17 Februari 2011

» Home » Okezone » Opini » Konflik SARA dan Salah Urus Negara

Konflik SARA dan Salah Urus Negara

Kasus kekerasan agama terjadi lagi. Baru-baru ini kasus terjadi di Kampung Pendeuy, Desa Umbulan, Cikeusik, Pandeglang, Banten, Jawa Barat. Selang sehari kekerasan terjadi di Temanggung. Sejumlah pelaku kekerasan melakukan anarkisme terhadap sejumlah warga yang menganut aliran Ahmadiyah dan akibatnya meninggal 3 orang warga. Kasus ini bukan yang pertama kali terjadi di negeri ini.

Kekerasan agama yang pernah terjadi di Indonesia tidak saja dilakukan oleh para ormas Islam yang sering muncul di media. Perlu kita cermati bahwa upaya memperlakukan kelompok agama dengan tidak adil adalah sebuah anarkisme. Hanya saja anarkisme seperti ini lebih terlihat sopan dan lembut. Anarkisme agama merupakan sebuah upaya mengganggu ketenangan manusia yang sudah menganut sebuah agama yang memiliki aturan-aturan yang inheren dalam agama yang dianut itu sendiri. Anarkisme juga bisa dilakukan sengan sistem yang diatur di sebuah wilayah.

Pada saat orde lama anarkisme agama pernah terjadi dan dilakukan oleh pihak komunis melalui sistem pemerintah. Salah satu contoh anarkisme yang pernah terjadi adalah Gerakan 30 S PKI  yang berusaha melakukan kudeta militer di pemerintahan  Soekarno saat itu. Dalam kasus yang terjadi di lapangan anarkisme tersebut begitu banyak dialami oleh umat Islam.

Kekejaman tentara komunis sangat begitu menodai kerukunan antarumat beragama dan sangat jelas melanggar hak asasi manusia. Karena tujuan pasti dari gerakan komunisme di Indonesia adalah mengubah sistem Pancasila dengan komunisme. Dan komunisme tidak mengakui sila pertama Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Saat Orde baru ternyata memberikan sejarah yang tidak jauh berbeda. Lewat militer pemerintah Orde baru melakukan anarkisme agama, lagi-lagi Islam yang menjadi korban. Beberapa kasus orde baru seperti Kasus Talang Sari, Tanjung Priok berdarah dan sejumlah kasus lainnya.

Dalam kurikulum pendidikan pemerintah orde baru  pernah melarang jilbab dipakai para pelajar di lembaga pendidikan pemerintah. Kasus-kasus yang terjadi di Orde baru sampai sekarang belum ada ujung penyelesaian dan meninggalkan penderitaan berat bagi para keluarga korban. Anarkisme agama di era reformasi banyak dilakukan oleh para penganut agama. Kasus seperti kerusuhan di Ambon yang terjadi antara kaum Nasrani dan Islam (lascar jihad, Red) menjadi contoh nyata. Kemudian anarkisme juga terjadi di Internal Islam seperti tindakan menghakimi oleh sekelompok Ormas Islam seperti Front Pembela Islam (FPI)  yang melakukan anarkisme ke sejumlah kelompok.  Anarkisme Agama terjadi akibat kurangnya komunikasi yang terjadi antara kedua belah pihak. Untuk itu perlu ada upaya baik dari semua elemen bangsa untuk menyelesaikan anarkisme agama.

Pertama, jika melihat sejarah Orde lama, orde baru, dan reformasi sekarang, umat Islam sebagai mayoritas di negeri ini seharusnya memiliki otoritas yang lebih dengan cara penyampaian hak Umat Islam ke regulasi pemerintah. Kasus-kasus yang merugikan kemurnian ajaran Islam sendiri seharusnya diatur lewat aturan yang dirancang oleh wakil rakyat yang sebagian besar mereka adalah pemeluk Islam. Ketegasan aturan agama merupakan sebuah upaya menolak penistaan agama yang membuat ajaran Agama Islam sendiri tidak jelas. Satu contoh jika terbukti bahwa Ahmadiyah bukan termasuk ajaran Islam maka perlu ada ketegasan baik dari kesepakatan Ulama dan disampaikan pemerintah bahwa memang Ahmadiyah bukan ajaran Islam. Ketegasan ini diambil agar tidak terjadi tindakan anarkisme dari sekelompok golongan karena merasa ajaran Islam dinodai dengan ajaran-ajaran yang tidak sesuai dengan Alquran dan hadist. Seperti nabi menjelaskan bahwa tidak akan mungkin umatku bersepakat secara mayoritas tentang bid’ah-bid’ah dalam agama. Andaikan benar terjadi bahwa Ahmadiyah bukan menganut ajaran Islam dengan keputusan Ulama dan penyampaian pemerintah maka jelas sudah masalah dan biarkan mereka menjalankan ritual tanpa ada tindakan anarkisme karena mereka sudah jelas bukan Islam. 

