Pernyataan Komjen Susno Duadji kepada media yang dilanjutkan dengan  laporan kepada Satgas Mafia Hukum tentang adanya makelar kasus dalam  penanganan perkara Gayus harus dipandang sebagai sesuatu yang sangat  penting. Bukan saja untuk membersihkan institusi polisi dari praktik  makelar kasus, melainkan juga untuk keseluruhan sistem peradilan pidana  (kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan penjara). Bahkan, kali ini juga  untuk reformasi di tubuh Direktorat Pajak (termasuk Pengadilan Pajak).  Substansi yang disampaikan Susno lebih berharga ketimbang mencari motif  mengapa Susno menyampaikan temuannya itu, apalagi kalau sekadar mencari  kesalahan Susno agar dia tidak lagi berbicara kepada media. Praktik  mafia hukum yang terjadi selalu ditandai dengan munculnya perantara yang  menghubungkan kepentingan penjahat dengan petugas hukum untuk tujuan  keuntungan para penjahat tersebut. Dari situlah muncul penyuapan kepada  polisi, kejaksaan, hakim bahkan bila sudah dipenjara, makelar kasus akan  menyuap lembaga pemasyarakatan (LP). Keadaan itulah yang menjadikan  potret penegakan hukum di Indonesia sangat buram yang diduga sudah  berlangsung lama, bak penyakit yang endemik dan sulit diobati.  
Kejanggalan  
Demikian juga dalam kasus dugaan adanya mafia hukum pada proses  perkara Gayus yang disampaikan Susno. Dari fakta yang muncul dan  berkembang melalui media, nampaknya apa yang disampaikan Susno bukan hal  yang mengada-ada, meski mungkin tidak seluruhnya benar. Namun, tidak  bisa dimungkiri banyak kejanggalan dalam penangan perkara tersebut,  misalnya tentang mengapa pemblokiran atas rekening Gayus yang dicurigai  menerima transfer dari hasil kejahatan sebesar Rp25 miliar (yang  belakangan menurut PPATK berjumlah Rp28 miliar), kemudian dibuka setelah  Susno dicopot sebagai Kabareskrim, dan yang tetap dinyatakan  terindikasi kejahatan hanya Rp395 juta. Bermula dari sanalah muncul  dugaan ada praktik mafia hukum, karena bagaimana polisi bisa menjelaskan  bahwa Rp24,6 miliar tidak ada masalah dan kemudian blokir dibuka,  sedangkan sudah sangat jelas dan sangat sulit untuk dipahami bahwa  pegawai gol III tersebut mendapat transfer sebesar itu. Semestinya  blokir itu tetap dilanjutkan sampai ke pengadilan, dan biarkan  pengadilan yang memutuskan tentang transfer tersebut. Selain itu, ada  yang aneh mengapa tidak ada pasal tentang penyuapan yang lebih logis  karena mungkin terkait dengan pengelakan pajak untuk kepentingan wajib  pajak. Karena berkaitan dengan pegawai negeri yang menerima suap,  dikenai pasal korupsi, dan tentu saja berkaitan dengan sangkaan  pencucian uang karena memang awalnya laporan berkaitan dengan transaksi  mencurigakan yang diperoleh dari PPATK. Dari sangkaan yang berlapis itu,  semakin aneh kalau polisi membuka blokir. Seharusnya biarkan saja  bergulir ke pengadilan dan di sanalah terdakwa yang membuktikan bahwa  sumber dana yang sangat mencurigakan itu diperoleh dari mana. Sangkaan  penggelapan malah agak janggal, uang siapa yang digelapkan? Kalau uang  pajak, mengapa institusi pajak tidak bereaksi? Tentu dalam hal ini kita  akan mempertanyakan fungsi pengawasan internal pajak, jangan-jangan  praktik ini sudah lama terjadi dan aman-aman saja. Seharusnya polisi  mendalami dari mana sumber uang yang masuk ke rekening Gayus, kemudian  ditelusuri untuk keperluan apa atau terkait dengan wajib pajak siapa  yang mentransfer (menyuap) dalam upaya melakukan kejahatan pengelakan  pajak (tax evasion).  
