19 April 2010

» Home » Pikiran Rakyat » Citra Pertahanan TNI

Citra Pertahanan TNI

Oleh Tyasno Sudarto

Lokakarya ”Defense Image Building” yang diadakan akhir Maret lalu perlu diapresiasi sebagai upaya positif dan kritis dalam membangun citra pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia. Karena lokakarya menghadirkan sejumlah pejabat dan mantan pejabat yang berkepentingan di bidang pertahanan dan TNI di samping  para akademisi, pengamat militer-pertahanan, dan praktisi media massa.

Permasalahan ini memiliki dinamika yang kini telah melampaui batas-batas konsep mainstream komunikasi militer atau humas kemiliteran dan pertahanan sesuai dengan perkembangan kebutuhan dan tantangan. Soal komunikasi militer dan humas kemiliteran-pertahanan serta citra pertahanan-TNI tidak bisa lepas dan paling tidak merujuk pada apa yang disebut sebagai kerangka ”Spektrum Komunikasi Dalam Situasi Damai dan Perang” (Howard  H. Frederick, 1993).


Peran atau fungsi media massa dalam pembentukan citra pertahanan TNI dan dalam pertahanan negara menghadapi ancaman terhadap kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan suatu pemahaman bersama antara institusi pertahanan dan TNI di satu sisi dan media massa di sisi lain sebagai suatu ”identitas nasional” Republik Indonesia dan kekuatan nasional menghadapi semua ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan.

Media massa dalam konteks pembentukan citra pertahanan TNI dan dalam pertahanan negara harus mampu melampaui peran dan fungsi mainstream-nya (beyond mainstream) yang bukan lagi sekadar meliput dan memahami eksistensi Kementerian Pertahanan dan TNI serta selalu mengembangkan kemitraan dan sikap positif-dialogis media massa dengan Kementerian Pertahanan-TNI saja, melainkan media menjadi bagian aktif pelaksana sistem pertahanan nasional dan tugas-tugas pertahanan TNI  masa damai dan perang. 

Jika fungsi media massa dalam konteks pembentukan citra pertahanan TNI dan partisipasi aktif menghadapi ancaman kedaulatan negara-bangsa saat ini baru mampu menghadirkan fungsi humas, fungsi publikasi, dan fungsi dokumentasi Kementerian Pertahanan dan TNI, banyak tahapan program yang harus diprogram oleh Kementerian Pertahanan dan TNI.

Fungsi dan peran media massa yang beyond mainstream bukan merupakan hal  baru karena di era pasca-Perang Dunia I fungsi peran media yang melampaui batas mainstream-nya pada era sebelum (1911), selama (1913), dan setelah Perang Dunia I surat kabar Chicago Tribune dan New York Times sudah digunakan oleh AS untuk memanipulasi opini publik (Quincy Wright, 1965). 

Jenderal Collin Powell semasa menjabat sebagai Ketua Gabungan Para Kepala Staf Angkatan di AS pada Perang Teluk 1990-1991 menggunakan sistem komunikasi media massa sebagai suatu sistem penting, strategis, serta taktis dalam operasi militer dan medan perang.

Citra pertahanan dan TNI memang menjadi masalah komunikasi dan humas, tetapi hal yang lebih mendasar ditentukan  beberapa hal.

Pertama, TNI  kembali pada jati dirinya sebagai tentara rakyat, tentara pejuang, dan tentara nasional. Sebagai tentara rakyat, TNI harus manunggal, melindungi, dan membela kepentingan rakyat. Sebagai tentara pejuang, TNI harus  menjaga dan menegakkan ideologi negara Pancasila dan UUD 45 serta berjuang mencapai tujuan Kemerdekaan RI yaitu masyarakat adil makmur lahir batin. Sebagai tentara nasional, TNI harus menjaga kedaulatan NKRI dan Bangsa Indonesia. Semuanya dilaksanakan sesuai Sapta Marga, Sumpah Prajurit, dan Sistem Pertahanan Semesta.

Kedua, citra pertahanan ditentukan oleh tingkat profesionalitas TNI dalam fungsi-fungsinya seperti intelijen, teritorial, tempur semua matra darat, laut, dan udara.

Ketiga, citra pertahanan juga dilihat dari kualitas dan kuantitas alutsista serta pendukungnya.

Keempat, keberhasilan dan partisipasi TNI dalam pasukan pemelihara perdamaian dan Operasi Keamanan PBB meningkatkan citra pertahanan dan TNI di mata masyarakat internasional.

Spektrum komunikasi pada masa damai dan perang oleh Howard Frederick dikelompokkan dalam lima tahapan komunikasi, yaitu komunikasi pada masa damai, komunikasi pada tahap hubungan yang tegang, komunikasi dalam situasi konflik dengan intensitas rendah (awal konflik), komunikasi dalam situasi konflik dengan intensitas medium (konflik meningkat), komunikasi dalam situasi konflik dengan intensitas tinggi (konflik memuncak menjadi perang).

Paham perang kita bukan ofensif teritorial, tetapi perang bagi bangsa Indonesia adalah untuk mempertahankan-menegakkan kedaulatan kita. Namun, eksistensi dan sampai di mana keberadaan TNI dalam format spektrum komunikasi pada situasi damai dan perang itu amat menentukan bagaimana sebenarnya tingkat pencapaian citra Kementerian Pertahanan dan TNI dilihat dari aspek organisasi, aspek fungsi, dan aspek implementasi praktis.

”Rapid Assessment” TNI AD era 2000 menunjukkan,  TNI AD baru mampu memfungsikan komunikasi media massa pada masa damai atau tahapan pertama dan pada awal tahapan kedua komunikasi pada tahap hubungan yang tegang merujuk spektrum komunikasi Frederick. Pimpinan TNI AD semasa ini mulai mempersiapkan program strategis untuk masuk  tahapan ketiga di mana program komunikasi media massa terkait dengan operasi komunikasi dan spionase serta disinformasi. Merencanakan masuk tahapan keempat yaitu program komunikasi terorisme. Persiapan masuk tahapan kelima (pada situasi perang) dengan akan dimilikinya teknologi komunikasi militer dan TNI  serta dimilikinya fungsi komunikasi sebagai kesatuan baru dan kekuatan militer. ***

Penulis,  jenderal TNI (purn.), mantan KSAD, dan mantan Ka. BAIS TNI.
Opini Pikiran Rakyat 20 April 2010