29 Oktober 2009

» Home » Suara Merdeka » Dilema Kenaikan Tarif Dasar Listrik

Dilema Kenaikan Tarif Dasar Listrik

Peninjauan kenaikan TDL pada 2010 sejalan dengan penurunan nominal
subsidi listrik tahun depan dan kenaikan asumsi harga minyak mentah Indonesia atau Indonesia crude price (ICP).

”PADAM lagi, padam lagi, padahal baru tiga hari lalu listrik di rumahku padam, dan hari gini padam lagi!” gerutu Asry bersungut-sungut. ”Kalau begini caranya mana bisa maju usaha wartelku. Banyak pelangganku yang kecewa, gara-gara listrik padam,” gerutu dia lagi.

Sudah sembilan tahun Asry berkecimpung dalam bisnis warung telekomunikasi (Wartel). Dia memanfaatkan ruang depan rumahnya di Jl Kauman Timur Semarang yang strategis itu untuk usaha jasa wartel, dan ternyata selama itu laris.

Di Jl Kauman Timur Semarang, memang salah satu daerah yang mendapat giliran pemadaman listrik secara terjadwal dari pihak PT PLN (Persero) Area Pelayanan Jaringan (APJ) Semarang. Sedikitnya di daerah itu pemadaman terjadi dua kali dalam sebulan dengan durasi pemadaman mulai pukul 08.00-16.00. Jadi praktis dalam tempo delapan jam usaha wartel tersebut berhenti jika pemadaman terjadwal terjadi. Apa harus dikata, itu memang sudah menjadi kewenangan dari PT PLN (Persero) APJ Semarang.

Ketergantungan

Tak bisa dimungkiri, keberadaan listrik bagi masyarakat sangat vital dalam menopang keberlangsungan aktivitas sehari-hari. Simak saja apa yang dikeluhkan Asry, pengelola wartel di Semarang, berapa kerugian yang dia tanggung dari jasa wartelnya itu ketika listrik padam. Itu salah satu contoh kasus, dan itu  juga membuktikan betapa ketergantungan masyarakat terhadap listrik.

Energi listrik memang sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari, baik itu untuk keperluan rumah tangga, home industry, kegiatan perkantoran, bisnis berskala kecil, sedang maupun besar dan sebagainya. Bayangkan, tanpa listrik, gelaplah dunia ini.

Ini artinya, kelistrikan merupakan salah satu bagian yang tak terpisahkan dari kebutuhan masyarakat. Untuk itu pemerintah kita lewat PT PLN (Persero) selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhan masyarakatnya tentang listrik. Bahkan, agar listrik tetap dapat dinikmati masyarakat, khususnya golongan menengah ke bawah, pemerintah pun tiap tahun menggelontorkan subsidi. Ini artinya, agar tarif dasar listrik (TDL) yang ditentukan pemerintah dapat terjangkau oleh masyarakat.

Bahkan, sejak tahun 2003, pemerintah tidak lagi menaikkan TDL. Ini semata-mata demi menciptakan pemberdayaan ekonomi masyarakat agar tak lagi terpuruk, sebagaimana yang terjadi pada tahun 1997-1998, krisis moneter yang menghancurkan perekonomian bangsa Indonesia.

Salah satu cara agar perekonomian masyarakat bergerak dan meningkat, pemerintah menyubsidi tarif dasar listrik. Dan cara yang ditempuh ini ternyata sedikit banyak membuahkan hasil. Sektor riil mulai bergerak ke arah yang lebih baik. Dunia industri juga mulai menunjukkan kegairahannya dalam meningkatkan produksinya. Dan itu semua pada muaranya dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi kita.

Itulah soalnya, betapa pentingnya arti subsidi listrik bagi pemberdayaan ekonomi masyarakat. Bayangkan, sudah enam tahun ini (sejak tahun 2003 sampai 2009) TDL tidak dinaikkan, dan ternyata PT PLN (Persero) bisa mencukupi kebutuhan listrik bagi masyarakat Indonesia.

Kenaikan TDL

Masa enam tahun tidak ada penyesuaian TDL agaknya dipandang oleh pemerintah sudah cukup. Untuk itu pulalah digulirkan wacana bahwa pemerintah mempertimbangkan kenaikan tarif dasar listrik tahun depan (2010). Keputusan menaikkan dan besarannya, akan ditentukan kemudian dengan mempertimbangkan kondisi masyarakat.

