01 Maret 2010

» Home » Suara Merdeka » Menunggu Sikap Elegan Istana

Menunggu Sikap Elegan Istana

Tidak produktif jika SBY hanya mengevaluasi loyalitas dan kinerja anggota koalisinya. Termasuk opsi tentang reshuffle kabinet

WAKIL semua kekuatan (partai) politik di DPR telah menyuarakan sikap final masing-masing atas skandal Bank Century, melalui pandangan akhir fraksi-fraksi di Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket DPR. Pilihan terbaik bagi Presiden SBY dan kekuatan politik pendukungnya adalah menerima kenyataan itu tanpa reserve.


Sebab, sikap final itu dinyatakan di ruang publik, dan masyarakat sudah mencatat sikap masing-masing kekuatan politik. Fraksi Partai Golkar, Fraksi PDIP, Fraksi PKS, dan Fraksi Hanura sudah tak mungkin mundur dari sikap final itu. Begitu Fraksi PPP dan FPAN. Terlalu besar taruhannya bagi semua kekuatan politik itu jika merubah sikap.

Karena itu, lobi-lobi ataupun manuver untuk menekan para politikus agar mau mengubah sikap menjadi tidak efektif lagi. Lobi antarpolitikus memang lazim. Tetapi,  jika disertai dengan tekanan, hasilnya tak lain dari kegaduhan.

Menuju 2 Maret hari ini, suhu politik dalam negeri terasa makin panas dan bising. Bahkan masyarakat mungkin merasa situasi makin karut-marut. Pandangan akhir fraksi-fraksi DPR atas skandal Bank Century memang menjadi sumber perbincangan dan perdebatan. Namun, faktor lain yang ikut memicu suasana karut-marut hari-hari ini adalah tekanan yang dialamatkan kepada sejumlah politikus, termasuk anggota Pansus.

Misalnya, ada upaya mengutak-atik keanggotaan DPR seorang anggota Pansus Hak Angket. Atau, upaya mengkriminalisasi beberapa anggota DPR. Akibatnya, publik telanjur mendapat kesan bahwa orang-orang dekat Presiden sedang ‘’memuntahkan pelurunya’’ secara membabi buta. Targetnya asal-asalan, karena serangan dilakukan dalam suasana panik. Akibatnya, seperti yang kita rasakan sekarang. Alih-alih bisa mereduksi skala persoalan, yang muncul malah kegaduhan.

Tak hanya menyerang asal-asalan. Bahkan, setelah fraksi-fraksi DPR menyampaikan pandangan akhir atas megaskandal itu, para pembantu Presiden juga melakukan pendekatan kepada sejumlah tokoh. Mulai mantan ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Ahmad Syafi’i Ma’arif, tokoh Partai Golkar Akbar Tandjung, termasuk Ketua Fraksi Partai Golkar DPR, Priyo Budi Santoso.

Ketua MPP PAN Amien Rais masuk dalam target para pelobi dari istana.
Pertanyaannya adalah apa yang bisa didapat dari lobi ataupun pertemuan dengan para tokoh itu? Relevan untuk bertanya begitu karena sikap politik semua kekuatan politik di DPR sudah final.

Begitu juga sikap para tokoh masyarakat, pemuka agama, komunitas perguruan tinggi atau kampus dan para aktivis lembaga swadaya masyarakat (LSM). Mereka semua, mengacu pada hasil audit investigatif BPK dan temuan Pansus Hak Angket DPR, menginginkan agar megaskandal ini diungkap tuntas dan siapa saja yang bersalah harus bertanggung jawab di muka hukum.

Bicara Blak-blakan

Lobi-lobi dari pendukung Presiden sudah tak bisa mengubah apapun. Dari Amien Rais, kita bisa menduga kantor kepresidenan tidak akan mendapatkan komitmen apapun. Sebab, belum lagi pertemuan utusan Presiden dilaksanakan, Amien sudah bicara blak-blakan.

”Saya sarankan Presiden segera menyiapkan dua nama, sebagai antisipasi jika posisi Boediono sulit dipertahankan. Dua orang itu nantinya diajukan ke MPR untuk dipilih sebagai pengganti Boediono,” kata Amien usai pengajian Maulid Nabi SAW di Balai Muhammadiyah Surakarta, Solo, Jumat (26/2).

Sikap final dan keteguhan Partai Golkar bahkan sudah diperkuat dengan pernyataan Ketua Umum DPP Partai Golkar Aburizal Bakrie. ‘’Biarlah masalah ini terselesaikan dengan proses hukum, yang tidak lagi dicampuri politik,’’ kata Ical, panggilan akrabnya, dalam sambutan pembukaan Rakernas I Partai Golkar di Jakarta, Jumat (26/2)

Maka, tidak berlebihan untuk mengatakan bahwa pilihan melakukan lobi-lobi oleh para utusan dari istana sebagai hal yang sama sekali tidak realistis dan tidak produktif, apalagi jika targetnya adalah mengubah atau menyederhanakan sikap fraksi-fraksi. Bahkan sebaliknya, pemberitaan tentang lobi-lobi oleh utusan pemerintah itu justru bisa merusak popularitas Presiden.