Polisi menyatakan pasal yang disangkakan tiga, yaitu penggelapan,  korupsi, dan pencucian uang. Tersangka seharusnya ditahan dan tidak  perlu mempertimbangkan alasan subjektif bahwa yang bersangkutan tidak  akan melarikan diri. Kejanggalan lain ternyata berlanjut ke dalam  institusi kejaksaan, yaitu terkait dakwaan yang hanya penggelapan,  sedangkan korupsi dan pencucian uang justru tidak didakwakan. Dalam hal  ini, mungkin ada makelar kasus yang juga berhubungan dengan jaksa atau  paling tidak publik mempertanyakan bagaimana profesionalitas jaksa  peneliti. Bukankah Pasal 138 ayat (1) KUHAP menyatakan bahwa setelah  menerima berkas dari penyidik, jaksa harus segera mempelajari dan  menelitinya. Selain ada yang lebih aneh lagi, yaitu jaksa malah menuntut  dengan pidana satu tahun penjara dan satu tahun percobaan. Hal itu  sangat tidak masuk akal untuk dakwaan terhadap kejahatan seberat itu  karena tuntutan percobaan hanya boleh dilakukan untuk tindak pidana  ringan atau pencurian dalam keluarga, bukan untuk kejahatan seberat ini  (tindak pidana biasa). Tuntutan percobaan terhadap kasus ini semakin  menuai kecurigaan bahwa apa yang dilakukan jaksa sarat dengan pesan  ajakan kepada hakim untuk membebaskan terdakwa dan celakanya lagi hakim  ternyata mengikuti ajakan tersebut sehingga bebaslah Gayus. Tentu saja  hakim yang membebaskan harus juga diperiksa mengapa dia sampai  membebaskan, juga harus menjelaskan kepada publik, apa saja yang menjadi  pertimbangannya sehingga dia menyatakan bahwa jaksa tidak bisa  membuktikan dakwaannya.  
Proporsional 
Dengan temuan kejanggalan tadi, semestinya langkah yang harus  diambil proporsional, bukan malah mewacanakan pasal yang akan dikenakan  kepada Susno. Karena bagaimanapun tentu kita harus mengapresiasi atas  keberanian Susno dalam membuka praktik tidak elok ini, yang sangat  berguna untuk membangun dan membersihkan institusi dalam sistem  peradilan pidana dan juga dalam instansi pajak. Terlepas bahwa mungkin  saja Susno tidak terlalu bersih dalam rekam jejaknya di kepolisian atau  bahkan dianggap telah melanggar kode etik, seharusnya kepolisian  mengedepankan kepentingan yang lebih besar, yaitu bersihnya penegakan  hukum di Indonesia, ketimbang untuk tegaknya etika profesi internal  semata. Langkah yang diambil seharusnya juga memeriksa oknum polisi yang  disebut Susno. Di sini justru lebih mudah untuk melihat apakah Susno  hanya sekadar ingin mencemarkan nama baik atau mengungkap kebenaran.  Permasalahannya sekarang adalah objektivitas dari penyidik bisa menjadi  hambatan, karena sejak awal telah disangkakan ada indikasi korupsi.  Sebenarnya kita sangat mengharapkan KPK yang menanganinya, tapi ternyata  KPK juga bergeming saja. Apalagi sekarang Andi Kosasih sudah  menyerahkan diri dan menurut PPATK hanya Rp1,9 miliar saja yang masuk ke  rekeningnya. Hal itu tentu akan sulit kalau yang menyidik polisi,  sedangkan justru yang dipertanyakan adalah termasuk mengapa polisi dulu  membuka blokir sejumlah Rp24,6 miliar yang dinyatakan tidak bermasalah.  Padahal mungkin dari jumlah tersebut, sebesar Rp1,9 miliar yang masuk  rekening Andi Kosasih perlu disidik.  
Harus objektif 
Dari heboh Susno ini nampaknya kita 'agak tergantung' pada Satgas  Pemberantasan Mafia Hukum bentukan Presiden, walau sebetulnya penegak  hukum lain bisa saja langsung bertindak tanpa menunggu Satgas.  Seharusnya kasus ini benar-benar menjadi momentum untuk memberantas  mafia hukum yang sudah sangat mewabah, dan jangan lagi hanya sekadar reality  show seperti yang dikhawatirkan banyak pihak. Kekhawatiran tersebut  bukan tanpa alasan karena bagaimanapun sudah sering kali masyarakat  disuguhi praktik hukum busuk yang terungkap dan dibeberkan media sebagai  fungsi kontrolnya ke masyarakat, tetapi ternyata hasilnya nihil. Semua  institusi dalam sistem peradilan pidana pernah mencederai rasa keadilan  masyarakat karena melakukan praktik mafia hukum, mulai dari pengadilan  dalam kasus Harini Wiyoso yang menyuap Mahkamah agung, kejaksaan dengan  kasus Urip dan Artalyta, kepolisian dan KPK terkait Anggodo bahkan juga  melibatkan jaksa agung muda, lembaga pemasyarakatan dengan sel eksklusif  Ayin dan tentu saja sekarang dengan kasus Gayus yang nampaknya  melibatkan seluruh sistem peradilan pidana minus lembaga pemasyarakatan.  Untuk ini, kita semua menunggu apakah 'keberanian Susno' bisa menjadi  momentum untuk memperbaiki seluruh sistem peradilan pidana ataukah  sekadar reality show dan sama seperti yang dulu lagi, tak  membuahkan apa pun. Semoga tidak!  
Oleh Dr Yenti Garnasih, SH MH Dosen Hukum Pidana Universitas  Trisakti
Opini Media Indonesia 31 Maret 2010
30 Maret 2010
» Home » 
Media Indonesia » Mafia Hukum Meluluhlantakkan Sistem Peradilan Pidana
Mafia Hukum Meluluhlantakkan Sistem Peradilan Pidana
Thank You!