Perubahan politik erat kaitannya dengan demokrasi, yakni menciptakan pranata politik demokratis untuk menopang fondasi pemerintahan. Pada tahap awal perubahan adalah menciptakan instrumen atau pranata politik untuk mengatur penyelenggaraan kehidupan negara dan pemerintahan. Dengan demikian, perubahan politik memiliki dimensi yang sangat luas dan kompleks, mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat dan perilakunya di dalam merespons kekuasaan negara.
Reformasi yang kita lakukan memang tidak hanya mencakup aspek politik, tetapi juga ekonomi. Secara teoritis, perubahan politik ke arah demokrasi akan mendorong kreativitas masyarakat menuju peningkatan kesejahteraan melalui pembangunan ekonomi. Lebih daripada itu, perubahan politik menuju demokrasi harus bisa mewujudkan stabilitas sosial-politik dan keamanan agar dapat menunjang peningkatan kesejahteraan rakyat.
Hingga kini Indonesia sudah memasuki lebih daripada satu dasawarsa menapaki reformasi menuju negara demokrasi. Pada saat yang sama, berbagai kalangan menilai perjalanan reformasi masih jauh dari memuaskan. Perubahan yang terjadi masih bergerak pada level tata politik dan pemerintahan yang bersifat prosedural, bukan pada transformasi sosial-politik menuju konsolidasi demokrasi yang lebih fundamental dan substantif.
Harus diakui, masih banyak kritik yang muncul bahwa proses-proses politik yang telah berlangsung seperti pilkada, pemilu legislatif, dan pilpres yang dipilih secara langsung oleh rakyat masih belum menghasilkan perubahan-perubahan yang mempunyai dampak signifikan dalam memperbaiki kehidupan masyarakat.
Sementara itu, proses-proses politik tersebut menghabiskan biaya politik yang cukup besar. Tentu saja proses-proses politik tersebut merupakan kebutuhan bangsa untuk membangun sistem politik sebagai bagian dari konsolidasi demokrasi. Namun, beberapa hal juga perlu memperoleh pertimbangan bahwa proses-proses demokrasi untuk mewujudkan konsolidasi demokrasi menjadi kian menghabiskan banyak waktu, tenaga, dan makin mahal yang menghabiskan banyak anggaran negara maupun dana mereka yang mencalonkan diri baik untuk lembaga legislatif maupun eksekutif. Memang itulah ongkos politik yang harus dibayar ketika publik menginginkan demokrasi.
Meskipun sesungguhnya sebagian dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, dana tersebut tersedot ke dalam pembelanjaan proses-proses demokrasi prosedural. Ke depan, demokrasi sebagai proses-proses politik, baik pada tingkat nasional maupun lokal, haruslah menjadi lebih efisien sehingga tidak memboroskan biaya politik terlalu besar. Pengembangan proses-proses demokrasi yang lebih efisien tersebut tidak harus mengurangi substansi demokrasi itu sendiri, tetapi justru sebaliknya membuat demokrasi kian efektif dan berdaya guna sebagai landasan politik untuk membangun kesejahteraan rakyat.
Jika demokrasi tidak berdampak pada peningkatan kesejahteraan rakyat, apatisme terhadap demokrasi juga dapat meningkat di kalangan masyarakat seperti tercermin dalam rendahnya partisipasi publik dalam proses-proses politik demokratis semacam pemilu. Lebih daripada itu, apatisme politik tersebut dapat mendorong kalangan tertentu dalam masyarakat untuk menyodorkan sistem politik antidemokrasi yang mereka percayai dapat lebih mempercepat peningkatan kesejahteraan rakyat dan keadilan.
Konsolidasi demokrasi dan pembangunan ekonomi
Dengan kondisi demokrasi yang belum terkonsolidasi, perlu kita pikirkan agar sistem politik yang ada mampu melahirkan konsolidasi demokrasi secara kukuh. Konsolidasi demokrasi diperlukan sebagai mekanisme demokrasi untuk menyelesaikan masalah-masalah bangsa sehingga demokrasi tidak kehilangan dimensi moralitas atau sekadar diwarnai wahana kontestasi untuk merebut kekuasaan. Konsolidasi demokrasi dimaksudkan untuk menghasilkan sistem politik yang kokoh bagi bekerjanya sistem nasional yang lain termasuk sistem perekonomian karena demokrasi hanyalah alat dan bukan tujuan. Tujuan dalam kehidupan bernegara adalah mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.
