KOPI dan tembakau adalah dua komoditas yang selaras.Jika disandingkan  cocok dan harmonis mulai hulu (masih menjadi tanaman) hingga menjadi  produk hilir yang dapat dinikmati di satu tempat. 
Mbah Surip bisa jadi salah satu contoh penikmatnya. Kapan dan di mana  saja, sebelum atau sesudah makan, bangun atau mau tidur, bersantai atau  di sela-sela manggung, pelantun ’’Tak Gendong’’  itu seakan tak bisa  lepas dari kopi dan rokok. 
Alangkah nikmatnya minum kopi sambil merokok, atau merokok sambil minum  kopi, begitu kata Mbah Surip dan para penikmat kopi dan rokok lainnya. 
Terlepas dari pro-kontra RPP Nomor 36 Tahun 2009 tentang Pelarangan  Rokok karena dianggap sebagai zat adiktif bagi kesehatan, penulis hanya  ingin memaparkan bagaimana dua komoditas itu bisa menyejahterakan petani  sekaligus menyelamatkan lahan dari ancaman erosi. 
Sebagaimana diketahui, tembakau merupakan tanaman semusim dan  membutuhkan ruang terbuka (harus terkena sinar matahari). Maka,  lahan-lahan tembakau sangat rawan erosi, utamanya yang ada di lereng  pegunungan. 
Karena budi daya tembakau dilakukan petani secara turun-temurun maka  sebagian besar lahan tembakau kondisinya lincat, sudah tidak subur, dan  banyak nematoda (cacing)-nya. 
Agar dapat ditanami tembakau dan tumbuh baik, petani menggunakan pupuk  organik (lemi) secara berlebihan sebagai media tumbuh tanaman. Bahkan  dalam 1 ha, petani memberi dosis hingga 20-30 ton. Bandingkan dengan  lahan sawah (4-6 ton), sawah tegalan (8-12 ton), dan tegalan (12-16  ton). 
Akibatnya, pascapanen lemi-lemi tersebut terkikis air hujan yang  akhirnya menyebabkan sendimentasi tinggi, menyebabkan banjir, dan  mempercepat pendangkalan waduk-waduk atau sungai, karena hal itu  berlangsung bertahun-tahun. 
Karena itu, Dinas Perkebunan (Disbun) Provinsi Jateng telah  memperkenalkan diversifikasi tanaman tembakau dan kopi, terutama di  daerah pegunungan. 
Hal tersebut dilaksanakan guna konservasi lahan sekaligus mempertahankan  pendapatan petani. Jika lahan tembakau ditanami kopi, maka produksi  tembakau menurun, tetapi bila kopinya berbuah, dapat mengganti penurunan  hasil tembakau. 
Salah satu inovasi yang berhasil dirintis Dinas Perkebunan adalah  diversifikasi tembakau-kopi di Desa Tlahab, Kecamatan Kledung, Kabupaten  Temanggung, di lahan seluas 2 ha mulai tahun 2003. 
Awalnya petani enggan menanam kopi, bahkan ada beberapa petani menebangi  pohon kopi yang dibagikan gratis oleh Disbun, namun akhirnya petani  dapat menerima program itu. Hingga kini telah berkembang mendekati 1  juta pohon kopi. Oleh Direktorat Jenderal Perkebunan, pola tersebut  ditetapkan sebagai Pola Tlahab yang merupakan percontohan tingkat  nasional. 
Lebih Sejahtera Hasil analisis usaha tani kopi-tembakau Pola Tlahab adalah 1 ha lahan  ditanami 1.000 pohon kopi dan 15.000 tanaman tembakau.  Setelah kopi  berbuah, dalam satu tahun memperoleh hasil Rp 7,5 juta (500 kg x Rp 15  ribu) dan tembakau Rp12,5 juta (500 kg x Rp 25 ribu).  Jika biaya usaha  tani Rp 7,5 juta/ha, maka petani bisa untung Rp12,5 juta/ha. 
Tanaman kopi merupakan komoditas unggulan subsektor perkebunan dalam  rangka menjabarkan gerakan Bali Ndesa, Mbangun Desa yang diusung  Gubernur Bibit Waluyo. Tujuannya tentu mewujudkan masyarakat  (petani/pekebun) di Jateng menjadi lebih sejahtera pada 2013. 
Potensi usaha tani kopi di Jateng tersebar di 16 kabupaten dan  melibatkan 182.333 keluarga petani. Jenis kopi arabika tumbuh subur di  Kabupaten Semarang, Kendal, Pekalongan, Pemalang, Batang, Tegal, Brebes,  Banyumas, Purbalingga, Magelang, Temanggung, Wonosobo, Karanganyar,  Wonogiri, Klaten, dan Boyolali. 
Jenis robusta (Kabupaten Semarang, Kendal, Batang, Pekalongan, Pemalang,  Temanggung, Wonosobo, dan Klaten), dan jenis ekselsa (Kabupaten  Semarang, Kendal, Banyumas, dan Magelang). 
Total produksi komoditas kopi di Jateng pada 2008 tercatat 15.860,31 ton  dan 2009 sebanyak 16.177,51 ton. Diprediksi panen 2010 sebanyak  17.309,93 ton, terdiri atas arabika 1.384,79 ton, robusta 14.021,04 ton,  dan ekselsa 1.904,10 ton. 
Ekspor kopi kering (data Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia/AEKI Jateng)  ke Jepang, Eropa, dan AS tahun 2009 mencapai 12.500 ton (setara 21 juta  dolar AS). Melihat data itu, diprediksi jumlah devisa yang bisa kita  raup dari komoditas itu akan selalu meningkat. 
Sama dengan kopi, tembakau di Jateng juga komoditas unggulan. Jenisnya  antara lain rajangan (Temanggung, Wonosobo, Boyolali, Magelang,  Semarang, Kendal, Grobogan, Banjarnegara, dan Demak), philip morris  (Grobogan), asepan (Klaten, Boyolali, Sukoharjo, dan Blora), vosterland  (Klaten), dan virginia (Klaten, Sukoharjo, Boyolali, dan Sragen).   (10)  
— Ir Tegoeh Wynarno Haroeno MM, Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Jateng
Wacana Suara Merdeka 03 Maret 2010