01 Maret 2010

» Home » Suara Merdeka » Pengembangan Kambing Ettawa Solusi Mengatasi Kerusakan Alam Merapi

Pengembangan Kambing Ettawa Solusi Mengatasi Kerusakan Alam Merapi

Beberapa bulan ini banyak dikupas kerusakan alam karena penambangan pasir di lereng Merapi (Kemalang, Cepogo, dan sekitarnya). Saya adalah petani yang merasakan dampak dari penambangan pasir tersebut (sekitar 3.000 meter lahan pertanian saya sudah digali dengan alat berat pada tahun 2004).


Saya telah berjuang untuk ”sadar diri” dan berubah dari kondisi alam yang sudah ada, untuk menyelamatkan lingkungan hidup sekitar saya, meskipun sudah agak terlambat. Perubahan hanya mungkin terjadi apabila saya bergerak dan bertindak. Rupanya amat sangat sulit untuk mengembalikan alam Merapi menjadi seperti dulu. Semula, lereng Merapi di daerah Klaten sisi utara, terkenal sebagai penghasil kopi, sayuran, ternak-ternak unggulan, dan objek wisata Deles Indah. Yang ada sekarang adalah penambangan pasir.

Saya tidak akan mempermasalahkan penambangan itu sendiri (toh itu juga menopang dimensi ekonomi masyarakat dan andalan hidup warga), namun saya mengajak petani untuk mereboisasi, merelokasi kembali lahan-lahan pertanian yang dahulu sudah pernah dijadikan lokasi penambangan pasir. Kita berjuang agar lokasi bekas tambang pasir tersebut bisa menjadi lahan pertanian yang produktif, sehingga dampak kerusakan lingkungan hidup bisa diminimalisasi.

Satu ajakan (atau sekedar tawaran), saya mengajak petani di daerah Merapi untuk kembali menghijaukan lahan bekas tambang pasir. Caranya dengan beternak kambing Peranakan Ettawa (PE). Kok bisa? Kok solusinya seperti itu? Logikanya demikian, dengan beternak kambing ettawa, warga secara ekonomi terdukung, lebih maju dan sejahtera.

Untuk menuju sejahtera, petani harus berjuang menanami lahan pekarangan dengan hijauan makanan ternak yang menjadi makanan pokok kambing PE. Maka, lahan pertanian pun yang sudah digali pasirnya, akan menjadi subur kembali.

Kambing PE adalah persilangan antara kambing kacang asli Indonesia dengan kambing ettawa dari India. Kambing ettawa diimpor oleh Pemerintah Hindia Belanda sejak tahun 1908 dan dibudidayakan pada jaman penjajahan (1920-an).

Prospek beternak kambing PE pun sangat cerah, dan menurut pengalaman dari banyak peternak di Kaligesing (Purworejo) belum pernah mengalami penurunan harga ataupun booming sebagaimana booming dan trend tanaman anthurium dan ikan lou han.

Keuntungan beternak kambing PE sangat menggiurkan, dan perawatannya pun tidak sulit, sebagaimana kambing pada umumnya. Yang lebih penting, sangat cocok untuk daerah Klaten dan sekitarnya, tidak harus daerah dataran tinggi dan berhawa dingin. Kambing PE bisa dimanfaatkan dagingnya, susunya (sangat baik untuk pengobatan berbagai macam penyakit), urine/air kencingnya baik untuk pupuk, demikian pula kotorannya. Terlebih anakan hasil ternak kambing PE apabila dijual harganya sangat prospektik, tergantung umur dan kualitasnya. Harga di pasaran, kambing umur 3 bulan kualitas sedang (B) berkisar Rp 2 - 3 juta, sedangkan kualitas A (bagus) mencapai Rp 5 juta.

Apabila petani sudah rnengetahui prospek cerah kambing PE, maka mereka pasti tergerak untuk menanami lahan pertaniannya dengan tanaman hijauan ternak untuk kambing PE (Sengon, Mahoni, Kaliandra, Kleresede, dan lainnya). Penanaman hijauan makanan ternak mengakibatkan lahan-lahan kosong bekas galian tambang pasir, akan menjadi subur kembali.

Penghijauan semacam ini sudah dilakukan di daerah Ngangring, Turi, Sleman, dan saat ini populasi ternak kambing PE di sana sangat banyak. Dampak jauh ke depan untuk lingkungan hidup. Daerah resapan air akan terselamatkan, petani lebih sejahtera, dan juga mengurangi dampak pemanasan global (global warming).

Saya sudah mencoba beternak kambing ettawa sejak 2007, skala kecil-kecilan dengan membeli empat ekor dari Kaligesing, Purworejo. Saat ini kambing saya sudah pelan-pelan mulai bertambah menjadi 20 ekor.

Lahan bekas galian pasir sudah menjadi penuh dengan tanaman HMT (Hijauan Makanan Ternak), tumbuh subur dengan pupuk kotoran dan urine kambing PE. Hal ini rupanya juga berpengaruh pada pola pikir saya yang semakin mencintai lahan pertanian, dan diuntungkan secara ekonomi. Siklus ini akan menguntungkan bagi berbagai pihak. Tentu saja gerakan ini butuh dukungan dari berbagai pihak, agar lahan bekas galian pasir menjadi subur kembali dan pemanfaatannya semakin maksimal, menyejahterakan petani di lereng Merapi. Oleh karena itu, saya mengajak para petani dan peternak di lereng Merapi untuk beternak kambing PE, menanami lahan yang cengkar dan tandus dengan HMT, sehingga lingkungan sekitar kita hijau kembali dan perekonomian kita semakin sejahtera.

Ini hanyalah sebuah gagasan, sharing, ”ngudar rasa”. Semoga ini menjadi perhatian Bupati Klaten, DPRD II Klaten, Dinas Pertanian, Peternakan, dan lainnya. Semoga alam yang merupakan ”berkahing Gusti” menjadi berkah juga untuk kita dan anak cucu. Mugi Gusti tansah amberkahi.

FX. Sukano MS
Kaliwuluh, Sidorejo
Kemalang, Klaten, 57484

Wacana Suara Merdeka 01 Maret 2010