13 Mei 2010

» Home » Suara Merdeka » Pro-Kontra Penahanan Susno

Pro-Kontra Penahanan Susno

PENAHANAN mantan Kabaresrim Polri Komjen Pol Susno Duadji (11/05/10) menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat. Mereka yang pro karena adanya keyakinan bahwa penyidik Polri memiliki fakta hukum dan bukti cukup untuk menahannya.

Adapun pendapat yang kontra karena ada penilaian bahwa penahanan tersebut dilandasi oleh sikap balas dendam, arogansi kekuasaan, dan upaya mencegah pembongkaran makelar kasus di tubuh Polri oleh Susno.

Menyikapi pro dan kontra penahanan perwira tinggi polisi itu, penulis mengajak pembaca memahami dasar-dasar tujuan kepolisian modern secara universal, sebagaimana dikemukakan Robert Peer dari New Metropolitan Police London (Dilip K Das, 1994). Secara sederhana ia merumuskan tujuan kepolisian; ‘’preservation of peace; protection of life and property; prevention and detection of crime’’.


Dalam kasus penahan Susno, siapapun berhak mempertanyakan apakah penahanan itu ada kaitannya dengan upaya membangun kedamaian, melindungi kehidupan dan kepemilikan, serta dalam rangka mencegah dan menindak kejahatan? Atau seperti dikeluhkan masyarakat bahwa penahanan itu adalah upaya untuk menutup mulut mantan Kabareskrim Polri tersebut. Sebagaimana diketahui, perwira tinggi itu oleh sementara kalangan dianggap terlalu lantang mengungkap borok di institusi yang membesarkannya.

Kita tidak memungkiri bahwa praktik kepolisian di banyak negara, termasuk di Indonesia, dipengaruhi oleh berbagai aspek, baik di luar koridor hukum maupun di luar profesi kepolisian sendiri. Di samping adanya pengaruh negatif akibat intervensi politik, kekuasaan negara, ekonomi dan lain-lain, yang mengakibatkan kinerja kepolisian menjadi tidak efisien.

Intervensi berbagai aspek di luar kerangka hukum, terutama intervensi opini publik yang tidak seirama dengan kerangka normatif dan amanat hukum fomalnya, menghasilkan tindakan kepolisian yang tidak professional. Sementara intervensi politik dari kekuatan (politik), di samping intervensi kekuasaan negara, mendorong tumbuh dan berkembangnya arogansi kekuasaan organ kepolisian tersebut. Apalagi ketika polisi  memanfaatkan diskresi, tanpa sedikitpun mau merima masukan atau pertimbangan dari pihak lain. 

Pendekatan Sistem

Sementara, tuntutan hidup layak di tengah belum memadainya kualitas kesejahteraan anggota Polri mendorong bentuk-bentuk tindakan korupsi oleh anggota korps tersebut. Semua itu mengakibatkan tumbuh dan berkembang opini negatif. Khususnya yang mengidentifikasi Polri dalam performansi korup, tidak berwibawa, tidak profesional, dan tidak mandiri.

Itu sebabnya, mengapa dalam mengkaji sebab dan akibat penahanan Susno, kita perlu mengunakan pendekatan sistem. Dengan cara ini diharapkan bahwa perlu tidaknya penahanan Susno dapat dikaji dengan benar-benar mempertimbangkan profesionalisme kepolisian, dan tugas Polri sesuai Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002.

Dari sudut pandang yang diuraikan terdahulu, kita dapat memahami penahanan Susno. Sebab, siapapun kita, tidak ada yang tidak dapat disentuh oleh hukum. Selain itu siapapun kita tidak dapat melakukan intervensi terhadap penyidik Polri dalam rangka melaksanakan tugas penyidikan. Apapun alasannya, intervensi terhadap penyidik Polri, dapat mengakibatkan kerusakan sistemik dan penodaan terhadap penyidikan Polri.

Sekalipun demikian haram hukumnya bagi penyidik Polri untuk membiarkan motif balas dendam dalam dirinya. Sebab, masyarakat masih ingat pernyataan Susno bahwa dirinya mengungkap dugaan rekayasa kasus yang mengarah pada praktik mafia kasus di tubuh Polri bukan dalam rangka mencari popularitas sesaat. Pengungkapan kasus itu, lewat forum eksternal dan media massa menurut Susno, lantaran tidak pernah ditindaklanjuti oleh pimpinan Polri.

Berbasis pendekatan sistem, kita dapat memahami pro kontra penahanan jenderal polisi itu. Salah satu yang terpenting adalah bahwa penahanan Susno betul-betul disemangati oleh perwujudan sistem perpolisian yang bersifat progresif di mana Polri perlu menyesuaikan diri dengan perubahan sosial, dan perkembangan dinamika masyarakat yang dilayaninya, sebagaimana pernah diajarkan Prof Satjipto Rahardjo SH.   

— Novel Ali, anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), dosen FISIP Undip

Wacana Suara Merdeka 14 Mei 2010