BENCANA tanah longsor dan banjir kerap terjadi di mana-mana. Musibah tersebut terjadi akibat kondisi lingkungan dan alam yang rusak. Ironisnya, akibat yang ditimbulkan bukan hanya harta ,tak jarang korban manusia juga berjatuhan.
Tiap bencana alam yang memakan korban jiwa selalu memancing keprihatinan banyak pihak. Sayangnya, perilaku manusia yang merusak alam hingga hari ini masih tetap berlangsung. Meski beberapa kali pihak terkait melakukan pencegahan, pada lain waktu, upaya serupa masih saja terulang.
Kita tahu, penebangan hutan liar di lahan milik pemerintah telah dilakukan secara membabi-buta. Sebagian besar kawasan hutan, dari Jawa hingga luar Jawa ludes dibabat penjarah yang tidak bertanggung jawab. Hutan lindung yang semula rimbun pun seketika menjadi tanah lapang yang ”tak berguna”.
Eksploitasi lahan dan penambangan pasir ilegal, juga sama, hanya memperhitungkan aspek ekonomi. Demi hasil pertanian yang tinggi, pohon pelindung dibabati. Mereka tidak sadar eksploitasi lahan, meski secara ekonomi menguntungkan, beberapa tahun ke depan bisa merugikan karena lingkungan dan alamnya jadi rusak.
Mereka seolah tak sadar, dampak yang ditimbulkan berakibat merugikan anak cucu kita mendatang. Lalu bagaimana posisi kaum ibu atau perempuan dalam ikut melakukan penyelamatan alam dan lingkungan?
Kampanye Gerakan Indonesia Menanam yang diikuti Gerakan Ibu Menanam yang bergaung di mana-mana seakan memberi angin segar. Pasalnya, kerusakan alam yang parah tersebut telah menggugah kesadaran kaum hawa untuk ikut peduli dengan lingkungan.
Para aktivis atau pegiat perempuan dengan menyingsingkan lengan baju, tak segan-segan, terjun langsung ke lahan-lahan kritis untuk menanam pohon. Mereka berharap dengan terlibat secara langsung, sedikit banyak, akan ikut mengatasi kerusakan alam.
Kampanye program Gerakan Perempuan Menanam, diharapkan diikuti Ibu-ibu yang lain untuk melakukan hal yang sama di mana pun mereka berada. Jenis pohon yang ditanam bisa apa saja. Dari jenis bunga, tanaman buah-buahan hingga tanaman keras yang lain. Kaum ibu juga bisa mengajarkan pada anak sejak dini agar gemar menaman. Sebab, apa yang mereka tanam saat ini, boleh jadi hasilnya akan dinikmati puluhan tahun ke depan, dan pada saat itu anak-anak sudah tumbuh jadi besar dan dewasa.
Jika budaya menanam sudah ditanamkan sejak kecil, tidak menutup kemungkinan kesadaran menjaga dan melestarikan alam, akan terus terpilihara sampai kapan pun. Budaya menanam akan membawa anak gemar terhadap lingkungan tidak sebaliknya merusak alam.
Hari Ibu Selain Gerakan Ibu Menanam, upaya yang tak kalah penting bagi perempuan adalah tidak suka membuang sampah plastik secara sembarangan. Diakui atau tidak, perempuan paling banyak bersentuhan dengan barang-barang yang terbuat dari plastik.
Aktivitas belanja dan masak di dapur, sudah sering kita tahu, sering mengunakan bungkus plastik dan jika sudah tidak terpakai dibuang begitu saja. Perilaku seenaknya membuang plastik di sembarang tempat, bahayanya tak kalah serius dengan dampak kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh penebangan hutan, eksploitasi lahan, atau penambangan pasir liar.
Plastik yang dibuang sekenanya, membuat strukutur tanah rusak karena plastik yang terkubur dalam tanah tidak akan mudah busuk. Tanah yang di dalamnya terkandung banyak plastik, sudah barang tentu kehilangan kesuburannya. Tanah yang tidak subur menyebabkan pohon yang kita tanam tidak akan hidup.
Karena itu, kaum ibu harus bisa memperlakukan sampah plastik secara bijaksana. Plastik yang sudah tidak bisa dimanfaatkan bisa dikumpulkan untuk dimusnahkan dengan cara dibakar. Kalau tidak, bisa juga dikumpulkan untuk diserahkan pemulung agar bisa dijual untuk didaur ulang.
Tindakan memanfaatkan plastik untuk pemulung, malah bisa berfungsi ganda. Selain memberikan kesempatan pemulung mengais rezeki sekaligus menyelamatkan lingkungan dari pencemaran sampah plastik. Karena itu, pada momen peringatan Hari Ibu, 22 Desember 2010 ini, marilah kaum ibu bersama-sama peduli untuk menyelamatkan lingkungan. (10)
— Haryati, Sekretaris PC Fatayat NU, guru SMAN 1 Kecamatan Kertek Kabupaten Wonosobo
Wacana Suara Merdeka 22 Desember 2010