02 Maret 2010

» Home » Suara Merdeka » Pola Tlahab Menyelamatkan Lahan

Pola Tlahab Menyelamatkan Lahan

KOPI dan tembakau adalah dua komoditas yang selaras.Jika disandingkan cocok dan harmonis mulai hulu (masih menjadi tanaman) hingga menjadi produk hilir yang dapat dinikmati di satu tempat.

Mbah Surip bisa jadi salah satu contoh penikmatnya. Kapan dan di mana saja, sebelum atau sesudah makan, bangun atau mau tidur, bersantai atau di sela-sela manggung, pelantun ’’Tak Gendong’’  itu seakan tak bisa lepas dari kopi dan rokok.


Alangkah nikmatnya minum kopi sambil merokok, atau merokok sambil minum kopi, begitu kata Mbah Surip dan para penikmat kopi dan rokok lainnya.

Terlepas dari pro-kontra RPP Nomor 36 Tahun 2009 tentang Pelarangan Rokok karena dianggap sebagai zat adiktif bagi kesehatan, penulis hanya ingin memaparkan bagaimana dua komoditas itu bisa menyejahterakan petani sekaligus menyelamatkan lahan dari ancaman erosi.

Sebagaimana diketahui, tembakau merupakan tanaman semusim dan membutuhkan ruang terbuka (harus terkena sinar matahari). Maka, lahan-lahan tembakau sangat rawan erosi, utamanya yang ada di lereng pegunungan.

Karena budi daya tembakau dilakukan petani secara turun-temurun maka sebagian besar lahan tembakau kondisinya lincat, sudah tidak subur, dan banyak nematoda (cacing)-nya.

Agar dapat ditanami tembakau dan tumbuh baik, petani menggunakan pupuk organik (lemi) secara berlebihan sebagai media tumbuh tanaman. Bahkan dalam 1 ha, petani memberi dosis hingga 20-30 ton. Bandingkan dengan lahan sawah (4-6 ton), sawah tegalan (8-12 ton), dan tegalan (12-16 ton).

Akibatnya, pascapanen lemi-lemi tersebut terkikis air hujan yang akhirnya menyebabkan sendimentasi tinggi, menyebabkan banjir, dan mempercepat pendangkalan waduk-waduk atau sungai, karena hal itu berlangsung bertahun-tahun.

Karena itu, Dinas Perkebunan (Disbun) Provinsi Jateng telah memperkenalkan diversifikasi tanaman tembakau dan kopi, terutama di daerah pegunungan.

Hal tersebut dilaksanakan guna konservasi lahan sekaligus mempertahankan pendapatan petani. Jika lahan tembakau ditanami kopi, maka produksi tembakau menurun, tetapi bila kopinya berbuah, dapat mengganti penurunan hasil tembakau.

Salah satu inovasi yang berhasil dirintis Dinas Perkebunan adalah diversifikasi tembakau-kopi di Desa Tlahab, Kecamatan Kledung, Kabupaten Temanggung, di lahan seluas 2 ha mulai tahun 2003.

Awalnya petani enggan menanam kopi, bahkan ada beberapa petani menebangi pohon kopi yang dibagikan gratis oleh Disbun, namun akhirnya petani dapat menerima program itu. Hingga kini telah berkembang mendekati 1 juta pohon kopi. Oleh Direktorat Jenderal Perkebunan, pola tersebut ditetapkan sebagai Pola Tlahab yang merupakan percontohan tingkat nasional.
Lebih Sejahtera Hasil analisis usaha tani kopi-tembakau Pola Tlahab adalah 1 ha lahan ditanami 1.000 pohon kopi dan 15.000 tanaman tembakau.  Setelah kopi berbuah, dalam satu tahun memperoleh hasil Rp 7,5 juta (500 kg x Rp 15 ribu) dan tembakau Rp12,5 juta (500 kg x Rp 25 ribu).  Jika biaya usaha tani Rp 7,5 juta/ha, maka petani bisa untung Rp12,5 juta/ha.

Tanaman kopi merupakan komoditas unggulan subsektor perkebunan dalam rangka menjabarkan gerakan Bali Ndesa, Mbangun Desa yang diusung Gubernur Bibit Waluyo. Tujuannya tentu mewujudkan masyarakat (petani/pekebun) di Jateng menjadi lebih sejahtera pada 2013.

Potensi usaha tani kopi di Jateng tersebar di 16 kabupaten dan melibatkan 182.333 keluarga petani. Jenis kopi arabika tumbuh subur di Kabupaten Semarang, Kendal, Pekalongan, Pemalang, Batang, Tegal, Brebes, Banyumas, Purbalingga, Magelang, Temanggung, Wonosobo, Karanganyar, Wonogiri, Klaten, dan Boyolali.

Jenis robusta (Kabupaten Semarang, Kendal, Batang, Pekalongan, Pemalang, Temanggung, Wonosobo, dan Klaten), dan jenis ekselsa (Kabupaten Semarang, Kendal, Banyumas, dan Magelang).

Total produksi komoditas kopi di Jateng pada 2008 tercatat 15.860,31 ton dan 2009 sebanyak 16.177,51 ton. Diprediksi panen 2010 sebanyak 17.309,93 ton, terdiri atas arabika 1.384,79 ton, robusta 14.021,04 ton, dan ekselsa 1.904,10 ton.

Ekspor kopi kering (data Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia/AEKI Jateng) ke Jepang, Eropa, dan AS tahun 2009 mencapai 12.500 ton (setara 21 juta dolar AS). Melihat data itu, diprediksi jumlah devisa yang bisa kita raup dari komoditas itu akan selalu meningkat.

Sama dengan kopi, tembakau di Jateng juga komoditas unggulan. Jenisnya antara lain rajangan (Temanggung, Wonosobo, Boyolali, Magelang, Semarang, Kendal, Grobogan, Banjarnegara, dan Demak), philip morris (Grobogan), asepan (Klaten, Boyolali, Sukoharjo, dan Blora), vosterland (Klaten), dan virginia (Klaten, Sukoharjo, Boyolali, dan Sragen).   (10)

— Ir Tegoeh Wynarno Haroeno MM, Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Jateng
Wacana Suara Merdeka 03 Maret 2010