17 Februari 2010

» Home » Lampung Post » Politik Bencana Alam

Politik Bencana Alam

Pramudito
Pemerhati politik, tinggal di Depok, Jawa Barat.
GEMPA bumi besar beberapa waktu yang lalu melanda Haiti yang menelan ratusan ribu korban jiwa. Masih segar dalam ingatan selama 2009 juga tidak sedikit bencana alam yang menimpa kita, demikian pula tahun-tahun sebelumnya. Mulai dari tsunami, gempa bumi besar di Yogyakarta, Jawa Barat, dan terakhir di Sumatera Barat, belum termasuk banjir besar yang melanda Jakarta pada Februari 2007.
Meskipun tidak kita harapkan, timbulnya bencana alam memang tidak dapat diduga sebelumnya. Masalahnya adalah apakah kita lebih siap dibandingkan waktu-waktu yang lalu untuk menghadapi bencana alam pada masa mendatang?


Peran Politik Partai
Kita tidak dapat berburuk sangka terhadap partai bila tengah terjadi bencana alam, apalagi bencana skala besar. Hanya masalahnya adalah bagaimana partai memandang bencana tersebut, apakah bencana alam merupakan lingkup atau tataran politik, di mana partai harus ikut berperan yakni berpartisipasi dalam penanggulangannya? Apakah bencana alam hanya merupakan urusan pemerintah semata-mata baik pusat maupun daerah yang bersangkutan? Apakah partai, sebagai institusi politik, telah mempunyai politik atau policy (kebijakan) sebagai salah satu aspirasinya dalam menanggulangi bencana alam?
Bila partai hanya memandang politik dengan lingkup yang sempit yang hanya berorientasikan pada kekuasaan semata-mata, kita akan mudah mengerti mengapa dalam menghadapi bencana alam partai-partai hanya sedikit sekali concern-nya terhadap petaka tersebut. Namun, bila partai memandang politik dengan skop yang luas, kiranya peranan partai dalam menghadapi bencana alam akan lebih tampak.
Memang tidak perlulah atau harus selalu partai ikut mengumpulkan dana untuk memberikan bantuan kepada rakyat yang tertimpa bencana alam. Bagaimanapun hasilnya akan terbatas, apalagi kalau bencana alam saat terjadinya jauh dari masa pemilu. Partai justru tidak banyak antusias untuk membantu korban bencana alam.
Ada partai yang takut dianggap mempolitisasi bencana alam. Ini sikap yang tidak betul. Dalam negara demokrasi, kejadian atau peristiwa apa pun tidak haram dipolitisasi oleh partai, justru memang itulah salah satu tugas partai. Dulu di zaman Orba memang dilarang, karena dianggap akan mengganggu stabilitas politik, tapi dalam zaman reformasi larangan itu tidak ada lagi.
Bila suatu partai dalam kedudukan sebagai opisisi, suatu bencana alam justru dapat dipolitisasi untuk menyoroti dan mengkritik pemerintah, misalnya mengenai bantuan yang disalurkan kepada korban bencana alam. Ini sah saja. Partai yang kebetulan berkuasa atau anggota koalisi harus memperkuat upaya pemerintah untuk menanggulangi bencana alam, membela kebijakan pemerintah, dapat pula sebelumnya dalam hal penyusunan undang-undang atau peraturan-peraturan yang berhubungan dengan penanggulangan bencana alam.
Bila partai-partai secara maksimal sudah melakukan peranan politiknya dalam masalah bencana alam, partai tersebut dapat dikatakan telah menjalankan kewajiban sebagai langkah politik. Memang tidak langsung tampak oleh publik, karena partai bukanlah aparatur Dinas Sosial. Hal yang penting adalah setiap partai harus mempunyai politik (kebijakan) yang jelas dalam penanggulangan bencana alam dan aspirasi itu diperjuangkan dalam forum legislatif dan harus gigih berjuang agar bisa lolos menjadi produk undang-undang atau peraturan yang nantinya harus dipatuhi untuk dilaksanakan oleh pemerintah.
Bagi partai yang kebetulan sedang berkuasa, entah di Pusat atau daerah, sekali lagi, perlu lebih kuat mendorong agar aparat pemerintah terkait lebih intensif dalam upaya penanggulangan bencana. Beberapa bulan yang lalu, Presiden SBY pernah menyerukan agar kepala daerah berada di tengah-tengah rakyatnya yang sedang tertimpa bencana. Maksudnya agar kepala daerah jangan hanya duduk di belakang meja, tapi langsung terjun memberikan motivasi dan pencarian jalan keluar di tengah-tengah masyarakatnya yang tertimpa musibah.
Bagi partai oposisi, terutama di daerah-daerah perlu melakukan kontrol yang ketat apakah bantuan yang disalurkan ke rakyat yang tertimpa bencana sudah benar-benar mencapai sasaran. Partai oposisi dapat segera menggugat pemerintah daerah bilamana ada bantuan yang kurang beres penyalurannya. Begitulah idealnya kehidupan politik dalam negara demokrasi, antara partai yang berkuasa dengan partai yang mengambil posisi sebagai oposisi.
Kerja Sama dengan Unsur Masyarakat
Sebenarnya partai-partai dapat meningkatkan kerja samanya dengan unsur-unsur atau komponen masyarakat, termasuk LSM guna lebih memobilisasikan partisipasi masyarakat dalam penanggulangan bencana alam. Hal ini bisa dilakukan melalui forum parlemen atau DPRD. Seorang pengamat asing pernah mengungkapkan kelemahan penanggulangan bencana alam di Indonesia adalah kurangnya tenaga relawan (volunteer) yang sebenarnya sangat besar peranannya dalam membantu para korban bencana alam.
Negara-negara maju telah lama mempunyai kebijakan yang konkret dalam hal penyediaan dan pengerahan relawan-relawan ini. Misalnya di Australia telah dikembangkan dunia relawan sejak 1950-an (Peter Britton, 2002). Dikatakan relewanisme sudah merupakan hal yang mapan dan permanen. Dalam masa 1980 dan 1990-an tak kurang dari 5.000 relawan Australia pernah disebarkan ke beberapa penjuru dunia, seperti Kepulauan Pasifik, Afrika, Timur Tengah, dan Amerika Latin.
Para relawan itu membantu rakyat setempat, misalnya dengan melatih keterampilan baik di bidang sosial, usaha kecil, pertanian, industri kecil yang kesemuanya dalam rangka pengentasan kemiskinan. Relawan untuk bencana alam juga memiliki keterampilan khusus yang dengan sigap dan dalam waktu singkat mereka diarahkan untuk membantu para korban bencana alam, termasuk pengungsi, agar mereka segera terbantu dipenuhi kebutuhan-kebutuhan primernya.
Bisa dibayangkan, betapa sangat tertolongnya korban bencana yang kehilangan rumah, para relawan itu dengan cepat segera membagun rumah-rumah nonpermanen, agar paling tidak untuk sementara para korban bencana atau pengungsi dapat terhindar dari teriknya mentari dan basahnya hujan.
Dalam tahun baru ini partai perlu memiliki politik (kebijakan) yang lebih tegas tentang upaya penanggulangan bencana alam untuk diperjuangkan menjadi kebijakan pemerintah!

Opini Lampung Post 18 Februari 2010