. Tetapi, dari sekian kali kerja besar itu, terbukti peran KPU sangat strategis dan tidak bisa diabaikan. Apakah karena begitu strategisnya lembaga itu menjadikan partai politik tertarik untuk ikut campur mungkin saja. Tetapi apakah jalan tersebut yang memang harus ditempuh ?

Kita bayangkan saja betapa ruwetnya manakala anggota KPU berasal dari partai politik. Seandainya benar terjadi, maka pelaku, penyelenggara sekaligus pengawas pemilu berasal dari "orang" yang sama. Kita tak bisa membayangkan apa yang akan terjadi manakala keinginan itu dikabulkan. Jangankan bicara KPU independen, untuk urusan pemilihan ketua atau sekretarisnya saja pasti akan ribut bukan main. Bukankah masyarakat sudah sangat tahu tentang bagaimana kualitas mereka ketika kekuasaan itu ada di dalam genggamannya.
Meski pun masih dalam tataran draft revisi, tetapi keinginan itu sudah cukup untuk menunjukkan bagaimana ambisi kekuasaan yang dibangun oleh partai politik. Jika mereka menguasai KPU, apakah kita akan masih perlu bicara tentang pemilu yang jujur, adil dan demokratis. Bukankah mereka yang akan menentukan segalanya, termasuk sah tidaknya penyelenggaraan pemilu. Keinginan ini sudah cukup menunjukkan bukti, bahwa di antara parpol yang berkeinginan seperti itu menunjukkan bahwa mereka bukan negarawan !

Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus dijaga kehormatannya dan jangan sampai dikuasai oleh partai politik. Bahwa mereka boleh dan sah-sah saja melobi orang-orang KPU menyangkut keputusan-keputusan lembaga itu, tetapi sama sekali tidak boleh secara telanjang menguasainya. KPU harus dijaga martabatnya agar terus diisi oleh mereka yang memiliki kompetensi tinggi, profesional dan responsif terhadap penyelenggaraan pesta demokrasi itu. Semakin berkualitas anggota KPU tentu ikut memberi warna keberhasilan pemilu.

Performa KPU yang amburadul kemarin tidak bisa dipakai sebagai acuan untuk dijadikan alasan parpol masuk ke komisi itu. Justru sebaliknya, KPU harus ditingkatkan kemampuan profesionalnya, dan semua pihak harus mengawalnya. Jika tahun 1999 , KPU bisa menyelenggarakan pemilu paling demokratis dan sangat baik kenapa itu tidak dijadikan acuan. Bukankah anggota KPU saat itu benar-benar berkualitas dan bekerja secara luar biasa. Kita ingatkan parpol untuk menyurutkan niatnya itu demi menjaga obyektivitas
Wacana pemilu Suara Merdeka 23 Februari 2010