01 Maret 2010

» Home » Okezone » Seandainya Kasus Century Identik dengan Gunung Api

Seandainya Kasus Century Identik dengan Gunung Api

Kasus Bank Century telah sedemikian gencar dibicarakan. Dalam dua bulan terakhir ini, Pansus Angket Bank Century DPR RI telah bekerja keras.

Mereka berusaha mengungkapkan apa sebenarnya yang terjadi dalam kerangka penyelamatan Bank Century yang telah dilakukan pemerintah? Penulis mencoba menganalisis kasus ini seandainya memang identik dengan peristiwa bencana gunung api. Kita sebagai warga negara Indonesia yang tinggal di Indonesia pasti mengenal gunung api.

Gunung api itu indah, banyak memberi kenyamanan kepada kita, memberikan tanah yang subur, termasuk mengatur cuaca lokal sehingga kita nyaman berada di lokasi sekitarnya hingga berperan bisa memenuhi kebutuhan energi kita sebagai energi panas bumi. Namun gunung api sering juga menjadi masalah bagi kita karena jika ia aktif atau erupsi atau meletus, bencana akan terjadi.

Sejarah mencatat korban bisa mencapai puluhan ribu orang. Bahkan Kerajaan Mataram Hindu pada sekitar tahun 1000-an runtuh karena letusan Gunung Merapi di Jawa Tengah. Karena berbagai manfaat dari gunung api tersebut, biasanya di sekitar gunung api akan padat penduduknya. Masalahnya, bagaimanakah jika gunung api itu meletus? Pasti kita akan mendapat bencana kalau tidak menanggulangi atau memitigasinya.

Teknik melunakkan bencana atau memitigasi gunung api yang paling mudah ialah merelokasi semua penduduk yang ada di sekitar gunung api tersebut agar bencana tidak terjadi. Namun, hal ini sulit dilakukan karena kita memang membutuhkan lahan di sekitar gunung api untuk dimanfaatkan. Lalu bagaimanakah untuk mengadaptasinya? Cara yang telah umum dilakukan ialah melakukan pengamatan terus-menerus terhadap gunung api tersebut dan jika kita menduga bahwa gunung api tersebut akan meletus, dengan segera kita mengungsikan seluruh penduduk yang menempati daerah bahaya.

Khusus terkait dengan fenomena gunung api ini, kita telah dapat melakukan pengamatan dengan berbagai peralatan. Pengamatan itu misalnya mengamati gempa bumi gunung api, tentang jenis gempa maupun jumlah gempanya. Biasanya jika erupsi akan terjadi, jumlah gempa akan meningkat dan jenisnya pun akan teramati dari gempa dalam hingga dangkal. Kejadian itu menunjukkan pergerakan magma dari dalam bumi ke permukaan.

Pengamatan lain yang dapat kita lakukan dengan berbagai alat ukur, misalnya pengukuran perubahan permukaan tanah ke arah tegak bila erupsi akan terjadi karena dinamika dapur magma di dalam bumi, tinggi permukaan tanah di gunung api tersebut akan berubah. Meskipun perubahannya relatif kecil, dengan alat kita sudah dapat mengamati dan mengukurnya.

Bila erupsi akan terjadi, maka kita akan mendapatkan anomali kenaikan permukaan tanah dan jika luar biasa, umumnya aktivitas akan menuju pada erupsi. Gejala fisis lain yang dapat kita amati misalnya ialah perubahan suhu (danau kawah, mata air panas, dan sumber gas), kenaikan kandungan kadar gas belerang, perubahan sifat kemagnetan bumi yang terukur di sekitar gunung api tersebut, dan sebagainya. Semua pengamatan itu dapat kita lakukan dengan menggunakan instrumen atau peralatan dengan teliti. Dari data-data tersebut kita dapat menafsirkan dan diyakinkan bahwa gunung api tersebut akan meletus.***

Kejadian terurai di atas memang sangat meyakinkan, tapi bukan tidak mungkin gunung api tersebut tidak jadi meletus. Nah, bagaimanakah jika seandainya para ahli sudah mengamati kejadian itu dan penduduk sudah diungsikan, tapi gunung api tersebut tidak jadi meletus? Kasus ini pernah kita alami dan sangat mungkin kita alami karena fenomena alam tetap menjadi pertanyaan besar bagi kita.

