Banyak kalangan dan pengamat yang mengungkapkan bahwa peristiwa di Mesir selama beberapa pekan terakhir serupa dengan peristiwa jatuhnya rezim Orde Baru 13 tahun yang lalu di Indonesia.
Banyak juga yang mempertanyakan kemungkinan Indonesia mengalami hal serupa dengan Mesir.
Dalam tingkatan tertentu, memang pendapat-pendapat yang dikemukakan oleh beberapa pengamat tersebut ada benarnya. Namun kesamaan Indonesia dan Mesir hanya sebatas pada aspek proses jatuhnya pemerintahan yang telah berkuasa selama 30 tahun. Hanya itu saja yang dapat dikatakan serupa dengan Indonesia. Indonesia tidak akan mengalami hal serupa lagi dengan Mesir, karena Indonesia sudah mengalami hal tersebut 13 tahun lalu.
Hal terpenting yang membedakan Indonesia dan Mesir adalah saat ini Mesir sedang dalam proses awal untuk mendirikan negara yang demokratis, sedangkan Indonesia sudah berada dalam proses untuk menjadi negara yang lebih demokratis. Yang harus dipikirkan oleh Indonesia saat ini adalah kemungkinan berakhirnya demokrasi di Indonesia seperti halnya Thailand pada tahun 2006.
Mengapa demikian? Satu hal yang tidak dapat disangkal, demokrasi di Indonesia relatif masih muda dan masih sangat rapuh, sehingga segala sesuatu dapat saja terjadi.
Kekesalan rakyat Indonesia yang ditunjukkan dengan sejumlah aksi demonstrasi karena berbagai permasalahan seperti tindakan korupsi yang marak terjadi dan sikap kurang tegas pemerintah dalam menangani kasus korupsi; kesenjangan dalam kesejahteraan ekonomi; tingginya tingkat pengangguran; meningkatnya aksi-aksi kekerasan yang dilatarbelakangi perbedaan kepercayaan; serta tidak efektifnya kinerja birokrasi pemerintah, dapat menjadi masalah krusial bagi kelangsungan demokrasi di Indonesia.
Lalu apa hubungannya Thailand dengan demokrasi Indonesia? Dahulu Thailand sempat dipandang sebagai model demokrasi di Asia Tenggara dan Indonesia dahulu sangat jauh dari bentuk demokrasi. Sekarang lihatlah apa yang terjadi, demokrasi sudah pudar di Thailand. Saat ini Indonesia dan Thailand telah berganti posisi. Thailand sudah bukan lagi merupakan model demokrasi di Asia Tenggara, status itu sekarang dimiliki oleh Indonesia. Pada tahun 2009, Freedom House bahkan mengklasifikasikan Indonesia sebagai satu-satunya negara ASEAN yang bebas dan demokratis.
Pada kenyataanya, demokrasi di Indonesia masih sangat muda dan rapuh, tetapi, demokrasi di Indonesia tidak akan berakhir dengan melalui proses seperti di Thailand.
Demokrasi di Thailand berakhir karena kudeta militer, sedangkan kudeta militer di Indonesia merupakan suatu hal yang tidak mungkin terjadi. Militer Indonesia hingga saat ini tidak memiliki niat dan kapabilitas untuk melakukan kudeta (Laksmana, 2008). Berbeda dengan Thailand, Indonesia saat ini tidak memiliki tokoh militer yang kuat dan mampu untuk menggalang dukungan masyarakat. Sementara itu, Thailand memiliki beberapa tokoh militer yang memiliki kapabilitas untuk menempati kursi kepemimpinan bila terjadi kudeta. Selain itu, militer Indonesia memiliki pandangan bahwa militer terbentuk dari rakyat, sehingga bila mengacu pada anggapan tersebut, akan sangat sulit untuk memiliki legitimasi politik bila kudeta dilakukan tanpa adanya dukungan dari rakyat. Hal tersebut tentu akan merusak usaha militer yang selama ini berusaha untuk mengubah citranya dari instrumen politik di masa lalu.
Butuh Ketegasan Pemerintah
Akan tetapi, demokrasi di Indonesia masih jauh dari sempurna. Indonesia masih harus menghadapi berbagai macam tantangan. Tantangan yang paling penting adalah efektivitas kinerja pemerintah dalam mengatasi segala permasalahan yang ada. Memang benar pemerintah memiliki tugas yang berat, tetapi ketegasan dari pemerintah harus diperlihatkan. Kurang tegasnya pemerintah dalam mengatasi masalah-masalah krusial akan membuat masalah ini menjadi semakin pelik. Selain itu, kepercayaan masyarakat pada kinerja dan efektivitas pemerintah pun akan semakin berkurang. Dengan begitu, pada akhirnya pemerintah tidak akan memiliki legitimasi.
Legitimasi politik merupakan hal yang sangat penting karena hal tersebut menunjukkan bahwa masyarakat memberikan kepercayaan pada pemimpin negara untuk menyejahterakan dan memberikan yang terbaik bagi bangsa.
Hal yang diperlukan oleh Indonesia supaya demokrasi tidak berakhir seperti apa yang terjadi di Thailand adalah suatu pemerintahan demokratis yang tegas. Persepsi pemerintahan yang tegas bukanlah “tegas” seperti halnya pemerintahan di masa Orde Baru. Melainkan, pemerintahan yang memiliki visi yang jelas mengenai arah negara ini, birokrasi yang kokoh, institusi-institusi demokratis (partai politik) yang berkomitmen untuk memajukan negara, dan tidak mementingkan partai semata.
Memang hal ini terlihat sebagai solusi yang “sederhana”, namun justru itulah yang diperlukan agar kepercayaan masyarakat tidak hilang. Legitimasi politik pun akan kokoh apabila tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahnya tinggi. Seperti yang diungkapkan Aleksius Jemadu (2010), seorang ahli dan akademikus hubungan internasional, “the personal integrity of its leaders is what will sustain a political system by attracting popular support and strengthening moral legitimacy.”
Berakhirnya demokrasi di Indonesia karena kudeta militer seperti di Thailand sangatlah jauh kemungkinannya. Situasi politik Indonesia dan Thailand yang berbeda menyebabkan kecilnya kemungkinan hilangnya demokrasi di Indonesia untuk identik dengan apa yang terjadi Thailand.
Namun, sangat disayangkan, kemungkinan runtuhnya demokrasi di Indonesia masih tetap ada.
Pernyataan Marcus Mietzner (2010) sangat tepat untuk menggambarkan demokrasi Indonesia saat ini: “Indonesia’s Democracy, despite its successes remains vulnerable.”
OLEH: BENI SASTRANEGARA
Penulis bekerja sebagai peneliti bidang politik dan hubungan internasional di Strategic Asia Indonesia, salah satu perusahan konsultansi Indonesia di bidang kebijakan dan fasilitasi bisnis ke bisnis di antara negara China, India, dan Indonesia.
Opini Sinar Harapan 17 Februari 2011
17 Februari 2011
Rapuhnya Demokrasi di Indonesia
Thank You!