Seiring wacana itu pemerintah juga akan mempertimbangkan proses pemulihan perekonomian pada tahun depan saat meninjau kenaikan TDL. Pemerintah akan sangat hati-hati dengan memperhatikan kondisi masyarakat yang baru pulih dari dampak negatif krisis global di 2009.

Menurut Menteri Keuangan (Menkeu) sekaligus pelaksana jabatan Menko Perekonomian, Sri Mulyani Indrawati saat rapat kerja dengan Panitia Anggaran (Panggar) DPR RI di Jakarta, (Suara Merdeka, 4 September 2009), peninjauan kenaikan TDL juga mempertimbangkan kesehatan PT PLN, termasuk di dalamnya efisiensi PLN.

Peninjauan kenaikan TDL pada tahun 2010 sejalan dengan penurunan nominal subsidi listrik tahun depan dan kenaikan asumsi harga minyak mentah Indonesia atau Indonesia crude price (ICP).

Berdasarkan laporan Panitia Kerja (Panja) Asumsi Dasar, pendapatan, defisit dan pembiayaan dalam rangka pembicaraan tingkat I/pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2010, subsidi listrik tahun depan ditetapkan Rp 37,8 trilun atau turun dari asumsi sebelumya dalam RAPBN 2010 sebesar Rp 40,43 triliun.

Besaran subsidi Rp 37,8 triliun tersebut terdiri atas subsidi tahun berjalan sebesar Rp 35,3 triliun dan pengurangan alokasi carry over 2009 ke tahun berikutnya Rp 2,5 triliun. Penetapan subsidi listrik Rp 37,8 triliun tersebut berdasarkan perhitungan ICP USD65  per barel, naik dari asumsi RAPBN yang semula USD60 per barel, nilai tukar rupiah yakni Rp 10.000 per dolar Amerika Serikat (AS).

Kemudian pertumbuhan penjualan PLN sebesar 6 persen, perhitungan diversifikasi bahan bakar pembangkit listrik sebanyak 1,77 juta kiloliter (kl) dan kebutuhan bahan bakar untuk pembangkit PLN sebanyak 30,88 juta ton.
Mengkaji wacana kenaikan TDL tersebut, dipredikasikan pemerintah SBY-Boediono bakal merealisasikannya. Dan jika itu benar direalisasikan pada 2010, dampaknya jelas akan menghantam sektor perekonomian kita yang lagi menggeliat.

Meski pemerintah dalam RAPBN 2010 akan menggelontorkan subsidi listrik sebesar Rp 37,8 triliun, namun akan tetap berpengaruh besar bagi dunia industri dengan naiknya TDL. Mereka yang sehari-harinya mengonsumsi energi listrik dari PLN dalam jumlah besar, jelas akan mengurangi tingkat produksinya, bisa jadi mengurangi tenaga kerjanya, jika tak ingin perusahaan gulung tikar.

Dampak kenaikan TDL memang akan terasa luas sekali, tidak hanya pada dunia industri kecil, sedang dan besar saja, masyarakat  secara umum akan ikut merasakannya, di semua lini.

Ini memang kebijakan yang dilematis, jika TDL tidak dinaikkan, PT PLN (Persero) akan berjalan di tempat, bahkan bisa tekor. Namun jika TDL dinaikkan, masyarakat pengguna listrik yang terpukul. Karena itu agar PLN tidak tekor dan tetap eksis dapat melayani kebutuhan listrik bagi rakyat Indonesia, dan agar masyarakat pun tidak terpukul berat terhadap kebijakan kenaikan TDL, perlu diambil kebijakan yang tidak terlalu memberatkan bagi masyarakat. Artinya, besaran kenaikan TDL berkisar 5-10 persen sajalah, tak lebih dari itu. Sebab, jika lebih dari kisaran tersebut, akan terasa berat bagi masyarakat yang memikulnya. (80)

—Ghufron Hasyim, wartawan Suara Merdeka, tinggal di Semarang
Wacana Suara Merdeka 29 Oktober 2009