Lembaga pengawal kode etik jurnalistik, Dewan Pers mengambil langkah tegas dengan membeberkan pelanggaran kode etik wartawan yang dilakukan oleh sejumlah oknum wartawan terkait dengan pembelian saham perdana PT Krakatau Steel.
Pelanggaran dimaksud berupa penyalahgunaan profesi serta pemanfaatan jaringan yang dimiliki sejumlah wartawan peliput di Bursa Efek Indonesia (BEI). Bahkan Ketua Komisi Pengaduan Masyarakat dan Penegakan Etika Pers Dewan Pers, Agus Sudibyo pada 1 Desember lalu mengungkapkan bahwa tindakan tersebut telah menimbulkan konflik kepentingan (conflict of interest) yang menjurus pada kepentingan personal wartawan yang bersangkutan.
Gebrakan Dewan Pers yang dengan gagah berani menjatuhkan putusan professional itu tentu patut diapresiasi. Kemauan untuk menciptakan jurnalistik professional di tanah air setidaknya juga tersirat dari apa yang dilakukan oleh Dewan Pers kali ini. Jika system dan pengawasan yang demikian terus dipupuk dan ditumbuhkembangkan, maka niscaya pers yang merdeka dengan menjunjung tinggi kode etik dan keprofesionalan akan dapat terwujud dengan baik.
Di samping itu, adanya sikap legowo yang digulirkan sejumlah media, khususnya yang memiliki keterkaitan langsung dengan masalah ini juga menjadi cerminan bahwa tingkat keprofesionalan pers di tanah air sudah mulai mendekati titik terang. Bahkan adanya wartawan yang merespon kasus ini dengan mengundurkan diri dari profesi kewartawanannya patut dimaknai sebagai bentuk kedewasaan para jurnalis dalam menyikapi persoalan yang ada. Setidaknya dengan sikap yang demikian, media dan wartawan yang bersangkutan telah turut berperan serta dalam mengawal nama baik kalangan jurnalistik.
Tradisi pembelaan membabi buta dari berbagai institusi ketika salah satu personilnya tersandung masalah krusial ternyata tidak turut menjalar dalam sejumlah media. Semangat korps yang berlebihan begitu cenderung menjadi problem penghambat dalam penegakan regulasi di berbagai institusi negeri ini. Namun kondisi yang demikian ternyata tidak beranak pinak dalam dunia jurnalistik tanah air.Berperan Ganda
Harus diakui bahwa kendati Dewan Pers selalu berupaya melakukan penegakan disiplin kode etik pemburu berita, namun fakta di lapangan bahwa masih saja ditemukan sejumlah oknum wartawan yang justru berperan ganda dalam menjalankan tugas kewartawanannya. Bahkan tidak sedikit diantara mereka yang lebih mengedepankan profesi sebagai pemburu "materi" dengan memperalat kesaktian identitas jurnalistiknya. Mengungkit berbagai kesalahan dan kelalain pejabat public yang dibarengi dengan sejumlah ancaman begitu kerap menjadi persoalan yang merusak citra dan nama baik kalangan jurnalistik.
Umumnya sikap dan karakter yang demikian tumbuh subur di berbagai media yang tidak jelas juntrungannya. Media dengan kondisi "hidup segan mati tak mau" begitu kerap terjebak dalam praktik-praktik terselubung rutinitas jurnalistik yang justru sangat berpotensi merongrong keprofesionalan para jurnalis. Memang dalam situasi yang demikian, wartawan yang bersangkutan sering diperhadapkan pada kondisi dilematis.
Ketidakmampuan media tempatnya mengabdi dalam memberikan jaminan kesejahteraan menjadi salah satu persoalan krusial. Disisi lain, tuntutan hidup yang kian menggunung seiring dengan perjalanan waktu tidaklah bisa ditunda-tunda. Pada saat itulah, para jurnalis sering terjebak dengan menggadaikan keprofesionalannya demi mempertahankan kebutuhan hidup.
Guna mengurai persoalan ini, setidaknya pemerintah harus berupaya dalam memperketat regulasi pendirian media, baik cetak maupun elektronik. Kalau memang media yang bersangkutan tidak mampu memberikan jaminan kesejahteraan hidup bagi para personilnya, maka ada baiknya pendirian media yang demikian dipertimbangkan kembali. Karena peluang terjadinya praktik-praktik penyalahgunaan wewenang akan terbuka lebar yang pada akhirnya justru akan merongrong dan menenggelamkan reputasi media lainnya.
Namun terlepas dari persoalan dilematis tersebut, para jurnalis harus selalu diingatkan dengan tugas utamanya yang sudah digariskan sejak awal kelahiran pers. Setidaknya bahwa secara umum, pers dibebani dengan tiga fungsi, pertama, bahwa pers berfungsi untuk menyampaikan informasi seluas-luasnya dan secepat mungkin kepada public. Penyampaian informasi dimaksud juga masih diikat dengan sejumlah criteria dasar, mulai dari sifat aktualnya, akurat, jujur, berimbang dan membawa sejumlah manfaat.
Kedua, pers juga dibebani tanggungjawab sebagai alat edukasi. Artinya bahwa setiap penyebarluasan informasi harus berada dalam koridor dan kerangka yang sifatnya mendidik. Fungsi ini patut dimaknai sebagai peran pers yang paling mulia karena mampu memberikan dan menyuguhkan beragam informasi yang berpeluang untuk membangun kemajuan bangsa.
Ketiga, pers juga harus mampu berdiri sebagai alat koreksi melalui suguhan berita yang disodorkan. Fungsi koreksi ini memang begitu kerap mendapat perlawanan dari para pihak yang menjadi objek pemberitaan. Namun demikian, harus dipahami pula bahwa melalui fungsi inilah public umumnya mendapat pencerahan terkait dengan beragam persoalan yang sedang terjadi.Amanah Sosial
Sebagaimana dijelaskan oleh Wilbur Schramm dalam men, messages dan media (1973) bahwa bagi masyarakat luas, pers tidak lain adalah merupakan weatcher, teacher dan forum (pengamat, guru dan forum). Pandangan Wilbur menunjukkan bahwa pers adalah merupakan salah satu kebutuhan bagi public dalam memahami, mempelajari dan mendiskusikan setiap persoalan yang tengah bergejolak ditengah-tengah masyarakat luas.
Tidak dapat disangkal bahwa pers merupakan lembaga ekonomi yang berorientasi komersil. Bagaimanapun teramat sulit membayangkan media mampu bertahan eksis tanpa dibarengi dengan sumber pendanaan yang memadai. Keuntungan financial yang secara umum diperoleh melalui pemasangan iklan dan juga oplah pasar media yang bersangkutan menjadi nyawa kehidupan bagi media.
Kendati demikian, tentu alasan itu tidaklah dapat dijadikan senjata untuk meluluhlantakkan tanggungjawab social pers. Bagaimanapun, pers sebagai salah satu pilar demokrasi harus berjalan dalam koridor dan mekanisme yang sudah digariskan. Sehingga dengan demikian, maka kredibilitas dan profesionalitas pers akan dapat terjaga dan kepercayaan public terhadap media akan terus bertumbuh seiringn dengan konsistensi pers dalam mengemban amanah sosialnya.
Penulis Adalah Pengajar di Fakultas Hukum Universitas HKBP Nommensen Medan; sedang studi di Program Pascasarjana UGM Yogyakarta.
Opini Analisa Daily 15 Desember 2010