13 Mei 2010

» Home » Suara Merdeka » Kelapa sebagai Ikon Purworejo

Kelapa sebagai Ikon Purworejo

KABUPATEN Purworejo merupakan salah satu daerah di Provinsi Jawa Tengah yang kegiatan perekonomiannya kental diwarnai sektor pertanian. Sumbangan sektor ini bagi PDRB mencapai 33,63 persen.

Di samping produksi padinya yang melimpah, daerah ini juga dikenal sebagai sentra kelapa (Cocos nucifera) di Jawa Tengah. Tidak heran bila kita berkunjung ke kota Purworejo dari arah barat pasti kita menjumpai banyak patung tunas kelapa. Itulah salah satu ciri khas kabupaten ini.

Namun, potensi kelapa yang telah menjadi salah satu ikon Purworejo ini masih belum didayagunakan secara optimal. Padahal bahan bakunya cukup melimpah.


Daya dukung populasi, produksi, dan lahan sangat mendukung untuk optimalisasi potensi kelapa ini. Luas perkebunan kelapa di Kabupaten Purworejo tahun 2006 mencapai kurang lebih 893,510 ha dengan produksi rata-rata 12.117.319 ton per tahun dengan melibatkan 6.413 orang petani dan perajin gula kelapa.

Menurut data BPS Kabupaten Purworejo (2008), dari 16 kecamatan di kabupaten ini, hanya Kaligesing yang tingkat produksi kelapanya rendah: 455,699 ton. Selebihnya di atas 500 ton, bahkan 12 kecamatan mampu memproduksi kelapa dalam hingga ribuan ton sepanjang tahun. Tiga kecamatan dengan produksi tertinggi adalah Bruno 3.199,39 ton , disusul Grabag 3.180,39 ton, kemudian Pituruh 2,428,94 ton.

Ada dua jenis komoditas kelapa di Purworejo yakni kelapa dalem (butiran) dan kelapa deres untuk pembuatan gula merah (gula jawa).

Hasil panen kelapa di seluruh wilayah kecamatan pada tahun 2008 menurut data BPS Kabupaten Purworejo tercatat 25.395,11 ton jenis kelapa dalem dan 10.545,82 ton kelapa deres dari lahan seluas 29.733,17 ha, dan menempati peringkat pertama di Jateng.

Perkebunan kelapa dalem menjadi mata pencaharian utama petani di daerah ini, karena melibatkan 70.253 petani, sedangkan kelapa deres 7.155 petani. Dalam waktu 5 tahun terakhir ini, produksi tertinggi dicapai tahun 2004, dengan total produksi kelapa dalem mencapai 37.798,62 ton sedangkan kelapa deres 19.677,55 ton.

Namun, secara umum untuk kelapa deres, Purworejo berada di urutan kelima di Jateng. Tetapi produksinya, dihitung dalam bentuk gula merah, mencapai 19.677,55 ton dengan luas areal 1.012,16 ha. Dengan demikian, setiap hektare mampu menghasilkan 20.221,92 kg. Angka ini juga jauh melampaui produktivitas di tahun-tahun terdahulu.

Berdasarkan data Deptan (2007), setiap tahun Indonesia menghasilkan rata-rata 15,5 miliar butir kelapa, atau setara 3 juta ton kopra. Bahan ikutan yang dapat diperoleh dari jumlah itu adalah 3,75 juta ton air kelapa, arang tempurung 0,75 juta ton, serat sabut 1,8 juta ton, dan 3,3 juta ton serbuk sabut.
Optimalisasi Pemanfaatan Selama ini, diversifikasi pemanfaatan produk kelapa khususnya di Purworejo hanya terbatas pengolahan pada gula kelapa (gula merah) dan minyak goreng saja. Selebihnya dijual dalam bentuk buah kelapa segar (utuh). Bayangkan saja, mulai akar, batang, daun, bunga, dan buah kelapa, dapat dihasilkan berbagai produk kebutuhan hidup manusia.

Dari sisi pemanfaatan secara tradisional, produk kelapa digunakan untuk konsumsi segar, dibuat kopra, santan, minyak kelapa, atau gula merah. Seiring perkembangan pasar dan dukungan teknologi, permintaan akan berbagai produk turunan kelapa semakin meningkat, seperti dalam bentuk tepung kelapa parut (desiccated coconut/DC), serat sabut, serbuk sabut, arang tempurung, dan arang aktif.

Air dari buah kelapa pun bisa dijadikan nata de coco, cuka, minuman kesehatan, sirup, sampai kecap. Sedangkan sabutnya diolah menjadi serat untuk karpet, keset, geotekstil, jok kendaraan, mebel, pengganti palet kayu dan plastik, matras, serta tali. Juga sebagai media tanam, pembuatan dashboard, penyaring udara, serta peredam panas dan suara untuk konstruksi bangunan.

Untuk mengoptimalkan potensi kelapa agar benar-benar menjadi komoditas unggulan, perlu kerja sama berbagai pihak. Mulai petani, pemerintah, perguruan tinggi sebagai perancang teknologi tepat guna, sampai dengan investor. Harapannya, bila ada keseimbangan dari hulu hingga hilir, taraf hidup masyarakat, khususnya petani kelapa, jauh akan lebih baik lagi.

— Dedy Winarto SPt MSi, alumnus Undip, dosen Universitas Muhammadiyah Purworejo

Wacana Suara Merdeka 14 Mei 2010