01 Maret 2010

» Home » Lampung Post » Century dan Pilkada

Century dan Pilkada

Ricky Tamba
Penggiat Jaringan '98, Editor Pelaksana Infightsmc
Koalisi besar Pilpres 2009 kian menunjukkan watak aslinya. Power sharing dengan bagi-bagi jatah menteri di kabinet ditengarai menjadi inti deal tertutup (baca: fakta integritas) antara SBY dan para parpol pendukungnya kian terkuak. Derasnya desakan elite dan gerakan rakyat akan penuntasan skandal Bank Century semakin mendinamisasi situasi nasional dan konflik elite, terlebih setelah perseteruan KPK vis a vis Mabes Polri dan Kejaksaan Agung.
Simpulan sementara beberapa fraksi parpol di Pansus Century, ada indikasi korupsi, indikasi pidana perbankan dan pelanggaran hukum dalam skandal Bank Century yang terjadi pada tahun 2008 akibat kebijakan Gubernur Bank Indonesia Boediono (kini Wakil Presiden RI periode 2009--2014) dan Ketua Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK) Sri Mulyani Indrawati (Menkeu KIB II).
Ironisnya, upaya mengungkapkan fakta dan kebenaran dalam skandal Bank Century banyak mendapat tantangan dan hambatan, misalnya, dengan aksi-aksi jalanan tandingan di berbagai daerah, ancaman, dan isu reshuffle dari Partai Demokrat terhadap parpol koalisi pendukung SBY, seperti Partai Golkar dan PKS. Counterpart juga terjadi dengan adanya penggunaan kekuasaan dalam kasus pajak grup Bakrie, sindiran SBY terhadap Menkominfo (kader PKS) terkait RPM konten multimedia dan manuver/upaya lainnya yang diduga sebagai bargaining politik fraksi SBY.


Bahkan, ada beberapa staf khusus Presiden RI yang "bersilaturahmi" dengan tokoh-tokoh dan elite parpol yang kritis atas skandal Bank Century. Sebagian fraksi parpol di pansus terus konsisten tetapi banyak yang berubah. Rakyat semakin bertanya-tanya dan menduga-duga, apa yang akan terjadi dan dihasilkan dari rapat paripurna MPR/DPR mendatang.
Sejak awal, konsepsi koalisi permanen dan oposisi terbatas yang hendak dijalankan SBY memang cukup diragukan kalangan yang kritis karena pragmatisme parpol pendukung yang "dicurigai" tidak memiliki komitmen programatik dan ideologis untuk memperjuangkan kesejahteraan rakyat; sementara oposisi terbatas yang dijalankan oleh parpol nonkoalisi sebagian besar diabadikan hanya untuk kepentingan kelompok dan atau individu yang dibingkai dengan konspirasi, konsesi, dan avonturisme elite parpol.
Idealnya, kebenaran harus ditegakkan. Presiden SBY harus tegas dalam penuntasan skandal Bank Century. Poin pentingnya bukanlah reshuffle atau tidak, melainkan bagaimana hukum ditegakkan secara transparan, tanpa diskriminasi dan disparitas. Indikasi pidana korupsi dan pidana lain dalam skandal Bank Century harus diproses lebih lanjut dalam bentuk langkah-langkah projustisia/penyidikan oleh KPK, Polri, dan Kejaksaan Agung dengan pembagian tugas berdasarkan wilayah kewenangan masing-masing.
Pilkada 2010
Dalam tataran kenegaraan lainnya, ada momentum yang harus diwaspadai, yaitu pemilihan umum kepala daerah (pilkada) di 244 kabupaten/kota seluruh Indonesia. Selain berpotensi rusuh karena maraknya mobilisasi massa, pilkada juga ditengarai akan penuh dengan kecurangan dan manipulasi.
Sinyalemen ini telah diluncurkan dalam kesepakatan KPK dengan Bawaslu beberapa minggu yang lalu, di mana KPK akan mengawasi money politics/ politik uang serta penggunaan fasilitas negara dan anggaran daerah, khususnya oleh para calon bupati/wali kota incumbent. Banyak korupsi daerah terjadi dampak dari pilkada yang sarat dengan money politics. Pemilihan secara langsung guna mendapatkan suara terbanyak dalam pilkada membutuhkan kesiapan finansial dari para kandidat, khususnya calon yang masih berkuasa/incumbent, guna berbagai politik transaksional yang memang menjadi sebuah taktik penggalangan suara dan pencitraan. Rakyat semakin dididik larut dalam money politics yang membodohi.
Potensi penggunaan modus yang hampir mirip dengan skandal Bank Century dapat saja terjadi di level kabupaten/kota. Bisa saja Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) atau Satuan Kerja Pelaksana Daerah (SKPD) yang memiliki anggaran besar dijadikan "sapi perahan" guna dukungan finansial pemenangan Pilkada 2010, khususnya oleh oleh para calon bupati/wali kota incumbent, yang dapat membahayakan potensi kerugian keuangan daerah dan dapat menimbulkan instabilitas pembangunan.
Lihat saja, kini biaya yang telah dikeluarkan untuk membuat alat-alat peraga sosialisasi kandidat di 244 kabupaten/kota. Belum lagi bila melihat materi/isi alat peraga yang mayoritas "bualan" dan "janji manis" yang belum tentu terealisasi. Andai saja dana-dana tersebut dikumpulkan, mungkin bisa untuk membangun banyak gedung sekolah dan puskesmas hingga pelosok terpencil guna menopang pembangunan daerah jangka panjang.
Tugas rakyat adalah mengawasi Pilkada 2010 agar berjalan dengan sewajarnya. Jika ada pelanggaran kampanye ataupun tindakan money politics, mari kita lawan bersama demi Pilkada 2010 yang berkualitas dan sehat. Pilkada 2010 harus menghasilkan kepemimpinan yang bersih dan merakyat.

Opini Lampung Post 02 Maret 2010