21 April 2010

» Home » Pikiran Rakyat » Abu yang Melumpuhkan

Abu yang Melumpuhkan

Oleh Adjat Sudradjat

DALAM beberapa hari ini penerbangan di Eropa telah mengalami lumpuh total, karena semua bandara menutup kegiatannya akibat ancaman bahaya abu gunung api. Sejak Gunung Api Eyjafjallajokull di Islandia Selatan meletus pada Rabu (14/4), semua pesawat tidak diperkenankan untuk terbang ataupun mendarat, sehingga praktis semua kota besar di Eropa terisolasi. Puluhan ribu penumpang terdampar, baik di Eropa sendiri maupun di banyak negeri lainnya, yang akan menerbangkan pesawat ke Eropa. Hampir seluruh kota besar di dunia, terkena dampak dari letusan gunung api tersebut. Abu telah menyelimuti udara Eropa, mulai dari Norwegia di sebelah utara sampai ke Prancis di sebelah selatan dan dari Inggris Raya di barat, sampai Polandia di sebelah Timur. Para tamu negara yang akan menghadiri pemakaman Presiden Polandia  beberapa waktu yang lalu, tewas bersama istrinya dalam satu kecelakaan pesawat udara, semuanya terhambat.

Gunung Eyjafjallajokull atau di kalangan ahli vulkanologi dikenal sebagai Gunung Eyjafjoll dengan kode nomor 1207-02, terletak di Islandia bagian Selatan. Gunung ini meletus terakhir pada 1823. Sejak itu tidak pernah meletus lagi. Jenis kegiatan pada masa lampau adalah campuran antara leleran (effusive) dan letusan (explosive), yang seimbang atau dengan indeks 0,5. Sifat ini berbeda dengan kegiatan gunung api di Indonesia, yang mempunyai indeks 0,9 dan memperlihatkan dominasi  kegiatan letusan terhadap kegiatan leleran.



Kegiatan Gunung Eyjafjoll kali ini diperkirakan lebih banyak eksplosif dan menghasilkan batuan klastika seperti abu serta pasir. Abu diembuskan ke udara setinggi sebelas kilometer. Ketinggian ini sebenarnya tidak seberapa, dibandingkan dengan letusan Galunggung 1982 yang mencapai lebih dari 25 kilometer atau Krakatau 1883 yang mencapai lebih dari lima puluh kilometer. Akan tetapi, karena angin bertiup dari Kutub Utara, maka abu ini melayang menyelimuti udara Eropa sejauh lebih dari dua ribu kilometer.

Bahaya abu

Abu gunung api menyebabkan bahaya fatal pada pesawat terbang. Mesin pesawat bisa mendadak mati, karena sirkulasi udara tersumbat yang disebabkan oleh abu  melebur menjadi silika. Muatan listrik pada abu bisa menimbulkan kebakaran (inferno). Pada letusan Galunggung 1982, muatan listrik dapat dilihat berupa kilat, yang selalu menyertai setiap letusan. Bahaya lain adalah rusaknya badan pesawat, terutama pada bagian kaca kabin pilot (windshield) karena diampelas oleh abu.

Letusan Galunggung 1982 adalah letusan pertama yang menjadi perhatian dunia penerbangan, karena dua pesawat jumbo yang terbang dari Singapura menuju Australia dan Selandia Baru, telah mengalami kerusakan mesin mati total. Pesawat terbang itu terpaksa melayang tanpa mesin (gliding) dan melakukan pendaratan darurat di Jakarta. Beruntung, peristiwa itu tidak menelan  korban jiwa. Peristiwa nahas ini rupanya tidak membuat jera penerbangan, sehingga terulang  lima kali ketika Gunung Redoubt di Alaska meletus pada 1989. Sesudah itu barulah ada perhatian yang serius dan pada 1991 satu simposium dunia telah diselenggarakan di Seattle, kota tempat pabrik pesawat terbang Boeing. Hasil pertemuan itu telah dijadikan bahan, dalam penyusunan prosedur baku oleh Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO).

Pelajaran

Secara geologis, Eropa terletak pada kerak kontinen yang stabil. Di sana tidak ada gunung api. Wilayah yang berpotensi untuk menimbulkan bahaya terletak jauh dari Eropa, yaitu lebih dari 1.500 kilometer ke arah barat, di tengah-tengah Samudra Atlantik. Di sini, pada gigir tengah samudra (mid oceanic ridge), terdapat kegiatan efusif bawah laut. Di Islandia kegiatan ini berjalan dengan intensif, sehingga tumpukan batuan efusifa itu menggunung dan muncul ke permukaan laut membentuk  Pulau Islandia.

Dengan demikian, secara teoretis kegiatan gunung api di Islandia relatif tidak membahayakan, karena didominasi oleh kegiatan efusif berupa leleran lava. Namun demikian, karena wilayah ini selalu diselimuti es, maka akumulasi air tanah membentuk uap. Tekanan uap inilah yang menyebabkan terjadinya letusan dan menghancurkan batuan menjadi abu gunung api. Dari 34 gunung api di Islandia hanya lima yang bersifat eksplosif, selebihnya didominasi oleh kegiatan efusif yang muncul dari celah-celah sepanjang Pulau Islandia.

Tingkat bahaya gunung api jenis efusif relatif rendah, dibandingkan dengan gunung api eksplosif yang terdapat di sepanjang Cincin Api Pasifik (Pacific Ring of Fire). Namun, ternyata gunung api efusif di Islandia, telah menyebabkan lumpuhnya Eropa dan menimbulkan dampak terhadap masyarakat luas di seluruh dunia. Kerugian ekonomis yang diderita tak terhitung besarnya. Belum lagi dampak psikologis perorangan,  terpaksa menyesali acara-acara penting yang tidak bisa ditepati. Oleh karena itu, gunung api di sekitar Pasifik yang lebih berbahaya bagi penerbangan, perlu mendapat perhatian. Sistem dan organisasi peringatan dini, prosedur penanggulangan dan tindak darurat atau kesiapsiagaan (preparedness) perlu disusun, ditingkatkan atau direvitalisasi. ***

Penulis, ahli geologi, tinggal di Bandung.
Opini Pikiran Rakyat 22 April 2010