MULAI 27 Juni masyarakat di Jateng mulai disibukkan dengan kegiatan memasukkan anak ke sekolah atau jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Bila anaknya belum pernah bersekolah, tentu pilihannya memasukkan ke pendidikan anak usia dini (PAUD), baik yang formal (TK/ RA) maupun nonformal (playgroup dan sejenisnya). Bila sudah selesai pendidikan di PAUD, anak selanjutnya dimasukkan ke sekolah dasar (SD/ sederajat) dan seterusnya. Itulah kesibukan orang tua yang anaknya masih bersekolah pada awal tahun ajaran 2011/2012 yang akan dimulai pada 11 Juli mendatang.
Mengapa anak harus disekolahkan (melalui pendidikan)? Karena pendidikan merupakan fundamental totalitas kehidupan. Pendidikan bukan segala-galanya tapi semua itu berawal dari itu mengingat pola pendidikan yang baik bisa melahirkan sosok yang paham akan hak dan kewajibannya, baik sebagai individu, kelompok, maupun sebagai mahluk Tuhan.
Pertambahan penduduk, makin tingginya tuntutan masyarakat untuk mendapatkan pendidikan, serta kepesatan perkembangan ilmu pengetahuan modern butuh fondasi pendidikan yang kokoh pula. Di lain pihak, perkembangan teknologi mempermudah manusia mengelola alam dan lingkungan tetapi sekaligus bisa menjadi ancaman. Untuk itulah diperlukan institusi pendidikan (sekolah) yang berkualitas.
Dalam konteks itu, orang tua berlomba-lomba mencarikan sekolah yang terbaik bagi anaknya. Sebagian orang tua beranggapan indikator itu adalah gedung megah, sarana dan prasarana lengkap, dan berstatus rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) atau sekolah bertaraf internasional (SBI). Paling tidak sekolah standar nasional (SSN) atau sedikit di bawah itu. Ringkasnya, sekolah yang cukup dikenal atau terkenal di masyarakat dan punya sederet prestasi.
Pandangan itu tidak salah karena sekilas memang sekolah seperti itu cukup menjanjikan kemenangan dalam persaingan meraih peluang dan kesempatan yang lebih baik pada masa depan. Terlebih bila tinjauannya hanya dari sudut duniawi. Padahal yang kita cari tidak hanya sukses di dunia tetapi juga di akhirat. Di sinilah letak kejelian orang tua memilihkan sekolah anak. Memilihnya harus menggunakan nurani, dan memilah sekolah yang bisa mengantarkan anak sukses di dunia dan akhirat.
Berkaitan dengan mutu sekolah maka pengelola perlu selalu melakukan pembaruan. Institusi sdekolah harus adaptif dan adaptatif sesuai dengan tuntutan dan harapan masyarakat. Pembaruan pada tingkatan makro meliputi inovasi manajemen, organisasi, dan kebijakan. Pada tingkatan mikro menyangkut inovasi pengelolaan kurikulum, tenaga kependidikan, sumber belajar, serta sarana dan prasarana.
Sebagai institusi yang arahnya mendidik anak sukses di dunia dan di akhirat, madrasah (RA/MI/MA) selalu melakukan pembaruan pada tingkat makro dan mikro. Madrasah melakukan inovasi untuk mengarahkan anak didik sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya sebagai makhluk Tuhan, secara vertikal dan horizontal. Efek kumulatif dari pendidikan fungsional itu adalah terbentuklah karakter personal dan kebudayaan atau peradaban komunal mulia.
Di dalamnya, ada keterjaminan keimanan, ketakwaan, keselamatan, dan kesejahteraan anak didik. Salah satu bukti keberhasilan pendidikan fungsional di madrasah (RA/MI/MA) adalah belum adanya laporan bahwa ada siswa madrasah terlibat tawur antarpelajar. Semua pihak memahami bahwa tawuran, membolos, atau mabuk-mabukan bukan konsep pendidikan fungsiona. Madrasah menggarisbawahi bahwa hidup itu harus hablumminallah dan habluminannas.
Dalam mempersiapkan anak didik memenangi persaingan meraih peluang dan kesempatan yang lebih baik pada masa depan, madrasah juga mendasarkan pada konsep mempersiapkan kecerdasan dan keterampilan serta mempersiapkan akhlak dan disiplin. Mempersiapkan mental sangat diperlukan, terutama untuk membekali dengan iman dan takwa sehingga mereka dapat menghayati keberadaannya sebagai bangsa dan makhluk Tuhan.
