18 Januari 2010

» Home » Solo Pos » Potret buram anak Indonesia

Potret buram anak Indonesia

Potret buram mewarnai wajah anak Indonesia. Akhir-akhir ini, berbagai jenis kejahatan kekerasan mengincar anak Indonesia secara mengerikan dan setiap saat meningkat. Kasus penculikan bayi di rumah sakit atau pusat kesehatan masyarakat di Semarang dan Jakarta, jug kasus anak usia sembilan tahun dimutilasi di daerah Cakung, Jakarta.



Korban sebelumnya disodomi oleh pelaku, seorang kakek berusia 55 tahun.
Kasus lainnya adalah bayi yang diculik dari salah satu Puskesmas di Jakarta. Di Semarang, ada bayi yang hilang dari rumah sakit. Dalam buku Pedoman Penegakan Hukum dan Perlindungan Korban dalam Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang yang diterbitkan oleh International Organization for Migration (IOM), disebutkan bahwa modus operandi perdagangan anak memang beragam.
Di antaranya adalah anak diculik pada saat pulang sekolah, lalu dibius dan dipindahkan untuk kemudian dilacurkan, anak-anak dikirim ke kota-kota besar atau ke luar negeri dengan alasan pelatihan atau menjadi tenaga kerja wanita (TKW), tetapi ternyata dipaksa bekerja di hotel, bahkan ada yang ditawari sebagai duta budaya kemudian dilacurkan.Selain itu, anak dijadikan pengantin pesanan di mana anak perempuan remaja dijanjikan dinikahkan dengan warga negara asing, tetapi kemudian oleh suaminya dijadikan pembantu rumah tangga atau dilacurkan.
Persoalan jual-beli bayi kini marak terjadi. Bahkan dilakukan dalam bentuk “pretelan”, yaitu bayi-bayi ini hanya dijual organ dalamnya saja atau yang disebut sebagai baby parts trafficking, yang dijual dalam pasar gelap. Terjadinya perdagangan anak ini juga diiringi dengan pemalsuan dokumen, dan dilakukan secara kerja berantai yang melibatkan banyak pihak termasuk saudara kandung, orangtua, adik, tetangga, dan orang-orang yang berhubungan kerabat dengan sang bayi/anak, dan tentu saja para broker.
Setiap bayi bisa dijual dengan harga US$ 2.000-5.000. Sebagian besar uang penjualan bayi secara gelap itu masuk ke kantong broker. Hanya sebagian kecil dari dana itu yang dialokasikan untuk ibu kandung. Perdagangan anak sudah termasuk international organized crime. Anak-anak yang diperdagangkan biasanya dipekerjakan secara tidak manusiawi. Pekerjaannya terburuk bagi anak, yaitu segala bentuk perbudakan, kerja paksa, dimanfaatkan dalam konflik bersenjata, pemanfaatan, penyediaan, atau penawaran anak untuk pelacuran, untuk kaum pedofilia, untuk produksi pornografi, atau untuk pertunjukan-pertunjukan porno. Juga kegiatan obat-obat terlarang, khususnya untuk produksi dan perdagangan obat terlarang. Dan pekerjaan yang sifat maupun tempatnya membahayakan kesehatan, keselamatan, dan moral anak.

Minoritas
Sebenarnya, pemerintah telah memiliki produk hukum untuk melindungi anak. Dalam UU No 23/2002 tentang Perlindungan Anak mengamanatkan pemerintah dan lembaga lain berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas yang terisolasi, anak yang tereksploitasi secara ekonomi dan atau seksual, serta anak yang diperdagangkan. Perlindungan juga wajib diberikan terhadap anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotik, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (Napza), anak korban penculikan, penjualan,dan perdagangan; anak yang menyandang cacat, serta anak korban perlakuan salah dan penelantaran.
UU Perlindungan Anak juga memberi sanksi, seperti dalam Pasal 80 ayat (3) bahwa barang siapa melakukan kekerasan hingga anak meninggal dunia, dijerat hukuman penjara paling lama 10 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 200 juta. Dalam tindak kekerasan dengan memaksa anak melakukan persetubuhan dengan pelaku, diancam hukuman pidana paling lama 15 tahun, dan denda paling banyak Rp 300 juta (Pasal 81).
Selain itu, dalam UU Nomor 21/2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, Pasal 2 menyebutkan tiap orang yang terlibat dalam sindikat penculikan, dapat dikenai hukuman penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp 600 juta. Namun demikian, implementasi terhadap substansi undang-undang tersebut oleh pemerintah pusat maupun daerah masih sangat lemah.
Seharusnya berbagai musibah terkait masalah anak tersebut mengusik kita semua, terlebih pihak pemerintah. Penculikan bayi tak boleh dibiarkan terus terjadi. Begitu juga pencabulan, kekerasan, pembunuhan terhadap anak-anak jalanan tak boleh terulang. Kasus-kasus bunuh diri apa pun alasannya harus ditekan.
Perlindungan anak tentu menjadi tanggung jawab orang tua, masyarakat,dan negara. Caranya, pertama, menjauhkan budaya kekerasan dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat, dan menyatakan bahwa kekerasan terhadap anak adalah kejahatan terhadap kemanusiaan dan harus diberantas sampai ke akar-akarnya. Kedua, strategi advokasi dengan intensitas keras dan penegakan hukum dengan menerapkan ancaman sanksi hukum maksimal yang berat dan konsisten. Hal ini untuk memberikan efek jera kepada pelaku.
Ketiga, mengeluarkan kebijakan negara yang bersifat teknis dalam melindungi anak dari segala bentuk tindak pelanggaran hak anak seperti tindak kekerasan (child abuse), diskriminasi, trafficking, dan perlakuan salah lainnya. Karena pembiaran atas pelanggaran hak-hak anak adalah refleksi rendahnya derajat keberadaan dan lemahnya empati kemanusiaan oleh negara.
Keempat, memenuhi hak-hak anak. Ada empat jenis hak dasar anak meliputi; hak hidup, hak untuk tumbuh dan kembang secara optimal, hak untuk berpartisipasi dan hak untuk mendapatkan perlindungan dari bermacam bentuk kekerasan dan penelantaran. Sedangkan kewajiban orang tua dalam hal ini adalah orang tua terhadap anak dapat diwujudkan dengan pemberian pendidikan, kesehatan, pengenalan etika, dan agama, Sedangkan kewajiban masyarakat adalah menciptakan lingkungan interaksi sosial yang positif sehingga anak bisa bersosialisasi dengan baik bersama dengan temantemannya maupun lingkungan sekitarnya.
Kelima, pemerintah bersama masyarakat luas harus kerja ekstra dalam upaya penyediaan dana, kepedulian, masalah keamanan, perbaikan nasib (perekonomian, pendidikan, kesehatan rakyat) merupakan faktor penting mengatasi persoalan potret buram anak di atas. Akhirnya, mari kita makin peduli terhadap anak. Anak adalah penerus perjuangan bangsa, yang menentukan nasib dan arah bangsa di masa mendatang. Maju dan mundurnya suatu bangsa sangat bergantung pada kualitas anak saat ini. - Oleh : Sutrisno, Guru SMPN 1 Wonogiri

Opini Solo Pos19 Januari 2010