25 Januari 2010

» Home » Suara Merdeka » Perda Perlindungan Pahlawan Devisa

Perda Perlindungan Pahlawan Devisa

KISAH tragis mengenai tenaga kerja Indonesia, baik pria maupun wanita (TKI dan TKW) di luar negeri, masih terus terdengar, selain cerita suksesnya.

Perjuangan pahlawan devisa itu ke luar negeri tak lepas dari peran pelaksana penempatan tenaga kerja Indonesia swasta (PPTKIS).


Di wilayah Kabupaten Brebes dan tenaga Saat ini terdapat 43 kantor cabang PPTKIS resmi yang merekrut calon tenaga kerja Indonesia di wilayah kabupaten itu. Sebagai daerah basis kantong TKI di Jawa tengah, setelah Cilacap dan Kendal, tentu sarat dengan permasalahan, mulai dari putus kontak dengan keluarga, jam kerja melampaui batas, gaji ditahan atau bahkan tidak dibayarkan, pelecehan seksual, hingga tindakan kekerasan yang berujung pada kematian.

Kisah Ceriyati, TKI asal Brebes yang menggantungkan diri dengan kain dari lantai 7 apartemen di Malaysia.  Nurhasanah, 7 tahun bekerja di Saudi pulang dengan luka di sekujur tubuh, begitu pula TKI Brebes yang ditempatkan di wilayah konflik di negara Irak, dan masih banyak derita pahlawan devisa lain yang tidak tereksposr oleh media.

Realitas itu dimungkinkan terjadi lagi jika pemerintah tidak segera membenahi sistem untuk melindungi warganegaranya.

Di sisi lain pengiriman uang dari luar negeri terus mengalir kepada keluarga TKI. Selama tahun 2009 sudah menembus angka Rp 136 miliar, berdasarkan pengambilan uang dari luar negeri melalui Western Union di Kantor Pos Brebes.

Sementara pendapatan asli daerah (PAD) kabupaten itu  tahun 2009 hanya Rp 77 miliar. Ini merupakan indikasi bahwa sektor pekerja buruh migran secara tidak langsung membantu pertumbuhan ekonomi di daerah.

Terbentuknya sistem perlindungan yang lebih baik, adalah impian yang tak kunjung terwujud. Saat ini mereka dihadapkan pada berbagai macam permasalahan, baik sebelum berangkat, saat bekerja, maupun saat kembali ke Tanah Air.

Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah memberikan ruang kepada daerah untuk membuat peraturan sendiri atau dalam bentuk lain yang dapat memberikan pembinaan maupun perlindungan bagi warganya yang ingin bekerja keluar negeri.

Terobosan dalam bentuk kebijakan ataupun pembuatan peraturan perundang-undangan di tingkat daerah  sangat mungkin untuk dilakukan.

Ada beberapa alasan mengapa kehadiran perda begitu penting, antara lain; pertama, daerah lebih mengetahui keadaan dan kebutuhan dasar calon TKI dan keluarganya.

Kedua, permasalahan yang timbul dalam persiapan keberangkatan muncul dari daerah, seperti pemalsuan dokumen, umur, dan kurangnya informasi akurat yang diterima CTKI.

Ketiga, jika terjadi permasalahan, maka pihak yang langsung menanggung masalah adalah keluarga TKI yang tinggal di daerah tersebut.

Keempat, perekrutan calon TKI tidaklah berdiri sendiri, ada pihak lain seperti sponsor (petugas lapangan) atau kantor cabang PPTKIS yang melakukan perekrutan di desa-desa.

Dalam hal ini, kabupaten memiliki kedudukan penting dan strategis dalam mempercepat pembenahan kinerja pembinaan, penempatan dan perlindungan sampai ke tingkat yang paling bawah dan paling dekat dengan TKI. Karena pada dasarnya masalah/kasus-kasus yang dihadapi di luar negeri itu berawal dari proses rekrutmen di lapangan.

Maraknya kegiatan perekrutan nonprosedural dan penempatan tidak sah yang dilakukan oleh sponsor (petugas lapangan) kian menambah permasalahan ketenagakerjaan di daerah dan akan melahirkan beragam kasus pada kemudian hari, karena lepas dari pengawasan instansi terkait.

Calon tenaga kerja yang akan berangkat keluar negeri harus diperlakukan secara manusiawi dan tetap mengacu pada prinsip-prinsip hak asasi manusia dan antiperdagangan manusia. Setiap calon berhak untuk diproses secara resmi dan prosedural sebagimana ketentuan peraturan perundang-undangan.

PPTKIS, sebagai pelaksana penempatan tenaga kerja hendaknya lebih memaknai bahwa kegiatan perekrutan bukan sekadar kepentingan bisnis semata, tapi juga harus memberikan pemahaman dan informasi yang akurat terhadap calon yang akan bekerja ke luar negeri.

Selama ini perlindungan TKI lebih banyak berkonsentrasi di pusat kekuasaan saja, sehingga tidak menyentuh pada persoalan dasarnya.

Karenanya mari kita menggeser perspektif perlindungan, dari perlindungan yang berorientasi pada penanganan kasus TKI di luar negeri, menuju ke perlindungan yang lebih berorientasi pada pencegahan/pengurangan terjadinya kasus.

Dengan demikian maka perlindungan terhadap calon tenaga kerja dapat dilakukan lebih dini, mulai dari tingkat yang kecil.

Desakan kepada Pemkab untuk segera membuat perda perlindungan TKI di Brebes sebenarnya sudah lama dilakukan oleh beberapa kalangan, baik oleh TKI, keluarga, mahasiswa, ataupun beberapa aktivis LSM.

Seharusnya ini dilihat sebagai kebutuhan mendesak dari masyarakat, sehingga diharapkan bisa menjadi prioritas dalam rencana program pemerintah daerah baik di eksekutif maupun legislatif.

Kehadiran perda diharapkan dapat memberikan ruang perlindungan yang lebih tepat dan lebih terakses serta terpenuhinya hak-hak TKI ataupun anggota keluarganya, selain itu juga akan menjadi regulator dalam pembinaan bagi  cabang PPTKIS dalam melakukan perekrutan di daerah.

Mewujudkan perda yang berperspektif perlindungan merupakan peluang yang semestinya digunakan oleh pemda  dan berbagai pihak dalam mengatasi kelemahan UU  Nomor 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri. (10)

— Agus Supriyanto, pemerhati masalah buruh migran, tinggal di Brebes
Wacana Suara Merdeka 26 Januari 2010