24 Februari 2010

» Home » Suara Merdeka » Ikon Plus Pelayanan Kesehatan

Ikon Plus Pelayanan Kesehatan

BALADA Bilqis bermula dari tragedi kemanusiaan, seorang bocah kecil tidak berdaya karena fungsi hatinya tidak berjalan normal. Kehebatan media membuat penderitaan bocah itu menjadi kebersamaan empati dengan ’’koin’’ bantuan yang melibatkan ribuan orang untuk menyumbang.


Dalam waktu relatif singkat bilangan miliar rupiah uang terkumpul sehingga dimungkinkan untuk proses selanjutnya, yaitu operasi reparasi empedu. Isu yang kuat ini kemudian membuka mata yang selama ini terpejam, sejarah yang terlupakan, kepercayaan diri yang inferior.

Kota Semarang menjadi tujuan selanjutnya balada Bilqis. Semua orang di seluruh Indonesia seperti terbelalak. Semarang, kota yang hanya terkenal dengan lumpia, bandeng presto, kota ampiran pemudik sukses dari Jakarta ke Yogyakarta, ternyata menjadi sentra pelayanan kesehatan tingkat tinggi. Bukan lagi Jakarta, tidak lagi Surabaya, Medan, Yogyakarta, atau Bandung. Bahkan bukan Singapura atau Jepang. 

Kamera televisi nasional yang sibuk dengan berita Bank Century dan Antasari masih memberi ruang  penting bagi Bilqis dan Semarang. Talk show, press release, berita menjadikan isu kemanusiaan dan teknologi kedoteran menjadi penawar isu antikemanusiaan yang sedang naik daun.

Dengan perlahan, sejarah kemudian dipaparkan lagi. Ternyata Semarang bukan sekali ini membuat sejarah pelayanan kedokteran tinggi.

Sebelumnya sudah ada Ulung Hara Utama (1 tahun 3 bulan, waktu itu) menjalani operasi cangkok hati di Rumah Sakit Dokter Kariadi, Oktober 2006. Sekarang ia menjadi anak yang sehat, cakep, dan membanggakan hati orang tuanya.

Juga operasi tranplantasi sumsum tulang di Rumah Sakit Dokter Kariadi atau di rumah sakit swasta lain, serta operasi otak. Bahkan saat ini banyak operasi spektakuler dilaksanakan di Semarang.

Operasi yang selama ini dipikir hanya bisa ditangani di negara maju. Kemudian operasi ini memunculkan tokoh hebat seperti Prof Ag Sumantri, dokter Tuti, dokter Amanullah, dokter Mustaqin, dokter Yulianto, dan lain-lain. Hanya kekonservatifan dunia kedokteran yang membuat mereka masih tetap rendah hati untuk tidak menonjolkan diri. Bahkan cenderung menghidar dari media.

Dalam dunia kedokteran modern di Semarang, bukan saja mereka yang tampak di depan. Sebelumnya ada dokter Affandi, dokter Sunarto, dokter Hartadi, dokter Luwi dan sebagainya yang bekerja dengan dedikasi tinggi sehingga tanpa sadar menjadikan Semarang sebagai magnet wisata kesehatan yang dikenal di Indonesia.

’’Paket wisata’’ Affandi misalnya, menjadi trade mark yang dijual laris manis di Jakarta, Bandung, Bogor, Bandung hingga Sumatra, bahkan ke Indonesia timur. Rumah Sakit Telogorejo dikenal dengan ciri modernnya, Rumah Sakit Elisabeth berciri kristiani, dan Rumah Sakit Islam Sultan Agung yang berciri islami dengan pelayanan yang menarik ’’wisatawan’’ kesehatan.
Ikon Pelayanan Sebenarnya banyak peluang yang bisa ditingkatkan dan ’’dijual’’. Pelayanan di Rumah Sakit Kariadi seperti operasi otak, jantung, tulang, ginjal, sumsum tulang, dan cangkok hati sudah tekenal. Bahkan pelayanan pribadi HIV/ AIDS, rehab medik dan Poliklinik Garudanya, menjadi ikon plus pelayanan.

Hal sama juga pada RS Telogorejo dengan ciri modernnya, Elisabeth berciri Katolik, juga Rumah Sakit Islam Sultan Agung dengan trauma center dan bagian/ unit matanya yang terkenal.

Dalam dunia kedokteran timur, ada dokter Herry yang menjadi ikon kota Semarang, pelayanannya mendapatkan respons di Jateng, hingga Jakarta dan Surabaya, bahkan lebih jauh lagi. Dalam pelayanan rehabilitasi narkoba, Rumah Damai menjadi tujuan dari penderita di seluruh Indonesia.

Dalam kesehatan tradisional, Semarang sudah lama menjadi cikal bakal berkembangnya kesehatan herbal. Diawali Jamu Jago, Nyonya Meneer, Sidomuncul, disusul Simona dan lain-lain. Hampir semua tukang jamu di Indonesia membawa jamu produksi Semarang.

Bahkan sudah menjadi produk ekspor penting di ASEAN ataupun dunia. Jamu Borobudur misalnya mengekspor produk kering ataupun ekstrak herbal ke seluruh dunia.

Balai Pengembangan Tanaman Obat di Tawangmangu sejak dulu menjadi standar ukur tanaman berkualitas. Bahkan Gubernur jateng mendukung studi di China maupun pengembangan studi tanaman obat dengan Undip.

Dikti dan Pascasarjana Undip mengadakan penelitian berkesinambungan tentang AIDS dan herbal. Bila riset yang diharapkan selesai tahun ini berhasil, tidak tertutup kemungkinan Semarang menjadi sentra pelayanan AIDS dengan herbal. 

Pelayanan kesehatan bisa menjadi gerbong pendorong ekonomi masyarakat. Singapura, negara yang tidak punya hutan industri, tak punya tambang, tak punya rakyat yang besar, makmur luar biasa karena menjadikan pelayanan kesehatan menjadi salah satu komoditas ekonomi utama.   (10)

— Budi Laksono, dokter, anggota Komisi Kesehatan Kota Semarang
Wacana Suara Merdeka 25 Februari 2010