Jika Bulog masih diperankan dalam pembangunan ketahanan pangan perlu diberi tugas tambahan untuk mengelola komoditas pangan strategis selain beras
PERUM Bulog sebagai BUMN, berdasarkan PP Nomor 7 Tahun 2003 dan Inpres Nomor 2 Tahun 2005 mendapat tugas melaksanakan pelayanan publik atau public service obligations (PSO) dalam bidang pembangunan perberasan nasional. Yaitu menyelenggarakan usaha logistik di bidang pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran pangan yang bersifat pokok, utamanya beras.
Sebagai institusi yang ditugaskan melakukan PSO dan lembaga komersial, Bulog memiliki tugas dan tanggung jawab besar pada rakyat. Sebagai lembaga komersial, Bulog harus melakukan tugas selayaknya perusahaan komersial di bidangnya. Lantas bagaimana perannya dalam ikut membangunan ketahanan pangan?
Kepala Subdivre Perum Bulog Semarang Imam Syafei mengatakan, sebagai lembaga komersial Bulog harus punya ruang yang sama dengan perum yang lain untuk melakukan aktivitas di bidang usaha seperti diatur dalam undang-undang.
Ruang ini harus diantisipasi secara cerdas agar ke depan perannya maksimal.Tegasnya, jika diikutsertakan membangun ketahanan pangan, Bulog sebagai pelaksana PSO, peran komersial lembaga ini harus ditingkatkan..
Masalah ini perlu mendapat perhatian, mengingat sejak statusnya menjadi perum, tugas yang diberikan tidak pernah dihilangkan. Bahkan, mampu diperkuat dengan manajemen baru yang lebih fleksibel, transparan, profesional, dan efisien.
Bulog juga tetap melaksanakan tugas publik yang dibebankan pemerintah terutama menjaga harga pembelian pemerintah (HPP), pelaksana distribusi beras untuk keluarga miskin (raskin), dan menjaga cadangan atau stok nasional untuk berbagai keperluan publik.
Bila dicermati, semua tugas yang dibebankan terkait erat dengan ketahanan pangan atau food security. Sayangnya, dalam melaksanakan tugasnya yang cukup berat itu, Bulog tidak didukung political will. Padahal tanpa dukungan pemerintah, dapat dipastikan agenda untuk membangun ketahanan pangan tidak mungkin dapat dilaksanakan dengan baik.
Hal ini mengingat, semua komponen yang menjadi kekuatan Bulog di dalam mengemban tugasnya sebagai pelayanan publik kini tidak ada lagi. Monopoli impor sudah tidak ada, subsidi juga tidak ada. Pemerintah daerah pun tidak lagi menjadikan swasembada pangan, utamanya beras, sebagai suatu indikator keberhasilannya.
Sudah Dipreteli Kredit dengan bunga murah juga sudah dihapuskan dan harga dasar gabah pun diubah menjadi harga pembelian pemerintah (HPP). Tegasnya, struktur lama boleh dikatakan sudah dipreteli. Ironisnya, pemretelan struktur itu dilakukan atas dasar keputusan pemerintah sendiri. Sekarang yang tinggal adalah Bulog sebagai lembaga yang ditugaskan untuk menyalurkan raskin dan menjaga HPP.
Dengan kata lain, Bulog yang dulu sangat berperan dalam mewujudkan ketahanan pangan yang tangguh, kini tinggal nama. Contoh konkret, perusahaan pelat merah ini tidak diikutsertakan menangani komoditas pangan strategis lain seperti kedelai, minyak goreng, jagung, dan gula.
Khusus untuk komoditas gula, Bulog baru dilirik atau diajak bicara setelah ada gejolak harga di dalam negeri. Karena itu, jika Bulog masih diperankan dalam pembangunan ketahanan pangan, lembaga ini perlu diberikan tugas untuk mengelola komoditas pangan strategis selain beras.
Tugas tersebut harus diberikan sebab dalam konteks ketahanan pangan, yang namanya pangan diartikan sebagai makanan pokok rakyat seperti gula, jagung, kedelai, minyak goreng, dan terigu. Apalagi, Bulog terbukti mampu mengelola pangan khususnya beras dengan begitu baik. Bahkan, tahun 2008 dan 2009 Bulog berhasil membuat harga beras terkendali.
Dengan demikian, jika Bulog diberikan tugas untuk mengelola komoditas pangan strategis lain, dipastikan akan mampu melaksanakan tugasnya dengan baik. Sebab, lembaga itu memiliki sarana dan prasarana sangat lengkap. Selain memiliki jaringan distribusi luas, lembaga ini memiliki gudang yang tersebar di seluruh pelosok Tanah Air.
Nampaknya, Bulog akan mampu berperan serta dalam membangun ketahanan pangan. Menurut Menneg BUMN Mustafa Abubakar, ada tiga tugas publik yang merupakan pilar ketahanan pangan diemban Bulog selama ini. Yaitu, melakukan pengadaan gabah atau beras dalam negeri sebagai jaminan HPP, penyaluran beras bersubsidi kepada kelompok rumah tangga miskin (RTM), dan pengelolaan cadangan beras pemerintah (CBP).
Ketiga pilar ketahanan pangan tersebut, saling terkait dan saling memperkuat. Hasil pengadaan dalam negeri misalnya, bertujuan untuk menjamin kebijakan HPP dapat digunakan untuk memperkuat CBP dalam rangka mengatasi instabilitas harga ataupun untuk intervensi pasar pada situasi darurat (bencana alam), saat sistem pemasaran tidak dapat berfungsi dengan baik.(10)
— Eko Suksmantri, pengamat masalah pangan
Wacana Suara Merdeka 20 April 2010