Kalau dipaksakan terus, publik akan berasumsi bahwa pemerintah sedang berupaya mengajak Pansus Hak Angket DPR untuk melakukan kebohongan berjamaah kepada publik. Kalau asumsi seperti itu menjadi kenyataan, tentu saja pemerintah tidak diuntungkan. Periode pemerintahannya hingga 2014 akan dipenuhi dengan hujatan publik, dan sejarah akan mencatatnya dalam lembaran hitam .

Itu sebabnya, pillihan terbaik bagi pemerintah dan komunitas politik pendukungnya adalah menerima kenyataan apa adanya. Pansus Hak Angket DPR sudah mencatat progress yang sangat signifikan. Oleh karena diawasi publik, progress yang sedemikian jauh itu tak mungkin ditarik mundur.

Agar tidak terjasi kegaduhan, pilihan sikap paling bijak bagi istana kepresidenan adalah realistis, tidak panik; serta fokuslah memerintah. Dan, yang teramat penting adalah mengapresiasi aspirasi publik yang menuntut agar skandal Bank Century dituntaskan dengan menunjuk siapa yang harus bertanggung jawab.

Pada akhirnya, layak untuk mengatakan bahwa safari lobi dan silaturahmi oleh utusan istana itu bisa diterjemahkan sebagai adanya ketakutan yang luar biasa dari kantor kepresidenan atas sikap sejumlah fraksi di Pansus Hak Angket DPR menyebut nama-nama pejabat yang layak dimintai pertanggungjawabannya dalam skandal Century. Kalau tidak ada ketakutan luar biasa, mengapa harus all out merayu ke sana kemari?

Pertanyaan lanjutannya adalah mengapa harus takut pada penyebutan nama-nama pejabat yang sepantasnya dimintai pertanggungjawaban? Juga, mengapa harus takut jika Wapres Boediono dan Menkeu Sri Mulyani harus menjalani proses hukum untuk membuktikan mereka tidak bersalah?

Menunggu...

(Sambungan hlm 6)

Sambil mengikuti proses lanjutan dari penanganan skandal Bank Century, lebih strategis bagi Presiden jika mulai mempertimbangkan langkah politik atau kebijakan yang memungkinkan pemerintahannya fokus pada program-program yang dicanangkan.

Tentu saja, agar kabinet bisa fokus, Presiden tak sepantasnya membiarkan kabinetnya dibebani masalah. Pada posisi sekarang, beban kabinet terasa sangat berat. Efektivitasnya pun patut diragukan.

Lonjakan harga beberapa komoditas kebutuhan pokok rakyat dan  belum efektifnya upaya mengurangi dampak negatif perdagangan bebas ASEAN-China bagi Indonesia, bisa kita tunjuk sebagai bukti rendahnya efektivitas pemerintahan sekarang. Manajer yang bijak dan profesional tidak akan membiarkan efektivitas timnya diganggu oleh staf-staf bermasalah.

Tidak produktif jika Presiden hanya mengevaluasi loyalitas dan kinerja setiap anggota koalisinya. Termasuk opsi tentang reshuffle kabinet. Merombak kabinet justru berisiko. Tidak  hanya mengganggu efektivitas pemerintahan, tetapi juga berpotensi menimbulkan ketidakpastian.

Harap dicatat bahwa Kabinet Indonesia Bersatu II memulai masa baktinya di tengah guncangan beberapa masalah strategis. Kabinet dibentuk dan diumumkan ketika rakyat sedang gelisah menyaksikan perseteruan antarlembaga penegak hukum dalam lakon Cicak versus Buaya. Guncangan terhadap kabinet berlanjut, dan semakin menjadi-jadi karena DPR mulai menghembuskan isu tentang ketidakberesan proses bailout Bank Century.

Artinya, tantangan terkini untuk Presiden adalah mewujudkan pemerintahan yang efektif, sambil membiarkan penyelesaian skandal Bank Century berproses secara independen. Presiden dan semua anggota kabinet hendaknya fokus pada perencanaan dan realisasi proyek-proyek infrastruktur, serta intensif mengawasi realisasi program-program bantuan untuk puluhan juta warga miskin. Tantangan yang muncul dari kesepakatan ACFTA jauh  lebih besar, rumit dan strategis dibanding konsekuensi politik dari penuntasan skandal Bank Century.

Agar pemerintahan efektif dan bisa merespons semua persoalan terkini, pilihan paling ideal bagi Presiden adalah mengonsolidasi lagi koalisi pemerintahannya, dan membangun budaya komunikasi politik yang santun, produktif dan profesional. Dari situ, akan terwujud suasana kehidupan berbangsa dan bernegara yang kondusif.(10)

— Bambang Soesatyo, anggota Pansus Hak Angket DPR Kasus Bank Century
Wacana Suara Merdeka 02 Maret 2010