Namun kita tentu akan mengatakan bahwa lebih baik gunung api itu tidak meletus meskipun penduduk diungsikan ketimbang gunung api itu meletus. Mengapa? Karena jika gunung api itu meletus pasti kerugian ekonomi akan lebih besar dengan kerusakan infrastruktur yang terdampak. Semua gejala yang mendukung kita melakukan tindakan tadi adalah sistemik dan terukur dengan alat, bahkan sekarang secara dapat secara digital dan real time makin sedikit campur tangan kita.

Kita hanya tinggal menafsirkan. Bagaimanakah dengan Bank Century jika dianggap bahwa kondisi perekonomian pada saat itu sebagai gunung api yang akan meletus? Tampaknya para ahli yang terkait juga bekerja dengan berbagai parameter yang telah biasa dipakai di dunia perbankan atau perekonomian. Masalahnya adalah benarkah bahwa kondisi Bank Century merupakan salah satu parameter yang dapat digunakan bagi kita untuk melakukan mitigasi? (Sebagaimana parameter fisis yang menunjukkan anomali meningkat pada gunung api).

Mitigasi memang sudah dilakukan, yaitu dengan memberikan dana kepada bank tersebut (dalam gunung api penduduk telah diungsikan?). Beda yang nyata antara keduanya barangkali gunung api adalah proses alami yang kita bisa langsung mengamati dan merekam secara langsung. Adapun masalah perbankan atau perekonomian secara umum merupakan kegiatan manusia atau sosial kemanusiaan, parameternya buatan manusia dan dicatat atau direkam oleh manusia.

Dengan demikian peran manusia untuk merekayasanya bisa dominan untuk mengatakan apakah suasana perekonomian pada saat itu sistemik atau tidak tentu didukung oleh data. Data ini tentu sifatnya berbeda dengan data gunung api yang alamiah tercatat oleh instrumen langsung, bukan hasil hitung-hitungan. Namun, data gunung api tidak mengenal faktor psikologis yang konon untuk perbankan atau finansial atau perekonomian penting (karena dapat berdampak umum).

Fenomena ini hanya para ahli yang terkait yang paham. Barangkali pertanyaan yang dapat disampaikan adalah apakah tindakan tersebut secara akademik dibenarkan atau tidak? Jawabannya adalah bahwa yang pertama wajib dipenuhi ialah data yang benar dan akurat. Hanya data itulah yang sahih digunakan untuk menafsir dan mengambil keputusan. Jadi, sebagai penutup, kita wajib paham bahwa apa pun tindakan yang dilakukan dapat dianggap benar jika dapat dipertanggungjawabkan secara akademik.

Data merupakan modal awal untuk kebenaran sehingga tidak boleh ada hasil pengukuran atau perhitungan yang direkayasa atau bahkan dikarang. Dalam hal gunung api, data-data yang diperoleh diukur oleh peralatan langsung merekam fenomena alam sehingga sulit untuk direkayasa. Data tersebut pasti jujur. Data wajib disajikan dengan jujur dan berintegritas.

Jika hal ini dilakukan, sangat mudah bagi kita untuk menafsirkan dan mengambil keputusan. Hasil kerja demikian pasti mudah dipertanggungjawabkan dan bisa berbeda sejauh tidak melawan kaidah yang berlaku (kalau untuk gunung api kaidah fisis dan geologis). Mudah-mudahan data-data Bank Century merupakan data yang jujur.(*)

Djoko Santoso
Geologist/ Geophysichist, Mantan Rektor ITB

Opini Okezone 1 Maret 2010