SETELAH menuai protes terkait rencana pembangunan gedung baru DPR berlantai 36 dengan anggaran sekitar Rp 1,2 triliun, lagi-lagi DPR dituding berbohong atas rencana kunjungan studi banding ke berbagai negara. Mubihah ke luar negeri pada September-Oktober 2010, yaitu ke Belanda memakan anggaran Rp 766.102.400, Norwegia Rp 877.054.400, Afrika Selatan Rp 795.064.000, Korea Selatan Rp 611.662.000, dan ke Jepang Rp 640.504.000 (SM, 15/09/10).
Pengeluaran anggota DPR ke berbagai negara lintas benua memakan biaya total sekitar Rp 3,7 miliar, setara beras untuk 147.707 orang miskin. Harian ini pada hari berikutnya juga mewartakan beberapa anggota DPD akan melakukan studi banding, juga ke Inggris, mempelajari permasalahan hukum.
Alasan kepergian berbagai anggota lembaga tinggi negara karena memanfaatkan dana yang telah dianggarkan dan kalau tidak dipakai akan mengurangi kinerjanya, mengundang pertanyaan. Mengapa anggarannya sedemikian besar? Kalau anggaran sebesar itu dipakai untuk kegiatan produktif tentunya dengan kaidah ekonomi, melalui angka pengganda akan menaikkan pendapatan, yang berarti bisa menyerap banyak tenaga kerja, dapat mengurangi angka kemiskinan yang merupakan momok bagi kita semua. Kini, lagi-lagi anggota Dewan yang terhormat dan juga lembaga tinggi negara lainnya senang menganggarkan studi banding ke luar negeri. Di pihak lain, rakyat yang diwakilinya yang nasibnya kebanyakan masih dalam keprihatinan dan keterbelakangan, kurang mendapatkan perhatian yang begitu besar.
Bahkan sekarang banyak orang mengeluh mengapa biaya sekolah mahal, biaya kesehatan begitu tinggi, pengurusan berbagai perizinan rumit, dan kinerja pelbagai sektor pelayanan publik mengalami penurunan drastis. Khusus untuk sektor pendidikan banyak komentar dari generasi yang sekarang berumur 40 tahun ke atas yang mengatakan bersyukur dilahirkan lebih dahulu karena kalau dilahirkan sekarang dengan kondisi orang tua yang serbapas-pasan tidak mungkin bisa mengenyam pendidikan sampai perguruan tinggi.
Tidak Salah Soal studi banding, siapa pun setuju bahwa pergi ke tempat lain merupakan hal yang baik dan mulia karena dapat memetik hal-hal baru di tempat lain yang sekiranya dapat diterapkan di tempat asalnya. Sejarah para Nabi yang berhasil karena hijrah dan sejarah negara-negara maju sekarang ini tidak lupa karena melakukan perjalan jauh ke berbagai negara lain, karena mencari sesuatu yang dianggapnya berharga bagi negara tersebut.
Meski yang terjadi pada banyak negara maju disebabkan karena menjajah negara yang terbelakang, bagaimana pun kemajuan diperoleh karena pergi dari tempat asalnya. Keberhasilan sejumlah ilmuwan Indonesia disebabkan karena studinya pada berbagai tempat lain, bahkan sampai ke mancanegara.
Studi banding anggota lembaga tinggi negara sebenarnya tidaklah salah apabila hasilnya benar-benar bermanfaat bagi kalangan banyak. Tetapi karena seringnya mengumbar citra diri sementara dalam realitasnya jauh dari kenyataan, banyak pihak yang meragukan apa yang telah dianggarkan dan akan direalisasikan mengenai studi banding memang benar-benar bermanfaat.
Kalau benar-benar terpaksa tidak perlu melakukan studi banding, senyatanya melalui buku-buku di perpustakaan bisa dipelajari berbagai hal yang dirasa penting bagi lembaga tinggi tersebut untuk kepentingan rakyat banyak.
Kalau masih belum paham tentunya dapat menghubungi penulis maupun pihak terkait lainnya, baik lewat telepon, email, maupun perangkat teknologi mutakhir lainnya. Jika dipandang perlu bahkan bisa mendatangkan para pakar untuk diperas ilmunya, yang tentunya jatuhnya biaya tidak seperti kalau ramai-ramai melakukan muhibah.
Jika terpaksa melakukan studi banding maka pertanggungan jawabnya harus benar-benar dapat dilakukan. Seperti pada berbagai perguruan tinggi yang mengirim stafnya mengikuti pelatihan pada berbagai tempat lain, bahkan ada yang ke luar negeri, maka ketika pulang harus mempertanggung jawabkan semua biaya yang telah dikeluarkan. Di samping itu, ilmu yang didapat harus dipresentasikan di depan kolega, untuk melihat apakah kepergiannya ke tempat lain menggunakan anggaran negara dan rakyat, benar-benar sesuai tujuan.
Jika anggota lembaga tinggi negara benar-benar melakukan studi banding maka penggunaan anggarannya harus benar-benar transparan dan akuntabel. Berapa anggaran yang telah dikeluarkan kiranya dapat dipertanggungjawabkan ke publik melalui berbagai media, salah satunya lewat internet. (10)
— Purbayu Budi Santosa, guru besar Fakultas Ekonomi Undip
Wacana Suara Merdeka 21 September 2010