Selain membekali anak didik dengan iptek, madrasah juga mengenalkan dengan baik agama dan kepercayaan. Harapannya, dengan memahami ajaran agama dan mengamalkannya dalam kehidupan nyata maka iman dan takwa para siswa dapat menjadi kekuatan mental dan daya rohani yang ikut mengawasi batin supaya berlaku taat asas. Anak akan konsisten dan istikamah dalam berjuang mencapai cita-cita, dan tidak ingin menyimpang dari garis itu. (10)
— Drs Kukuh Sudarmanto SSos SH MM, pemerhati masalah pendidikan, alumnus Magister Manajemen Undip, tinggal di Semarang
Mengapa anak harus disekolahkan (melalui pendidikan)? Karena pendidikan merupakan fundamental totalitas kehidupan. Pendidikan bukan segala-galanya tapi semua itu berawal dari itu mengingat pola pendidikan yang baik bisa melahirkan sosok yang paham akan hak dan kewajibannya, baik sebagai individu, kelompok, maupun sebagai mahluk Tuhan.
Pertambahan penduduk, makin tingginya tuntutan masyarakat untuk mendapatkan pendidikan, serta kepesatan perkembangan ilmu pengetahuan modern butuh fondasi pendidikan yang kokoh pula. Di lain pihak, perkembangan teknologi mempermudah manusia mengelola alam dan lingkungan tetapi sekaligus bisa menjadi ancaman. Untuk itulah diperlukan institusi pendidikan (sekolah) yang berkualitas.
Dalam konteks itu, orang tua berlomba-lomba mencarikan sekolah yang terbaik bagi anaknya. Sebagian orang tua beranggapan indikator itu adalah gedung megah, sarana dan prasarana lengkap, dan berstatus rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) atau sekolah bertaraf internasional (SBI). Paling tidak sekolah standar nasional (SSN) atau sedikit di bawah itu. Ringkasnya, sekolah yang cukup dikenal atau terkenal di masyarakat dan punya sederet prestasi.
Pandangan itu tidak salah karena sekilas memang sekolah seperti itu cukup menjanjikan kemenangan dalam persaingan meraih peluang dan kesempatan yang lebih baik pada masa depan. Terlebih bila tinjauannya hanya dari sudut duniawi. Padahal yang kita cari tidak hanya sukses di dunia tetapi juga di akhirat. Di sinilah letak kejelian orang tua memilihkan sekolah anak. Memilihnya harus menggunakan nurani, dan memilah sekolah yang bisa mengantarkan anak sukses di dunia dan akhirat.
Berkaitan dengan mutu sekolah maka pengelola perlu selalu melakukan pembaruan. Institusi sdekolah harus adaptif dan adaptatif sesuai dengan tuntutan dan harapan masyarakat. Pembaruan pada tingkatan makro meliputi inovasi manajemen, organisasi, dan kebijakan. Pada tingkatan mikro menyangkut inovasi pengelolaan kurikulum, tenaga kependidikan, sumber belajar, serta sarana dan prasarana.
Sebagai institusi yang arahnya mendidik anak sukses di dunia dan di akhirat, madrasah (RA/MI/MA) selalu melakukan pembaruan pada tingkat makro dan mikro. Madrasah melakukan inovasi untuk mengarahkan anak didik sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya sebagai makhluk Tuhan, secara vertikal dan horizontal. Efek kumulatif dari pendidikan fungsional itu adalah terbentuklah karakter personal dan kebudayaan atau peradaban komunal mulia.
Di dalamnya, ada keterjaminan keimanan, ketakwaan, keselamatan, dan kesejahteraan anak didik. Salah satu bukti keberhasilan pendidikan fungsional di madrasah (RA/MI/MA) adalah belum adanya laporan bahwa ada siswa madrasah terlibat tawur antarpelajar. Semua pihak memahami bahwa tawuran, membolos, atau mabuk-mabukan bukan konsep pendidikan fungsiona. Madrasah menggarisbawahi bahwa hidup itu harus hablumminallah dan habluminannas.
Dalam mempersiapkan anak didik memenangi persaingan meraih peluang dan kesempatan yang lebih baik pada masa depan, madrasah juga mendasarkan pada konsep mempersiapkan kecerdasan dan keterampilan serta mempersiapkan akhlak dan disiplin. Mempersiapkan mental sangat diperlukan, terutama untuk membekali dengan iman dan takwa sehingga mereka dapat menghayati keberadaannya sebagai bangsa dan makhluk Tuhan.
Selain membekali anak didik dengan iptek, madrasah juga mengenalkan dengan baik agama dan kepercayaan. Harapannya, dengan memahami ajaran agama dan mengamalkannya dalam kehidupan nyata maka iman dan takwa para siswa dapat menjadi kekuatan mental dan daya rohani yang ikut mengawasi batin supaya berlaku taat asas. Anak akan konsisten dan istikamah dalam berjuang mencapai cita-cita, dan tidak ingin menyimpang dari garis itu. (10)
— Drs Kukuh Sudarmanto SSos SH MM, pemerhati masalah pendidikan, alumnus Magister Manajemen Undip, tinggal di Semarang
Wacana Suara Merdeka 25 Juni 2011