25 Mei 2010

» Home » Pikiran Rakyat » Memperkuat Kompolnas

Memperkuat Kompolnas

Oleh Asep Supriadi
Kasus Susno Duadji, Gayus Tambunan, dan berbagai mafia hukum dan manipulasi perpajakan menyadarkan semua pihak akan buruknya potret peradilan di negeri ini. Semua kelembagaan dibuat gerah karena terdapatnya berbagai modus mafia. Mulai dari institusi kepolisian, kejaksaan, kehakiman, dan dunia pengacara. Demikian besarnya imbas dari mafia di dunia peradilan terhadap pencapaian keadilan itu sendiri.
Yang tidak kalah menariknya manakala Polri membentuk penyidik independen. Masyarakat masih tetap menunjukkan ketidakpercayaan karena "nila setitik merusak susu sebelanga". Artinya, keberhasilan di bidang lain tidak bisa mengubah opini, seperti pengungkapan kasus narkotika dari pemakai, pengedar sampai sindikat transnasional dan internasional, bahkan kasus teroris dengan pengungkapan mulai dari Bali satu sampai ke Aceh, Pamulang, Cikampek, dan Solo belum bisa mengembalikan kepercayaan masyarakat di negeri ini.
Kenapa kepercayaan ini tak kunjung tumbuh di masyarakat? Minimal itu pertanyaan yang muncul dari naluri penulis. Lantas, bagaimana seharusnya upaya Polri, apa yang perlu disempurnakan?
Untuk masa yang akan datang, masalah ketidakpercayaan masyarakat bisa diatasi dengan mengoptimalkan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) yang semula hanya punya kewenangan mengawasi, melaporkan, menerima pengaduan dari masyarakat. Untuk menjawab ini semua, Kompolnas diberikan wewenang yang lebih luas sebagai pemeriksa institusi Polri manakala ada kasus-kasus seperti ini, komposisi dan kompetensi menjadikan prioritas utama untuk membentuk Kompolnas yang bisa menjadikan solusi yang lebih baik.
Manakala Kompolnas mendapatkan peran yang lebih lengkap dan dengan komposisi dan kompotensi yang bisa dipertanggungjawabkan dan mendapat pengakuan dari masyarakat, niscaya akan lebih dipercaya bila pembentukan penyidik independen diprakarsai oleh Kompolnas. Sebab, komposisi Kompolnas dalam merekrut anggotanya bersifat kredibel, tranparan, dan mewakili dari unsur-unsur dalam masyarakat. Dengan demikian, tidak ada celah untuk tidak percaya manakala Kompolnas tampil untuk menyelesaikan permasalahan seperti kondisi sekarang ini.
Secara normatif, Pasal 37 (1) Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Polri, menjelaskan, Lembaga Kepolisian Nasional yang disebut dengan Komisi Kepolisian Nasional berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Ayat (2), Komisi Kepolisian Nasional dibentuk dengan keputusan Presiden. Komisi Kepolisian Nasional bertugas membantu presiden dalam menetapkan arah kebijaksanaan Kepolisian RI dan memberikan pertimbangan kepada presiden dalam pengangkatan dan pemberhentian Kapolri. Dalam melaksanakan tugasnya, Kompolnas berwenang mengumpulkan dan menganalisis data sebagai bahan pemberi saran kepada presiden yang berkaitan dengan anggaran, Kepolisian Negara Republik Indonesia, pengembangan sumber daya manusia Polri, dan pengembangan sarana dan prasarana Polri. Memberikan saran dan pertimbangan lain kepada presiden dalam upaya mewujudkan Kepolisian Negara Republik Indonesia yang profesional dan mandiri, serta menerima saran dan keluhan dari masyarakat mengenai kinerja kepolisian dan menyampaikan kepada Presiden.
Untuk bisa tampil sebagai penyidik independen dan bisa dipercaya oleh masyarakat sehingga bisa menjadi salah satu solusi dalam menghadapi permasalahan, dalam pasal ini penulis berpendapat perlu ditambah kewenangan sebagai penyidik yang dalam keadaan luar biasa dapat tampil sebagai penyidik independen. Dalam Pasal 8, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2005 huruf g tentang calon yang berasal dari unsur tokoh masyarakat seharusnya lebih diperjelas asal dari tokoh tersebut misalnya dari akademisi, praktisi, dan pemuka agama.
Guna memperkuat Kompolnas ke depan, Pasal 38 dalam ayat (2) perlu ditambahkan pada huruf d, tentang kewenangan membentuk penyidik independen dalam hal diperlukan menyidik kasus-kasus luar biasa yang dapat mempertaruhkan kredibilitas Polri secara kelembagaan. Kemudian, pada huruf e diperlukan persetujuan DPR dalam menentukan anggota Kompolnas. Pasal 39 ayat (2) tentang keanggotaan Kompolnas, dari unsur pemerintah sudah cukup bagus. Pakar kepolisian tidak hanya berorientasi pada purnawirawan Polri, tetapi harus punya kompetensi di bidang kepolisian. Unsur tokoh masyarakat juga harus diperjelas supaya tidak memberi peluang menginterprestasi yang salah. Oleh karena itu, perlu komposisi akademisi, praktisi, bila perlu tokoh keagamaan.
Ke depan manakala ada permasalahan yang rumit seperti sekarang ini Kompolnas akan tampil dengan segala kewenangan yang dimilikinya untuk melakukan penyidikan yang independen dengan suatu dasar kepercayaan dari masyarakat karena komposisi dari keanggotaan Kompolnas telah secara transparan direkrut dari akademisi, praktisi, pemuka agama untuk mengisi unsur-unsur tokoh masyarakat itu sendiri.
Dengan terbentuknya kepercayaan dari masyarakat, penulis yakin masyarakat akan dapat dengan mudah berperan serta dalam memaksimalkan pemolisian masyarakat dan mencari sejuta teman. Penegakan hukum akan dapat menciptakan kepastian hukum yang berkeadilan manakala didukung instrumen yang baik, pelaksana yang profesional, kelembagaan yang baik, dan adanya kesadaran hukum masyarakat yang tinggi. Penulis optimis pada gilirannya hukum akan jadi panglima di negeri ini.***
Penulis, kandidat Doktor Hukum Pidana Universitas Padjadjaran Bandung.
opini pikiran rakyat 26 mei 2010