04 Desember 2009

» Home » Suara Merdeka » Batik yang Menghamba Titik

Batik yang Menghamba Titik

JIKA ditelisik secara seksama, ternyata di balik kesenian batik ada makna tersirat yang menekankan pada unsur-unsur keindahan meracik dan melukis hiasan batik dengan titik. Tidak heran, batik berasal dari kata ambatik, yang berarti kain dengan noktah kecil.

Kata batik juga mengusung makna menghamba pada titik yang dihiasi nilai-nilai kearifan dalam konteks tradisi dan budaya.


Dengan kata lain, ada nilai yang terkandung dalam hiasan dan lukisan batik yang berornamenkan pernak-pernik menarik sesuai dengan motif dan gaya yang berkembang pesat di Indonesia, semisal motif batik Pekalongan punya ciri khas tertentu.

Bahkan menurut data yang tercatat di Deperindag, motif batik itu ada yang dibuat 1802, seperti motif pohon kecil berupa bahan baju.

Di balik kesenian batik yang mencerahkan dan memberikan keragaman hias yang menyilaukan, batik juga memiliki unsur-unsur kreativitas yang cukup mendalam karena proses pembuatan batik membutuhkan kecermatan dan kesabaran. Itulah sebabnya, bagi orang yang senang membatik, unsur-unsur ketelitian dan kecerdasan dalam meracik bahan dan hiasan menjadi nilai yang terpenting.

Pada intinya, tidak semua penggemar batik paham akan konsep dan filosofi di balik pembuatan kain batik. Penulis juga tidak faham dengan pembuatan batik yang cukup rumit dan kompleks. Pembuat harus dalam kondisi tenang saat membatik. Oleh karena itu, beberapa pembatik harus berpuasa sebelum membatik.

Menurut Kurator Batik Yogyakarta, Prayoga, membatik itu butuh ketenangan. Kita tidak boleh membatik jika sedang gelisah karena akan berpengaruh langsung kepada kain yang dibatik.

Membatik juga membutuhkan kesabaran, disiplin ekstra, dan ketekunan tanpa henti. Dalam perspektif budaya, batik mengandung nilai filosofis yang cukup tinggi, baik dari sisi motif, cara pembuatan, maupun lamanya proses membuat selembar kain batik.

Batik merupakan simbol doa dan harapan bagi pemakainya. Bukan hanya itu, batik juga menunjukkan hasil jerih payah dan kesabaran pembuatnya. Bagi yang sabar maka batik yang dihasilkan pun akan menampilkan gaya dan bentuk yang sangat fantastis dan luar biasa.

Terlepas dari itu semua, ternyata ada kedahsyatan luar biasa yang terdapat dalam bingkai batik nasional kita. Kedahsyatan itu, saya sebut dengan the magnificent of batik, yang memiliki keragaman hiasan dengan ornamen-ornamen dalam bingkai batik itu sendiri.

The magnificent of batik menunjukkan arti betapa dahsyatnya warisan budaya intangible yang kita miliki. Nilai kearifan lokal beserta warisan budaya yang tersirat dalam suratan selembar kain batik semakin memberikan bukti akan tingginya peradaban yang telah kita capai.

Proses pembuatan batik yang berjenjang menuju selembar cita yang mengagumkan karena bisa dimaknai sebagai filosofi manusia dalam upaya meningkatkan derajat spiritualnya sehingga menjadi manusia yang siap hamemayu hayuning bawana, sebuah nilai universal yang harus dijunjung tinggi oleh setiap manusia yang hidup di dunia ini.

Dengan kata lain, batik bisa menjadi representasi derajat kemanusiaan yang begitu mulia dihadapan Tuhan dan sesama. Semangat solidaritas kemanusiaan dalam bingkai batik dapat kita rasakan dengan mengedepankan nilai-nilai kearifan lokal yang tertanam dalam batin setiap manusia.

Sebagai generasi muda, kita memang dituntut untuk menampilkan ornamentasi batik dalam satu parade dan pameran yang bertemakan khusus tentang revitalisasi batik sebagai aset dan karya menomental anak bangsa.

Jangan heran, bila refleksi kritis dari analisis tentang batik tertata rapi dalam bingkai keunikan di balik keindahan yang tertancap dalam dinamika hiasan atau bahan yang digunakan.

Secara de facto, batik bukan sekadar hiasan tubuh atau penyelaras keindahan bentuk fisik manusia, melainkan sebagai konstruksi sosial yang mengandung nilai-nilai kearifan sebagai karya intelektual yang patut diapresiasi.

Makna yang begitu dalam tersebut dimanisfestasikan dalam sebuah monumen batik di kawasan Nol Kilometer Jogja.
Milik Asli Tanggal 2 Oktober lalu Wali Kota Yogyakarta, Paguyuban Pecinta Batik Sekarjagat dan masyarakat Yogyakarta bersama-sama melakukan pencanangan monumen yang diharapkan mampu menunjukkan kepada dunia bahwa batik memang asli milik bangsa Indonesia, juga akan mampu memberikan inspirasi kepada masyarakat untuk melakukan gerakan mengenal, mencintai, dan membanggakan batik.

Selain itu juga sebagai wujud syukur atas Batik Asli Budaya Indonesia yang ditetapkan oleh UNESCO sebagai Warisan Budaya Dunia pada tanggal 2 Oktober 2009. 

Wali Kota Yogyakarta, Herry Zudianto mengatakan, bagi kotanya,antara budaya tangible dan intangible tidak dapat dipisahkan. (10)

— Mohammad Takdir Ilahi, peneliti utama pada The Annuqayah Institute Yogyakarta, kini sedang studi perbandingan agama di UIN Sunan Kalijaga
Wacana Suara Merdeka 5 Desember 2009