01 Maret 2010

» Home » Media Indonesia » Meniscayakan Fakta Kasus Century

Meniscayakan Fakta Kasus Century

Semua fraksi Dewan Perwakilan Rakyat di Pansus Angket Kasus Bank Century dalam pandangan akhir membenarkan hasil temuan audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Fakta yang ditemukan itu sudah cukup kuat untuk dilakukan proses pemeriksaan tindak pidana, baik oleh polisi maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tidak perlu ragu, nama yang diduga terlibat diperiksa untuk mengoreksi sebuah kesalahan. Rupanya tekanan dan ancaman reshuffle kabinet tidak efektif untuk menciutkan nyali fraksi-fraksi di pansus yang sejak awal mencurigai adanya pelanggaran. Pengungkapan kebenaran jauh lebih kuat dan lobi atau ancaman reshuffle tidak mampu menjadi senjata pamungkas untuk menutup mata dari pelanggaran atas kebijakan bailout.
Harapan akan lahirnya sebuah parlemen yang kuat dan mampu menepis transaksi politik 'dagang sapi' yang selama ini begitu rentan sudah mulai menunjukkan titik terang. Fenomena itu patut dijadikan pelajaran berharga bagi penguasa yang selalu berupaya membungkam suara kritis wakil rakyat demi menjaga citra dan kelangsungan kekuasaan meski tidak memihak rakyat.



Awas lobi
Meski lobi dalam dunia politik praktis sesuatu yang biasa, seharusnya tidak bisa mengalahkan fakta dan data. Kebijakan pemerintah terhadap pemberian bailout kepada Bank Century melanggar peraturan perundang-undangan, baik berupa kejahatan perbankan, korupsi, maupun pencucian uang. Salah satu lobi intensif pemerintah dilakukan oleh Staf Khusus Presiden Andi Arief yang menemui pimpinan DPR Fraksi PDIP Pramono Anung dan Puan Maharani di Gedung DPR. Lobi itu sebagai upaya merayu Fraksi PDIP agar anggota mereka di pansus tidak lagi galak. Upaya itu merupakan permainan politik yang tidak mencerminkan pelaksanaan demokrasi yang egaliter. Bahkan dapat merendahkan citra presiden karena Andi Arief adalah staf khusus presiden.
Pansus merupakan ujian bagi kualitas DPR, sekaligus menekan spekulasi dari upaya 'kompromi politik' di akhir masa kerja pansus. Fraksi Golkar dalam pandangan akhirnya malah meminta agar pimpinan pansus membentuk tim pemantau (forensik audit) yang akan melakukan pemantauan atas tindak lanjut rekomendasi yang akan dihasilkan pansus. Usulan itu merupakan konsistensi dari sebuah partai yang tidak terpengaruh oleh rayuan lobi lantaran fakta dan data jauh lebih kuat, apalagi telah diketahui pula oleh publik. Forensik audit dipilih dari akuntan publik independen, yang akan mengawasi pelaksanaan rekomendasi, terutama pada penelusuran indikasi penyimpangan aliran dana yang masih belum sepenuhnya terungkap. Forensik audit juga bertugas melakukan penulihan aset yang dikorupsi oleh mantan pemilik dan direksi Bank Century. Dari kasus Century ini, tirai pemberantasan korupsi juga mulai tersibak tentang adanya kepentingan politik di balik pemberantasan korupsi yang selama ini berlangsung begitu intens. Itu dapat dilihat pada isu kasus pajak Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie yang sengaja dibuka ke ruang publik sebagai upaya menekan agar Golkar tidak garang dalam pansus. Bahkan, beberapa nama petinggi partai juga sedang dibidik dengan dugaan kasus korupsi. Suatu pola lama yang sengaja didesain agar terjadi 'tukar guling kasus'.

Rekomendasi
Pansus juga sudah membentuk tim kecil yang beranggotakan 15 orang untuk menjahit temuan fraksi dalam sebuah rekomendasi yang akan disampaikan pada Sidang Paripurna DPR pada 2 atau 3 Maret 2010 ini. Rakyat berharap tim kecil bekerja seindependen mungkin agar bisa merumuskan sikap pansus yang sebenarnya.
Tim kecil harus kebal dari godaan lobi, apalagi intervensi demi menyelamatkan uang rakyat yang digelontorkan kepada Bank Century. Kapasitas dan integritas anggota tim kecil dipertaruhkan, kecuali berani mengkhianati amanah yang dititipkan rakyat kepadanya. Lobi tingkat tinggi yang berorientasi pada pemberian tambahan kekuasaan boleh jadi akan semakin meninggi.
Rakyat berharap agar tim kecil pansus akan memberikan rekomendasi yang betul-betul progresif sesuai fakta dan data. Rekomendasi begitu penting tentang siapa yang sepatutnya dimintai pertanggungjawaban, bukan hanya didorongkan kepada penegak hukum, tapi juga dibawa ke ruang pemakzulan jika fakta dan data mengarah ke sana. Apalagi mencermati pandangan fraksi-fraksi yang meskipun satu suara menimpakan kesalahan kepada manajemen Bank Century kini sudah bersalin nama menjadi Bank Mutiara--boleh jadi hanya akan menyeret para pengelola Bank Century. Lantas bagaimana dengan mereka yang mengeluarkan kebijakan bailout itu?
Penilaian yang hanya sebatas menyalahkan manajemen Bank Century tentu tidak sesederhana itu. Aroma kekeliruan pemerintah yang notabene mengeluarkan kebijakan menjadi kunci dalam mengungkap skandal Century. Karena itu, untuk sampai pada level Sri Mulyani dan Boediono, masih akan terjadi pertarungan sengit di dalam tim kecil. Tetapi suka atau tidak, semua pihak harus menerima dengan kepala dingin apa pun hasil rumusan tim kecil.
Memang berbagai kalangan masih meragukan konsistensi pansus, tapi kita tak akan punya waktu lagi untuk mundur. Fakta dan data yang ditemukan juga sudah direkam publik. Jika pada akhirnya pansus melempem akibat tekanan dan lobi untuk mendapatkan kekuasaan semata, niscaya mereka akan berhadapan dengan peradilan rakyat, peradilan yang jauh lebih menyakitkan.
Isu reshuffle memang sudah mulai surut lantaran tidak memiliki daya tekan untuk membungkam parpol koalisi. Kalau reshuffle benar-benar direalisasikan, tentu akan semakin menunjukkan kegamangan SBY. Malah langkah itu akan menjadi blunder yang amat memprihatinkan dalam sejarah pemerintahan SBY. Penegakan hukum atas fakta dan data yang ditemukan merupakan keniscayaan, sekalipun menguras waktu dan tenaga. Jangan sampai kerja keras pansus menjadi antiklimaks, yang pada akhirnya membuat rakyat semakin tidak percaya pada penegakan hukum. Tidak boleh mementahkan temuan fraksi, bahkan menyebut nama yang harus bertanggung jawab untuk direkomendasi ke ranah hukum merupakan keharusan sebagai tanggung jawab moral terhadap rakyat.
Dalih yang sering mengemuka soal antiklimaks yang sering dipertontonkan tidak boleh terjerat pada keharusan memilih. Yang paling urgen adalah mendahulukan kepentingan rakyat, menyelamatkan uang rakyat, bukan memprioritaskan keinginan kekuasaan.

Oleh Dr Marwan Mas SH MH, Dosen Ilmu Hukum Universitas 45, Makassar

Opini Media Indonesia 02 Maret 2010