Desakan untuk segera membahas dan mengesahkan RUU Intelijen yang kini merupakan insiatif DPR semakin menyeruak. Sebenarnya, gagasan untuk segera mempunyai Undang-Undang Intelijen sudah muncul beberapa waktu lalu, bahkan pada 2004 pernah diusulkan untuk segera menyempurnakan draf RUU Intelijen Negara yang pada waktu itu merupakan usulan dari pemerintah. Ada berbagai hal yang mendorong agar RUU ini segera disahkan, misalnya, untuk tujuan mendayagunakan informasi intelijen sebagai suatu pengetahuan maupun aktivitas dan sekaligus tentang keberadaan organisasi tersebut, dalam peranannya untuk mencegah, menangkal, dan menaggulangi segala ancaman terhadap keamanan negara. Meskipun pemahaman tentang intelijen belum secara proporsional diketahui oleh sebagian besar masyarakat, namun bahwa Indonesia mempunyai Badan Intelijen sudah diketahui masyarakat. Bahkan, sejak sebelum merdeka Indonesia telah mempunyai Badan Rahasia Negara Indonesia (BRANI) yang dibentuk pada 7 Mei 1943, oleh cikal bakal Angkatan Perang Indonesia.
Namun demikian, kesan tentang intelijen masih sangat beragam dan bergantung pada dari mana cara pandangnya dan latar belakang individu. Dengan adanya Undang-Undang Intelijen diharapkan pengetahuan masyarakat tentang intelijen juga lebih memadai. Karena bagaimanapun, keberadaan lembaga intelijen bagi suatu negara mutlak diperlukan dan masyarakat harus mengetahui apa sebenarnya intelijen, baik itu fungsi, tugas, maupun kewenangannya, sekaligus bagaimana pengawasannya. Meski masyarakat merasakan pentingnya intelijen dalam menjaga keamanan negara, misal, dalam hal untuk mengungkap terorisme dan kegiatan separatisme serta kejahatan lain, namun dunia intelijen masih dianggap rahasia, terselubung, bahkan seringkali dianggap sangat menakutkan. Akibatnya, banyak masyarakat yang memberikan anggapan negatif terhadap kegiatan intelijen. Padahal, sebagai lembaga yang membantu pemerintah dalam melaksanakan keamanan negara, intelijen seharusnya dipahami fungsinya oleh masyarakat.
Undang-Undang Intelijen Negara sangat perlu.
Pentingnya mengesahkan RUU Intelijen, antara lain, agar keberadaan Intelijen Negara diatur dengan peraturan setingkat undang-undang, bukan dengan peraturan di bawah undang-undang seperti yang berlaku sekarang. Dalam sejarahnya, dasar hukum pembentukan intelijen negara selalu diatur dalam peraturan di bawah undang-undang, mulai dari Badan Koordinasi Intelijen (BKI), dibentuk berdasarkan PP No 64 Tahun 1958, Badan Pusat Intelijen (BPI) dibentuk PP No 8 Tahun 1959, Komando Intelijen Negara (KIN), dibentuk Keppres No 181 Tahun 1966, Badan Koordinasi Intelijen Negara (BAKIN) dengan Keppres No 70 Tahun 1967, dan terakhir Badan Intelijen Negara (BIN) dibentuk dengan Keppres No 166 Tahun 2000. Pada saat ini kedudukan BIN berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada presiden dan sesuai Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2002, BIN mengoordinasikan kegiatan pelaksanaan intelijen instansi pemerintah (intelijen institusional). Dengan kedudukan tersebut Badan Intelijen Negara mempunyai beberapa kewenangan yaitu : a. Mengumpulkan, menganalisis, serta menyajikan informasi intelijen baik dalam maupun luar negeri, b Menciptakan situasi dan kondisi yang aman bagi negara, c. Memberikan saran kepada presiden berkaitan dengan aspek keamanan, dan d. Mengoordinasi operasional intelijen seluruh instansi intelijen yang ada.
