01 Maret 2010

» Home » Suara Merdeka » Membangkitkan Kembali Kereta Api

Membangkitkan Kembali Kereta Api

Persaingan antarmoda ini akan semakin ketat dan menarik, namun bukan berarti sebagai kompetitor melainkan menjaga keseimbangan moda

BEBAN jalan di Jawa Tengah sudah sangat tinggi. Pernyataan itu mungkin ada benarnya, mengingat pertumbuhan pergerakan kendaraan di provinsi ini juga tinggi dan kemacetan mulai merebak.


Apabila tanpa dilakukan penanganan terkait masalah ini, diprediksi pada 2014 provinsi ini mengalami kemacetan arus lalu lintas yang parah. Akhirnya sekitar tahun 2020 terjadi titik traffic jam hampir disetiap ruas jalan yang ada. Penanganan jalan seperti pelebaran dan pembangunannya hanya bersifat sementara. Paradigma pemikiran tersebut seharusnya sudah ditinggalkan karena akan merangsang laju kepemilikan kendaraan.

Filosofi transportasi sebagai perpindahan orang dan barang bukan kendaraan, memberikan ide pengembangan angkutan massal. Program katalisator angkutan massal pun mulai digulirkan. Salah satunya dengan mengembangkan perkeretaapian yang dinilai sebagai basis angkutan massal. Apabila melihat peta Indonesia, Pulau Jawa memiliki unsur yang strategis.

Keberadaan Jawa Tengah menjadi jantung dan sangat vital bagi pergerakan antara wilayah barat dan timur Jawa ini. Fakta ini menjadikan tidak heran Jawa Tengah kebanyakan menjadi transit dan lintasan pergerakan, terutama jarak menengah dan jauh.

Hal ini yang menyebabkan pada zaman penjajahan dahulu, Belanda benar-benar konsen terhadap pertahanan di provinsi ini. Salah satunya perkuatan pertahanan dengan membangun jalan rel sebagai basis logistik dan persenjatannya.

Awalnya sebagai basis perkuatan, lalu berkembang sebagai angkut komoditas terutama pangan sampai dengan angkutan orang pada akhirnya. Menengok sejarah yang ada, betapa pentingnya basis rel di Jawa Tengah ini. Bukti nyata dengan dibangunnya rel pertama Indonesia antara Kemijen dan Tanggung. Pembangunan ini terus berkembang dan berjalan hampir menghubungkan seluruh kabupaten/kota. Sayangnya era tahun 1980-an berkembangnya jalan raya dan industrialisasi otomotif menyebabkan angkutan KA mulai terpinggirkan.

Persaingan yang tidak imbang ini menyebabkan beberapa lintas ditutup. Hal ini tidak hanya terjadi di Jawa Tengah, tetapi hampir seluruh wilayah, baik Jawa, Madura maupun Sumatra. Di Jawa yang tersisa sebagian besar hanya pada lintas utama yang menghubungkan barat-timur, baik melalui sirip lintas utara maupun Selatan.

Beberapa lintas cabang  yang tersisa relatif sedikit. Kondisi inilah sebenarnya yang mematikan perkeretaapian Jawa Tengah, ketidakpedulian dalam membangun menyebabkan angkutan kereta api semakin terpuruk.
Kepercayaan Mati surinya perkeretaapian ini menjadikan tiada tempat dan tidak ada pangsa pasar. Meskipun bertahan dan tertatih-tatih, sektor angkutan perkeretaapian secara nasional mampu mencapai 2-4 persen dari pangsa pasar yang ada. Kereta api regional Jawa Tengah sendiri juga mulai mendapatkan kembali kepercayaan dan mampu mengambil hati.

Kereta api Kaligung, Blora Jaya, dan Prameks mampu membuktikannya. Sebenarnya dulu KA Pandanwangi pernah menjadi idola pemakai perjalanan Semarang-Solo. Namun kondisi KA Pandanwangi sedang terpuruk, dan semoga saja KA Joglosemar yang sedang dirintis mampu mengembalikan kejayaannya. Persaingan antarmoda ini akan semakin ketat dan menarik, namun bukan berarti sebagai kompetitor melainkan menjaga keseimbangan moda.

Ironisnya saat negara lain mulai mengunggulkan kereta api sebagai basis alat transportasi mereka. Perkeretaapian ini mengalami penurunan dan berkutat pada problem yang sama. Pangsa pasar yang hilang ini menyebabkan perlunya restrukturisasi dan terlibatnya pihak swasta di dalam perkeretaapian.

Apabila sistem perkeretaapian regional dikembangkan, berdasarkan survei rata-rata mampu memiliki pangsa pasar hingga 22 persen dari moda yang ada. Untuk angkutan jalan berupa kendaraan pribadi mencapai 64 persen dan angkutan bus mencapai 14 persen. Melihat pasar yang terlayani masih 2-4 persen saja, memberikan peluang kereta api terus berkembang (Lab Transportasi Unika Soegijpranata,2009).

Perkembangan perkeretapian Jawa Tengah saat ini yang paling utama dengan melakukan pengaktifan dan revitalisasi jalur rel yang nonaktif  agar dapat saling terhubung antarwilayah. Potensi ini juga perlu didukung dengan peningkatan kinerja pelayanan dan unsur lainnya. Semoga ked epannya perkeretaapian regional di Jawa Tengah mampu memberikan pelayanan transportasi yang terbaik.

— Prioutomo Puguh Putranto, asisten peneliti pada Laboratorium Transportasi Unika Soegijapranata Semarang


Wacana Suara MErdeka 1 Maret 2010