Kedua, Anarkisme agama sebenarnya memberikan dampak negatif bagi keberlangsungan sebuah struktur, baik itu entitas agama, gerakan sosial, lembaga politik, ormas Islam dan kelompok-kelompok lainnya. Naluri manusia selalu memberikan apresiasi positif terhadap hal-hal yang menyuguhkan kedamaian. Nilai Profetik (kenabian) mungkin kata yang tepat untuk mewakili sebuah sikap saling menjaga, toleransi, berbicara dengan hati, ketulusan. Dengan nilai profetik inilah agama menjadi sesuatu yang sangat dibutuhkan manusia akan hakikat diri sebagai seorang makhluk Tuhan. Nilai Profetik inilah yang menjadi jawaban kenapa Muhammad begitu sangat ditaati dan diikuti ajarannya. Tidak ada sedikitpun dalam sejarah manusia tentang agama yang mendahulukan anarkisme dalam interaksi masa. Bahkan tercatat dalam sejarah begitu banyaknya nabi yang sebenarnya menjadi korban dari anarkisme kaumnya karena di tolak ajaran dakwahnya. Nabi Nuh, Isa, Muhammad pernah mengalami hal demikian. Tapi yang sangat menakjubkan kesabaran para nabi menjadi magnet dakwah tersendiri bagi sebagian manusia.

Ketiga, Memberikan pemahaman tentang ajaran-ajaran agama akan lebih berdampak positif dari pada melakukan tindakan anarkisme agama. Dakwah bil hikmah wamauizhatil hasanah (Dakwah dengan hikmah dan suri tauladan yang baik) gambaran yang paling tepat bagi agama apapun. Walaupun nabi Muhammad pernah ditolak kaum taif namun mereka menyadari bahwa Muhammadlah satu-satunya manusia saat itu yang dapat dipercaya hingga dijuluki Al-amin, Muhammad adalah seorang yang jujur, selalu menyambung tali silaturahmi. Tidak ada satu orangpun yang meragukan kebenaran walau mereka telah melempari Muhammad dengan batu saat memberi ajakan kepada Islam. Lalu yang terjadi sekarang umat sudah berbeda jauh. Beberepa sekelompok ormas Islam sangat miris dengan mengedepankan anarkisme. Upaya melakukan nilai profetik telah berubah menjadi kebrutalan yang justru tidak membuat manusia simpati terhadap ajaran Islam. Akibat ulah beberapa kelompok ini yang nantinya merugikan agama dalam membangun rahmatan lil alamin. Dan jangan heran jika nantinya isu tentang terorisme terhadap islam tidak kunjung usai karena memang ada sebagian dari kita yang selalu meneror tanpa memberikan kepemahaman profetik.

Keempat, perlu adanya sebuah konstruksi dalam kepemimpinan umat Islam. Ini sekaligus menjadi jawaban kenapa Kepemimpinan sangat penting bagi Islam. Dengan pemimpin ini Islam akan mengembalikan kejayaan masa lampau dengan menyuguhkan masyarakat berperadaban yang menjadi kiblat dunia di masa lalu di mana istilah menyebut masyarakat madani (civil society). Kepemimpinan dalam Islam perlu diselesaikan dengan cara bersama antara umat Islam yang dijembatani Ormas Islam, Lembaga Agama, NGO Islam, Organisasi kepemudaan Islam dan lainnya. Konstruksi Kepemimpinan ini dibentuk untuk memberikan dasar-dasar pemahaman arti pentingnya Nilai Profetik yang diajarkan para nabi karena memang agama bukan paksaan,  sekaligus menjadi puncak regulasi dalam menjaga tatanan moral agama sehingga tidak terjadi hal-hal yang membuat orang menjadi benci dengan agama. Sebagaimana filosofi yang para nabi gunakan dalam interaksi bagaikan pohon mangga yang telus dilempari dengan kayu dan batu tapi pohon selalu membalasnya dengan menjatuhkan buah mangga yang manis.  Inilah garis besar Nilai Profetik yang disebut dalam Al-quran Id’fak bilatihiya ahsan (menolak kejahatan dengan kebaikan). Pemimpin harus mampu menuntaskan salah urus negara yang telah terjadi agar klaim kebenaran tidak harus dilakukan dengan kekerasan tapi dengan pemahaman.

DHARMA SETYAWAN
Ketua Komunitas Hijau KAMMI Lampung

Opini Okezone 9 Februari 2011