Dengan kewenangan yang demikian luas dan penting sudah seharusnya keberadaan Intelijen Negara dibentuk melalui undang-undang. Selain itu, sudah sepatutnya juga bila suatu intelijen negara dibentuk sebagai 'koordinator' untuk berbagai intelijen institusional, seperti intelijen TNI, kepolisian, imigrasi, kejaksaan. dan bea cukai. Tentunya hal ini harus diatur dengan cermat dan tepat agar koordinasi dalam kegiatan intelijen dari masing-masing berjalan dengan baik. Dengan peraturan yang ada saat ini tidak memunculkan garis koordinasi antarberbagai institusi intelijen tersebut terkait perolehan informasi, juga tidak tampak kekuatan adanya kendali intelijen terpusat (center of intelligence ). Selain itu, berbahayanya peraturan Intelijen Negara di bawah undang-undang adalah rentan untuk mudah diubah oleh pihak yang sedang berkuasa. Sebagai bahan perbandingan di berbagai negara, peraturan yang berkaitan dengan intelijen diatur dengan undang-undang dan bukan pertauran di bawah undang-undang, misalnya Intelligence Reform and Terrorism Prevention Act of 2004 (Amerika) yang dilengkapi dengan 17 Dinas Intelijen, Intelligence Service Act of 2001 (Australia) dengan 6 dinas intelijennya, Intelligence service Act of 1994 (Inggris) dengan 3 dinas intelijennya, Canada security of Information Act of 1985 dinas intelijennya terpusat pada Canadian Security of Intelligence Service.
Pentingnya pengaturan tentang Intelijen negara yang seharusnya di dalam undang-undang juga terkait dengan munculnya kecenderungan pengungkapan kejahatan yang mempergunakan produk informasi intelijen sebagai petunjuk dalam hal alat bukit di Pengadilan. Hal ini tampak dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme No 15 Tahun 2003 pada Pasal 26, tentu berkenaan dengan ini sudah semakin perlu diharmonisasikan tentang tingkat peraturan perundangan terkait.
Terkait keberadaan intelijen selalu memunculkan pro dan kontra. Sejauh mana cara intelijen negara dalam memperoleh informasi berkaitan dengan kegiatan terselubungnya dalam rangka membantu pemerintah mewujudkan keamanan negara. Untuk inilah perlu sekali segera diatur secara tegas tentang peran, fungsi, dan tugas intelijen negara. Hal ini agar tidak muncul 'kecurigaan' dari sebagian pihak yang khawatir terjadi kesewenang-wenangan terutama dalam hal mendapatkan informasi intelijen yang tidak terbatas hanya pada kemiliteran saja. Tetapi, juga meliputi berbagai bidang seperti ekonomi, politik, sosial.
Pada akhirnya pentingnya segera mengesahkan RUU Intelijen adalah untuk terwujudnya fungsi pokok intelijen secara universal yang terdiri atas pengumpulan ( collection ), analisis ( analysis ), kegiatan terselubung ( covert action ), dan kontra intelijen ( counter intelligence ). Dari keempat fungsi tersebut dapat dijalankan secara optimal oleh badan intelijen. Jika badan intelijen tersebut memiliki metode kerja yang baik, yang merupakan kombinasi dari human intelligence dan technical intelligence . Human intelligence berkaitan dengan penggunaan agen-agen intelijen untuk mendapatkan produk intelijen dari sumbernya, sedangkan Technic intelligence berkaitan dengan berbagai teknologi informasi yang digunakan untuk mencari informasi intelijen. Kedua hal inilah yang harus diatur dalam undang-undang sehingga isu pelanggaran HAK ASASI MANUSIA dalam rangka kegiatan intelijen tidak terjadi.
Opini Republika 4 mei 2010
04 Mei 2010
Masyarakat Perlu Paham Intelijen
Thank You!