Pengalaman banyak negara demokrasi di dunia menunjukkan, demokrasi tanpa peningkatan taraf kemakmuran ekonomi dan kesejahteraan rakyat membuat demokrasi dapat kehilangan maknanya. Jika demokrasi tidak berdampak pada peningkatan kesejahteraan rakyat, apatisme terhadap demokrasi juga dapat meningkat di kalangan masyarakat seperti tecermin dalam rendahnya partisipasi publik dalam proses politik demokratis semacam pemilu/pilkada.
Melalui demokrasi yang terkonsolidasi akan melahirkan institusi-institusi sosial, politik, dan ekonomi yang baik, yang sangat menentukan keberhasilan pembangunan sehingga demokrasi menjadi penentu bagi pembangunan ekonomi. Selain itu, demokrasi sendiri makin penting bagi keberlanjutan pembangunan ekonomi. Demikian pula seiring dengan meningkatnya kesejahteraan rakyat, demokrasi akan semakin diminta rakyat. Pada tahap ini, pembangunan ekonomi menjadi prioritas dalam kerangka mengurangi risiko kegagalan demokrasi. Pada tahap selanjutnya, interaksi antara ekonomi dan demokrasi makin erat dan keberadaan demokrasi makin menentukan kinerja ekonomi dan keberlanjutannya.
Dengan demikian, terdapat korelasi positif di antara peningkatan kesejahteraan rakyat dengan penguatan demokrasi, demikian pula demokrasi kian terkonsolidasi dan kuat jika kesejahteraan rakyat semakin meningkat dan sebaliknya demokrasi sulit bertumbuh dengan benar jika kesejahteraan rakyat tidak mengalami peningkatan.
Menurut Farid Zakaria (2003), batas kritis bagi demokrasi adalah pendapatan per kapita US$6.600 berdasarkan purchasing power parity (PPP), atau untuk ukuran Indonesia sekitar US$4.000. Jika pendapatan per kapita penduduk Indonesia pada 2008 menurut BPS mencapai US$2.271, untuk mencapai batas kritis demokrasi tersebut, Indonesia masih harus meningkatkan pendapatan per kapitanya lagi sebesar US$1.729.
Dengan selesainya proses-proses politik pada 2009, sekali lagi tidak hanya krusial dalam konteks pemilihan presiden dan wakil-wakil rakyat tersebut, tetapi juga sangat penting dalam kerangka kontinuitas konsolidasi demokrasi yang memang sangat mendesak dan menuntaskan agenda bangsa dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat. Dengan demikian, agenda mendesak kita adalah mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, berkualitas dan berkelanjutan, melalui pemberdayaan kekuatan-kekuatan ekonomi masyarakat sehingga pendapatan per kapita kita naik melampaui batas kritis demokrasi tersebut.
Selain itu, tugas konsolidasi demokrasi ke depan harus mampu mendorong proses-proses politik lebih akuntabel kepada rakyat, responsif terhadap keinginan dan kepentingan rakyat. Proses pengambilan keputusan politik yang panjang dan berbelit-belit harus segera dipangkas karena kondisi permasalahan yang dihadapi rakyat dan pemerintah sangat kompleks sehingga kebijakan pemerintah memerlukan keputusan yang cepat. Reformasi politik birokrasi juga mendesak dilakukan karena menjadi penghambat bagi pelaksanaan konsolidasi demokrasi dan percepatan pertumbuhan ekonomi.
Kondisi demokrasi yang semakin terkonsolidasi semakin memberi jalan bagi pemerintahan SBY-Budiono menyelesaikan tugas-tugas kebangsaan mewujudkan kesejahteraan rakyat. Demikian pula pemerintah sebagai penghasil kebijakan-kebijakan publik akan memiliki ruang yang lebih luas dalam mengimplementasikan kebijakannya.***
Oleh Dr Sugiharto, SE, MBA Wakil Ketua Dewan Pakar ICMI Pusat; Menteri Negara BUMN 2004-2007
Opini Media Indonesia 20 Januari 2010
20 Januari 2010
» Home »
Media Indonesia » Konsolidasi Demokrasi untuk Kesejahteraan Rakyat
Konsolidasi Demokrasi untuk Kesejahteraan Rakyat
Thank You!