02 Oktober 2009

» Home » Suara Merdeka » Rambu-rambu Pemilihan Menteri

Rambu-rambu Pemilihan Menteri

Nabi Muhammad SAW pernah mengingatkan bahwa pilihlah seseorang berdasarkan keahliannya untuk menempati posisi tertentu. Sabda ini sangatlah relevan dalam konteks pemilihan menteri-menteri kabinet mendatang. Pemikir abad ini seperti Alan Keith juga mendukung apa yang dikatakan oleh Nabi SAW. Alan mengatakan bahwa Leadership is ultimately about creating a way for people to contribute to making something extraordinary happen.
Jelas bahwa para menteri dipilih tidak untuk mengerjakan tugas-tugas yang mudah untuk dilakukan sehingga persyaratan untuk menjadi menteri sangatlah mudah. Jika ini yang terjadi di mana persyaratan menjadi menteri akan menjadi sangat mudah, akan terjadi proses politik dagang sapi. Artinya, presiden terpilih sudah tidak mengacu kepada apa yang dikatakan Nabi SAW. Bahkan, Fukuyama berani menjamin seandainya para pemimpin dipilih sesuai dengan keahliannya, social capital juga akan terbentuk dan berkembang seperti huruf S.

Dan, kemampuan pemimpin dalam hal ini presiden untuk mempertahankan agar social capital tersebut tidak mengalami penurunan, menuntut presiden untuk memberikan rambu-rambu yang jelas bagi para menterinya tersebut (sekalipun mereka merupakan pihak-pihak yang ahli pada bidangnya masing-masing). Misalnya, presiden dengan jelas mengatakan kepada para calon menterinya bahwa mereka akan dipecat, seandainya gagal untuk mencapai target tersebut sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan. Para politikus tentu akan berkilah bahwa posisi menteri adalah posisi politis sehingga persyaratan bahwa posisi menteri harus dipilih oleh ahlinya, tidak perlu berlaku. Para politikus lupa bahwa seperti yang dikatakan Weber, para menteri akan memimpin birokrasi, namun dengan menggunakan asumsi bahwa birokrasi yang ada berbentuk organisasi yang rasional. Padahal, birokrasi cenderung mengalami permasalahan, di mana survei dari World Economic Forum di Davos selalu menempatkan birokrasi Indonesia sebagai masalah utama yang memberatkan daya sang usaha di Indonesia. Artinya, government effectiveness menjadi pertanyaan besar yang tidak dapat dijadikan paradigma yang bersifat taken for granted. Sebagai contoh adalah peningkatan reward untuk karyawan Departemen Keuangan tidaklah menjamin bahwa produktivitas mereka menjadi lebih baik, buktinya penerimaan pajak justru mengalami kemandekan.

Belum lagi, lambannya penyerapan anggaran sehingga membuat stimulus APBN menjadi semakin tidak efektif. Reformasi birokrasi memerlukan ahlinya. Peter Drucker juga sudah mengingatkan bahwa dalam organisasi cenderung terjadi ketidakefektifan. Ia mengatakan People in any organization are always attached to the obsolete - the things that should have worked but did not, the things that once were productive and no longer are. Dapat dibayangkan jika permasalahan ini terus terjadi secara akumulatif. Dengan demikian, seorang menteri tidak hanya cakap di bidang teknis dalam kementerian tersebut, tetapi juga dituntut cakap untuk memiliki kemampuan mereformasi birokrasi agar government effectiveness cepat tercipta. Ada baiknya pemerintah belajar dari Roosevelt yang menggunakan platform partai sebagai tulang punggung dalam memberikan tugas bagi para menteri-menterinya. Pada masa itulah, Amerika Serikat memacu pembangunannya melebihi periode-periode sebelumnya sehingga mengungguli Inggris, yang pada saat itu menjadi super power. Roosevelt mengatakan, Immediate and drastic reductions of all public expenditures, abolishing useless commissions and offices, consolidating bureaus and eliminating extravagances reductions in bureaucracy, and for a sound currency to be maintained at all hazards.

Roosevelt menerapkan program partai menjadi program nasional yang berlandaskan distribusi kekayaan. Ia mengatakan, Throughout the nation men and women, forgotten in the political philosophy of the Government, look to us here for guidance and for more equitable opportunity to share in the distribution of national wealth... I pledge you, I pledge myself to a new deal for the American people... This is more than a political campaign. It is a call to arms.

Kemampuan Roosevelt mereformasi birokrasi bukan hanya membawa Amerika Serikat menjadi negara super power, tetapi juga menjadikannya presiden selama empat periode secara berturut-turut, hingga akhirnya hanya kematian yang menghentikan derap langkah Roosevelt memimpin Amerika Serikat. Untuk menjadi super power, Roosevelt berani mengkritik Inggris yang pada saat itu merupakan negara super power. Ia dengan lantang di depan Churchill mengatakan, It's in the American tradition, this distrust, this dislike and even hatred of Britain – the Revolution, you know, and 1812; and India and the Boer War, and all that. There are many kinds of Americans of course, but as a people, as a country, we're opposed to Imperialism—we can't stomach it.

Kemenangan Partai Demokrat di Indonesia jika ditindaklanjuti dengan mengikuti langkah Roosevelt, bukan saja akan membawa Indonesia menjadi negara maju pada tahun 2025, tetapi juga akan memposisikan Partai Demokrat sebagai partai utama di Indonesia beberapa dekade mendatang. Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) harus berani secara tegas fokus kepada target yang harus dicapai oleh kabinet mendatang. Fred Fiedler mengatakan bahwa seorang pemimpin dapat terperangkap dalam situational contingency. Model yang dikembangkan Fred terungkap dalam pernyataannya, those who tend to accomplish the task by developing good-relationships with the group (relationship-oriented), and those who have as their prime concern carrying out the task itself (task-oriented).

Untuk itu, SBY juga harus menyeleksi para menterinya sehingga tidak memilih menteri yang justru berorientasi pada relationship oriented dan bukan task oriented.

Sudah seyogyanya para menteri ini harus mengikuti psikotes sehingga risiko salah pilih dapat diminimalisasi. Jika ada calon menteri yang menolak untuk melakukan psikotes, selayaknya dia segera dicoret dari daftar calon menteri. Mudah-mudahan kabinet mendatang berisi para menteri yang terbaik dari yang ada! Jika para menterinya sudah terpilih, program restrukturisasi birokrasi haruslah membentuk sifat-sifat birokrat yang mendukung program pemerintah.

Hersey dan Blanchard mengatakan bahwa sifat-sifat pemimpin dan yang dipimpin haruslah sejalan. Jika birokrasi tidak direformasi, sifat-sifat birokrat yang buruk akan menentukan terpilihnya menteri-menteri dengan sifat-sifat yang buruk pula.

Roosevelt sudah mengajarkan dengan nyata bahwa restrukturisasi birokrasi yang dijalankan seiring dengan program pemerintah yang tepat, termasuk dalam memilih menteri yang tepat, akan menghasilkan kinerja pembangunan yang luar biasa. Peter Drucker juga mengatakan bahwa keefektifan pemimpin sebetulnya dapat dipelajari dan dikuasai.

Ia juga mengatakan, To focus on contribution is to focus on effectiveness.
 
Akhirnya, kesimpulannya sangat jelas, yaitu sesuai dengan yang dikatakan oleh Nabi bahwa berikan segala sesuatu kepada ahlinya.

Opini Republika 3 Oktober 2009
A Deni Daruri
(Presiden Direktur Center For Banking Crisis)