23 Februari 2010

» Home » Suara Merdeka » Menggugah Kelompok Peduli AIDS

Menggugah Kelompok Peduli AIDS

BREBES sudah terjangkit human immunodeficiency virus (HIV) dan acquired immune deficiency syndrome (AIDS)? Sebuah pertanyaan yang sering terlontar dari ketidakpercayaan sebagian masyarakat terhadap fakta itu. Penyakit tidak mengenal batas wilayah.


Barangkali asumsi masyarakat adalah wilayah Brebes yang menganut norma-norma agama yang sangat kuat, tentu saja harapannya terhindar dari virus dan penyakit laknat itu.

Konotasi laknat dan kotor sebenarnya tidaklah tepat. Di samping ditularkan melalui hubungan seksual bagi orang yang memang sering gonta-ganti pasangan, virus penyakit itu bisa menular melalui jarum suntik pada pemakaian narkoba secara bersama-sama, air susu ibu, bahkan pada proses transfusi darah yang sudah tercemar virus tersebut.

Bisa juga terjadi pada gaya hidup anak muda sekarang yang doyan tindik dan tato berpotensi tertular kalau saja jarum yang digunakan telah tercemar virus yang belum ada obat dan vaksinnya itu.

Tetapi terbukti dalam perjalanannya Brebes tidak mempunyai imunitas yang cukup terhadap serbuan HIV/AIDS. Tercatat secara akumulasi jumlah kasus tahun 2006-2009 yang dilaporkan melalui klinik voluntary, counselling, and testing (VCT) 13 penderita, 7 di antaranya telah meninggal. Jumlah kasus tersebut belum termasuk yang ditemukan oleh rumah sakit swasta, laboratorium, ataupun praktik dokter swasta.

Merebaknya kasus HIV/AIDS belum diimbangi dengan kemampuan mengelola permasalahan sebagai akibat yang timbul kemudian. Tidaklah mengherankan jika tiba-tiba muncul berita di media cetak ataupun elektronik bahwa telah terjadi penolakan terhadap pasien HIV/AIDS  yang masih balita oleh pihak Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Brebes, beberapa waktu lalu.

Terlepas apakah memang telah terjadi penolakan atau tidak, stigma ataupun cap buruk masyarakat atau petugas kesehatan terhadap pengidap virus itu atau penderita penyakit tersebut tidak dapat dihindari. 

Padahal Perda Jateng Nomor 5 Tahun 2009 tentang Penanggulangan HIV dan AIDS Pasal 11 menyebutkan bahwa pemerintah daerah memfasilitasi orang yang berperilaku risiko tinggi dan yang terinfeksi HIV dan AIDS untuk memperoleh hak-hak layanan kesehatan di rumah sakit atau puskesmas dan layanan kesehatan lainnya.

Itulah sebabnya di setiap rumah sakit diperlukan sebuah klinik konseling dan testing sukarela yang dikenal sebagai VCT merupakan salah satu strategi kesehatan masyarakat dan sebagai pintu masuk ke seluruh layanan kesehatan HIV/AIDS berkelanjutan.

Layanan klinik VCT dapat dilakukan berdasarkan kebutuhan klien pada saat klien mencari pertolongan medik dan tes yaitu dengan memberikan pelayanan dini dan memadai baik kepada mereka dengan HIV positif maupun negatif. Layanan ini termasuk konseling, dukungan, akses untuk terapi suportif, terapi infeksi oportunistik, dan antiretroviral therapy (ART).
Sudah Terbiasa Selama ini, karena di RSUD Brebes belum ada layanan yang spesifik terhadap HIV/AIDS, maka bagi siapa pun warga yang menginginkan layanan Klinik VCT selalu diarahkan ke Rumah Sakit Dokter Kariadi Semarang, Rumah Sakit Kardinah Tegal ataupun Rumah Sakit Dokter Soeselo Slawi.

Begitu pula bagi pengidap AIDS yang memerlukan penanganan terhadap infeksi oportunistik lagi-lagi mesti dirujuk ke dua rumah sakit tetangga tersebut, yang sudah terbiasa menangani pasien-pasien pengidap HIV/AIDS.

Masalah yang sangat mendasar sebagian besar pengidap HIV/AIDS di Brebes adalah kelompok masyarakat yang miskin. Bahkan, boleh jadi mereka menjadi miskin mendadak karena stigma sehingga mereka tidak diakui lagi sebagai anggota keluarga. Tanpa gantungan keluarga, mereka harus membiayai diri sendiri.

Di sinilah perlunya Komisi Penanggulangan AIDS Daerah (KPAD) Brebes turun tangan mengatasi masalah tersebut. Kita tahu bahwa di dalam kepengurusan KPAD seluruh elemen masyarakat tertampung dalam wadah tersebut sehingga apapun masalahnya, dimungkinkan dapat terpecahkan.

Tentu saja KPAD Brebes perlu melakukan konsolidasi untuk lebih tampil di depan mengurai benang kusut seputar permasalahan HIV/AIDS, termasuk dalam hal pembiayaan yang memadai.

Tidak kalah penting adalah peran serta masyarakat. Sepengetahuan penulis baru Ikatan Waria Kabupaten Brebes (Iwakab) yang peduli terhadap perkembangan HIV/AIDS di Brebes.

Mengingat waria merupakan kelompok risiko tinggi terhadap penularan penyakit tersebut sehingga mereka sangat sadar bahkan proaktif mengundang VCT mobile secara berkala.

Ke depan Brebes memerlukan sukarelawan-sukarelawan yang tangguh dalam menghadapi ledakan HIV/AIDS. Sementara ini kita dibantu rekan-rekan LSM Graha Mitra Semarang dan Griya Mitra PKBI Kabupaten Tegal.

Ancaman HIV/AIDS sudah tampak di pelupuk mata.  Coba simak fakta mengejutkan ini, antara Januari dan Februari 2010 ditemukan 9 penderita HIV/AIDS positif di Brebes. Kita tidak bisa lagi berpangku tangan. (10)

— Awaludin Abdussalam, pegiat pencegahan HIV/ AIDS, tinggal di Brebes
Wacana Suara Merdeka 24 Februari 2010