Solo (Espos) Rekapitulasi perolehan suara dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) Solo telah tuntas dilaksanakan. Tanpa persoalan berarti, kedua kubu telah menyetujui.
Meski belum secara resmi ditetapkan, sudah kelihatan jelas siapa walikota dan wakil walikota terpilih, tak lain pasangan incumbent, Joko Widodo (Jokowi)-FX Hadi Rudyatmo (Jo-Dy).
Berdasarkan perhitungan perolehan suara yang digelar Komisi Pemilihan Umum (KPU), Minggu (2/5), Jo-Dy meraih 248.243 suara atau 90,09%, sedangkan Wi-Di 27.306 suara atau 9,91%. Sebagai catatan khusus, dari 931 TPS yang ada, Jo-Dy kalah di satu TPS saja.
Memang sudah sejak semula diprediksikan banyak orang, Jo-Dy akan menang. Berbagai survei menunjukkan kesaktian Jo-Dy. Elektabilitasnya begitu tinggi. sebagai incumbent Jo-Dy banyak mendapat keuntungan. sebenarnya kekuatan Jokowilah yang sangat menonjol. Secara kasat mata, orang bisa melihat kemajuan Kota Solo sejak diperintah seorang walikota yang visioner. Pembangunan fisik yang mengembalikan ciri budaya kota ini, berbagai program kreatif yang tak ada di tempat lain, dan prestasi demi prestasi atas nama Pemkot Solo maupun atas nama walikotanya, membuat nama Jokowi kian harum.
Jokowi memimpin jajaran pemerintahan yang nguwongke wong. Jokowi berhasil menjaga kondusivitas kota yang telah lama mendapat predikat kota sumbu pendek ini. Kondusivitas Solo membuat iklim investasi meningkat. Kota ini banyak dilirik investor. Pemkot yang dinakhodai Jokowi membuka ruang–ruang bisnis baru bagi kalangan menengah. Produk-produk kerajinan rumahan digelar para pengrajin di night market Ngarsopuro, dan produk kuliner unggulan dikumpulkan di Gladak Langenbogan (Galabo), dengan konsep pariwisata yang tak melupakan ciri khas budaya masyarakat Solo.
Jokowi dan jajarannya terbuka pada pers. Sehingga program-program Pemkot tersosialisasi dengan baik. Jokowi tampil rendah hati. Seperti tampak saat mobil dinasnya mogok di tengah banjir, dia sendiri ikut mendorong mobil dari belakang. Hal kecil ini menjadi buah bibir dan mengangkat citranya sebagai sosok yang tidak jaim. Sebagai walikota dia juga tidak menjaga jarak dengan rakyat.
Jokowi biasa berdiskusi atau menjawab masukan-masukan dari rakyat jelata secara langsung maupun tidak langsung. Di sela-sela kesibukan di dunia nyata, di dunia maya Jokowi juga mengomunikasikan ide dan program-programnya kepada kawan-kawan mayanya. Di tengah malam sering menyempatkan diri online, hanya untuk meng-upload beberapa gambar desain tugu batas kota di dinding Facebook-nya, dan kemudian berdiskusi dengan rakyat tentang kelebihan dan kelemahan desain yang ditawarkan. Hal itu mengingatkan pendekatan gaya Presiden AS Barack Obama.
Singkat kata, secara umum Jokowi menjadi figur walikota yang dicintai rakyat berbagai kalangan dan lintas golongan. Kekuatan figur membuat Jokowi memiliki elektabilitas tinggi secara pribadi. Dia akan tetap kuat walau dicalonkan oleh partai manapun, dan berpasangan dengan siapapun. Ini mirip fenomena Pilpres saat Susilo Bambang Yudhoyono kembali mencalonkan diri. Sampai-sampai ada anekdot, apapun partainya, SBY presidennya. Dalam Pilkada Solo, itu juga terjadi. Apapun partainya, Jokowi walikotanya.
Tak ayal, banyak kalangan menyatakan dukungan, jauh-jauh hari sebelum Jokowi menyatakan akan maju lagi dalam Pilkada. Hampir bersamaan ketika media memuat berita soal keberatan keluarga bila dirinya nyalon lagi, berbagai komunitas secara bergantian meng-geruduk Balaikota, meminta Jokowi maju kembali memimpin Solo.
Jokowi pun sempat jadi rebutan. Banyak partai ingin meminang, tak terkecuali Demokrat yang akhirnya menjadi lawan dalam Pilkada, walau akhirnya Eddy S Wirabhumi yang maju atas rekomendasi DPP, yang belakangan diakui hanya untuk pemanasan Pilkada lima tahun ke depan.
Kekuatan Rudy
Ketika Jokowi akhirnya kembali berpasangan dengan FX Hadi Rudyatmo dan diusung PDIP, keduanya pun menjadi satu kesatuan yang lebih kuat lagi. Jokowi dan Rudy bersenyawa satu sama lain. Chemistry pasangan ini sangat kuat karena sudah lima tahun berdampingan secara harmonis, hampir tanpa masalah—setidaknya di permukaan dan terlihat oleh rakyat Solo.
Satu lagi yang paling penting, Jokowi kuat secara figur, sementara Rudy kuat secara basis massa, karena dia adalah penguasa kandang banteng moncong putih, partai terbesar di kota ini, yang memiliki basis massa besar dan fanatik. Didukung tim pemenangan yang solid dan tahu cara “menjual” pasangan ini serta memahami betul how to handle the press, pasangan ini menjadi “sempurna”. Dan secara kalkulasi apapun, mereka unggul. Adakah pasangan incumbent di Pilkada lain yang perolehan suaranya sefantastis Jo-Dy?
Tentu ada beberapa masalah sepanjang pemerintahan mereka. Namun itu semua tertutup oleh kelebihan dan kebaikan yang ada. Dan bila partisipasi pemilih Solo dalam Pilkada kali ini tertinggi di Jawa Tengah yang mencapai 71,80%, itu tak lepas dari kecintaan rakyat kepada pasangan ini. Rakyat menunjukkan rasa cintanya dengan berbondong-bondong menuju TPS dan menggunakan hak pilih. Sehingga tak berlebihan bila dikatakan Pilkada ini bukan semata kemenangan Jo-Dy, lebih dari itu adalah kemenangan wong Solo.
Kini masyarakat tinggal menunggu penetapan dan kemudian pelantikan Jo-Dy untuk melanjutkan memimpin Solo. Mari kita lihat gebrakan apa yang akan dilakukan pasangan ini lima tahun ke depan. Lebih dari itu rakyat harus mengawal sepak terjang Jo-Dy. Rakyat yang memilih, rakyat pula yang mengawasi. - Oleh : Niken Satyawati
Opini Solo Pos 5 Mei 2010
04 Mei 2010
Kemenangan Jo-Dy, kemenangan figur
Thank You!