30 Maret 2010

» Home » Suara Merdeka » Pajak dan Good Governance

Pajak dan Good Governance

GAYUS Halomoan Tambunan, pegawai golongan III a di kantor Ditjen Pajak Jakarta membuat berita heboh terkait duga keterlibatannya dalam penggelapan pajak sekitar Rp 25 miliar. Kasusnya mencuat ketika mantan Kabareskrim Polri Komjen Susno Duadji menuding adanya permainan sejumlah perwira tinggi Polri dalam kasus pajak, yang mengalir lewat rekening Gayus.

Fenomena tersebut berdampak pada menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap kinerja pemerintah, juga menunjukkan adanya reformasi birokrasi dalam bidang keuangan belum optimal. Ketidakpercayaan dan kekecewaan sebagian masyarakat terhadap kinerja pemerintah salah satunya ditunjukkan oleh makin maraknya anggota facebook menyeru untuk memboikot bayar pajak.


Hal tersebut sangat paradoks, satu sisi pemerintah melalui berbagai iklan semangat mendorong masyarakat taat membayar pajak karena pemerintah menargetkan penerimaan pajak dalam APBN Perubahan 2010 Rp 733,24 triliun. Namun di sisi lain, hasil pajak tidak disalurkan secara optimal, alias dikorupsi oleh oknum aparat pajak dan aparat penegak hukum.

Kasus manipulasi pajak tersebut dapat ditinjau dari perspektif Agency Theory yang dipelopori oleh Jensen dan Meckling. Dalam perspektif itu dijelaskan bahwa perilaku moral hazard atau konflik keagenan muncul ketika prinsipal yaitu pihak yang membayar pajak (rakyat) menyerahkan pengelolaannya kepada pemerintah sebagai agen. Moral hazard terjadi karena asymetric information, di mana pihak pengelola pajak mempunyai informasi yang lebih banyak terkait dengan pengelolaan pajak dibandingkan rakyat sebagai pembayar pajak, dan secara umum  pengelola pajak akan menggunakan kekuatan dan kesempatan yang mereka miliki untuk menggeser resources yang ada untuk kemakmuran mereka dibanding kepentingan rakyat.

Apalagi jika jumlah pajak yang sudah terhimpun berjumlah triliunan rupiah, sangat mendorong perilaku moral hazard. Perilaku yang menyimpang ini hanya menguntungkan pengelola pajak dan merugikan rakyat. Penyimpangan ini tidak bisa dibiarkan, karena akan merugikan rakyat juga negara.

Untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan adanya mekanisme pengelolaan pajak yang memenuhi prinsip-prinsip good governance (tata kelola pemerintahan yang baik) agar kepentingan seluruh stakeholder  diperhatikan, yaitu kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.
Pajak dan Good Governance            Good governance sebagai the exercise of political, economic, and social resources for development of society, penekanan utama dari definisi itu adalah tata kelola  pemerintahan yang baik, sehingga kepentingan seluruh stakeholder diperhatikan.

Wacana Suara Merdeka 31 Maret 2010