PADA era perdagangan bebas sekarang ini, banyak orang yang bersikap pesimistis terhadap kemampuan produk-produk dalam negeri.
Berbagai rasio dan asumsi dibangun untuk membentuk sikap ini.Memang benar apa yang dikatakan oleh mereka yang beranggapan bahwa era perdagangan bebas sekarang, yang diberlakukan mulai tahun ini lewat free trade agreement dengan China membuka ancaman yang serius terhadap produk-produk lokal Indonesia.
Mental kita seolah dipojokkan dengan sikap tidak pede (percaya diri) saat menghadapi musuh bersama. Kita selalu di-under estimate-kan di negeri kita sendiri, seolah kemampuanya selalu di bawah dari mereka yang selalu diasumsikan di atas.
Adalah pertanyaan yang sederhana, bagaimana kita akan maju dan berkembang jika kita selalu dicekoki dengan ketakutan-ketakutan kita tentang gambar buram masa depan Indonesia?
Untuk meningkatkan kapasitas diri dibutuhkan sebuah kondisi yang kondusif, tidak hanya pada lingkungan sekitar, tetapi juga pada mental kita.
Kekuatan mental jauh lebih besar tingkat keberhasilannya dibanding dengan permasalahan teknis lapangan. Bukankah mereka yang sukses adalah mereka yang memiliki mental tangguh dan berani. Hal teknis dapat dengan mudah dipelajari dan ditiru.
Yang perlu dilakukuan sekarang adalah menggiring opini publik kita untuk memiliki rasa pede dengan dirinya, terlebih dengan produk buatan lokal.
Toh juga banyak produk-produk lokal kita yang mampu menembus pasar dunia, contoh sederhana adalah produk kerajinan eceng gondok dari Kabupaten Semarang, kerajinan bambu dari daerah Kedu, dan juga sebagian kerajinan sandal kulit dari Tegal.
Tetapi anehnya, masyarakat sekitar yang setiap hari bergelut dengan itu, malah malu memakai sandal dari kerajinannya sendiri. Hal tersebut terjadi karena mereka merasa tidak pede dengan hasil kerajinannya sendiri. Kenapa?.
Jika kita dapat meningkatkan rasa bangga dan saling percaya untuk memakai dan meningkatkan produk lokal, maka bukan mustahil pertumbuhan ekonomi Indonesia akan meningkat drastis.
Sudah saatnya paradigma trickle down effect -sistem ekonomi pasar yang menghendaki adanya sirkulasi modal dari atas ke bawah, yang justru berakibat pada pembentukan kaum borjuis di Indonesia- diubah oleh rakyat jelata Indonesia. Karena mau tidak mau merekalah yang seharusnya dapat menciptakan sistem pasar mereka sendiri.
Sebenarnya hal itu mudah dilakukan jika ada kebersamaan dan saling percaya antara pemerintah, para usaha kecil, distributor sampai pada tengkulak lalu didukung dengan kepercayaan publik yang besar terhadap produk itu.
Sayang, di Indonesia belum bisa menciptakan musuh bersama yang harus dihadapi, karena mereka malah asyik saling bermusuhan sendiri.
Pemerintah juga masih setengah-setengah dalam memercayai para usahawan lokal, terutama bagi pengusaha kecil.
Mereka masih dibatasi dalam peminjaman modal di bank pemerintah, walau sekarang agak mudah mengaksesnya. Penjaminan modal terhadap usaha kecil sangat penting, agar mereka tidak jatuh pada rentenir yang akan semakin memperburuk keadaan ekonomi kita.
Mengapa? Karena jika mereka sampai meminjam ke rentenir, hal itu artinya kepercayaan masyarakat miskin ke pemerintah sangat rendah, mereka beranggapan bahwa pemerintah tidak dapat menjamin kelangsungan usahanya dengan sedikit percaya untuk meminjamkan modal. Jika tidak ada saling percaya antara rakyat dan pemerintah, maka dapat dipastikan bahwa ekonomi rakyat tidak akan menjadi baik.
Yang menentukan berhasil tidaknya pangsa pasar dalam negeri dapat berkembang baik atau sebaliknya adalah kita sendiri, penduduk Indonesia. Karena kita adalah konsumen, maka kitalah yang menentukan akan beli ke mana.
Sudah sepantasnya percaya dengan saudara kita sendiri, karena kita senasib dan serasa sebagai sebuah bangsa. Kalaupun memang kualitasnya dianggap tidak lebih baik dari produk luar, maka tidak ada salahnya untuk sekadar membantu saudara kita.
Masyarakat harus pede dengan produk-produk lokal Indonesia. Begitu juga para pengusaha lokal harus pede dengan hasil usahanya. Sedangkan pemerintah juga semestinya dengan pede membantu permodalan dan hal-hal lain yang terkait demi pengembangan usaha lokal.
Jika semuanya merasa pede abis dengan keindonesiaannya, entah rakyat, pengusaha ataupun pemerintah, maka tidak berlebihan jika penulis berani dengan pede pula mengatakan bahwa Indonesia akan mampu bangkit dari keterpurukannya.
Indonesia butuh gerakan pede nasional, yaitu dengan membangun kepercayaan diri daerah. Kepedean daerah adalah sebuah keadaan di mana potensi pasar daerah dapat berjalan dengan baik, tingkat kepercayaan penduduk untuk mengonsumsi produk asli daerah sangat tinggi sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat bawah yang sebagian besar bergerak pada sektor usaha kecil. (10)
— Anas Maulana, pengusaha jamur tiram, Ketua Senat Mahasiswa STAIN Salatiga 2009-2010
Wacana Suara Merdeka 19 Januari 2010