01 Maret 2011

» Home » Opini » Suara Merdeka » Berkaca pada Kasus Tamansari

Berkaca pada Kasus Tamansari

MINGGU, 6 Maret 2011 merupakan momen penting bagi masyarakat Kabupaten Demak karena pada hari itu mereka memilih pimpinan daerahnya. Pilkada di Kota Wali tersebut diikuti 4 pasangan calon yaitu Drs H Tafta Zani MM-Drs H Moh Dachirin Said SH MSi, Hj Saidah MA-Drs Haryanto MM, Ir H Moch Nadjib YN MSi-Hj Siti Azzah, dan Ir H Maryono MSi-Purnomo SH.

Terkait pilkada itu, semua pihak seyogianya bercermin pada kasus salah hitung terkait dengan kekurangjelian KPPS di TPS 4 Desa Tamansari Kecamatan Mranggen yang dalam catatan sertifikat hasil pemungutan dan penghitungan suara di TPS, yaitu model C 1 DPR-DPD, tercatat daftar pemilih tetap (DPT) 300, terdiri atas 151 pemilih laki-laki dan 149 perempuan . Adapun yang menggunakan hak pilih hanya 222 orang, dengan rincian suara sah 166 dan tidak sah 56.

Yang menjadi permasalahan adalah jumlah total suara sah dari partai nomor pertama sampai akhir adalah 146, yang kemudian diklaim oleh PDIP bahwa suara yang ’’hilang’’ itu miliknya. Versi saksi PDIP yang dikuatkan oleh Panwas Pemilu Provinsi Rahmulyo  Adiwibowo, partai mendapat 5 suara, caleg Ir H Daryatmo Mardiyanto 11, Dra Endang Setyaningdyah 2 suara, serta Hj Noor Haniah SH dan Drs Rustam Fachri masing-masing 1 suara sehingga ada 20 suara yang hilang (SM, 29/04/09). Mahkamah Konstitusi akhirnya memutuskan KPU Demak harus mengembalikan suara hilang tersebut kepada yang bersangkutan.

Banyak pihak menilai tahapan penyelenggaraan Pemilu 2009 melelahkan. Prosesnya diawali pukul 07.00-12.00 dengan pemungutan suara dan penghitungan rata-rata sampai pukul 21.00, dilanjutkan rekapitulasi rata-rata sampai pukul 01.00. Kurang lebih KPPS harus bekerja 17 jam untuk menyelesaikan semua proses, termasuk membuat  berita acara rekapitulasi dan sertifikat hasil penghitungan suara.

Tidak jauh berbeda dari waktu yang dijalani saksi dari partai politik, yakni waktu untuk mengawal penghitungan suara parpolnya di DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/ kota. Demikian juga waktu yang dibutuhkan pengawas pemilu lapangan (PPL) di tingkat desa untuk mengawasi proses itu.

Pada kasus TPS 4 Desa Tamansari Kecamatan Mranggen, permasalahan timbul karena pengawalan suara tidak berkelanjutan. Artinya saksi datang pada proses awal, dan pada proses pertengahan dia meninggalkan tempat itu dan baru kembali tatkala proses akhir, atau tahap pencatatan hasil akhir, terutama jumlah suara dari parpol itu, baik di tingkat DPR, DPRD provinsi maupun DPRD kabupaten.

Ada satu momen penting yang ditinggalkan yaitu proses ’’pertengahan’’ dengan agenda penghitungan suara, yang justru sangat krusial. Apabila peran saksi sesuai dengan fungsinya untuk menyaksikan proses penghitungan suara, dan ada keyakinan bahwa pengawalan suara parpol sesuai dengan jumlah yang didapat tanpa merasa dirugikan, maka urutan prosesnya berjalan mulus. Pasalnya bila pada waktu itu terjadi pergeseran jumlah suara, dan saksi mengetahui, pasti ia akan membetulkannya.

Memahami Peraturan

Apabila ada keberatan pun dia akan dilayani oleh KPPS dengan mencatat pada formulir model C3 kejadian khusus. Menurut hemat saya, peran saksi di TPS sangat menentukan dalam mengawal proses awal suara parpol, yang kemudian bergulir pada peran saksi di tingkat kecamatan, kabupaten dan seterusnya. Dalam penyelesaian perselisihan di MK pun, peran saksi pada tahapan itu sangat menentukan.

Dikaitkan dengan permasalahan mungkin terjadi maka maka KPU harus menularkan ilmunya kepada personel dari tingkat KPPS, PPS hingga PPK, melalui bimbingan teknis penyelenggara pemilihan umum. Titik berat pada level pelaksana tingkat bawah adalah KPPS wajib memahami aturan main. Artinya petugas memahami kegiatan persiapan, pelaksanaan pemungutan suara sampai dengan pengisian berita acara beserta lampirannya yang tertuang dalam formulir pemungutan dan penghitungan suara di TPS. Termasuk menyampaikannya kepada PPS, saksi peserta pemilu, dan panwas pemilu lapangan.

Dengan kekuatan 7 personel dibantu 2 petugas keamanan, petugas di TPS harus dapat memaksimalkan tugas dan wewenangnya. Selain kesiapan fisik yang prima, tidak kalah pentingnya adalah kecermatan dan ketelitian, dengan berpegang pada peraturan, yang menjadi kata kunci untuk menghindarkan terjadinya salah hitung yang biasanya menimbulkan masalah. Insya Allah kasus suara hilang di Tamansari tidak terulang. (10)

— Jessi Tri Joeni STr MM, anggota KPU Kabu­paten Demak
Wacana Suara Merdeka 2 Maret 2011