Oleh : Jannerson Girsang
Pertandingan akbar Timnas Indonesia melawan Malaysia sudah usai. Pembaca semua sudah tau hasilnya. Dengan skor agregat 4-2, untuk pertama kalinya Malaysia menjadi Juara AFF Cup, supremasi sepakbola negara-negara ASEAN yang sudah dimulai sejak 1996.
Malaysia kini menyusul tiga negara lainnya yang pernah menjadi juara: Thailand, Singapura dan Vietnam. Sebuah posisi yang menjadi mimpi Indonesia pada AFF Cup 2012 mendatang.
Merespon hasil itu, berbagai perasaan dan pendapat muncul di tengah-tengah masyarakat. Harian Analisa 30 Desember 2010 merangkai berita kegagalan tersebut di halaman utamanya dengan judul menarik "Indonesia Menang, Malaysia Juara". Sebuah judul yang menarik. Sebuah apresiasi kegagalan dengan kata-kata yang terpilih dan menginspirasi. Jauh dari melecehkan, tidak pula memuji membabi buta. Sikap yang pantas bagi sebuah Timnas yang sudah berjuang dengan susah payah. Baik atau buruk, Timnas harus menjadi kebanggaan Nasional.
Setiap kegagalan ada hikmahnya, demikian kata pepatah. Di balik kegagalan menjadi juara AFF Cup 2010, kami mencatat bahwa pendukung Indonesia telah mempertontonkan persatuan dan kesatuan mendukung Timnas Indonesia. Bersatu di lapangan dan bersatu di luar lapangan melawan Malaysia.
***
29 Desember 2010 malam. Semua mata tertuju mendukung Timnas Indonesia dalam pertandingan akbar: Malaysia-Indonesia. Jalan-jalan di Medan sunyi, pekerjaan akhir tahun yang menggunung sejenak ditinggalkan.
Pendukung sepakbola Indonesia menikmati pertandingan dengan berbagai cara. Jutaan penduduk Indonesia seperti saya cukup berpuas diri menonton siaran langsung melalui salah satu stasion televisi swasta. Berbagialah mereka yang mampu membeli tiket berharga puluhan ribu hingga jutaan dan membayar ongkos ke tempat pertandingan, bisa menonton langsung dari Stadion Gelora Bung Karno di Jakarta. Stadion yang dibangun Bung Karno untuk sebuah kejayaan bangsa ini di era 60-an.
Menurut pengalaman kami, pertandingan sepakbola kali mendapat perhatian rakyat begitu besar, setelah mengalami kelesuan selama beberapa tahun terakhir ini. Bahkan seorang teman, melalui Facebook, menyatakan keheranannya. "Kenapa bola menjadi sorotan ya ito?", tulisnya heran mengapa teman-temannya di Facebook asyik menyorot sepakbola.
Memang, di antara pemilik Facebook, tidak hanya sekedar menonton, tetapi juga mencatat detik demi detik dan menuliskan komentar di Facebooknya masing-masing. Perasaan diungkap silih berganti: kesal, senang, menangis. Kemudian saling menanggapi dan saling memberi dukungan dan semangat.
Semuanya mengikuti dengan keyakinan penuh bahwa Timnas Indonesia akan menang. Tak peduli beban berat di pundak setiap pemain, pelatih: mengejar sedikitnya 3 gol untuk adu penalti atau 4 gol untuk bisa menang langsung. Pasalnya, kita kalah di Malaysia 3-0, di pertandingan Leg 1 di Stadion Bukit Jalil, Malaysia, 26 Desember lalu.
Para pendukung (termasuk Presiden SBY duduk di panggung kehormatan) bermimpi Timnas mampu mengatasi beban berat untuk mencatat sebuah prestasi luar biasa: Menjadi Juara AFF Cup. Prestasi yang sebelumnya belum pernah diraih Timnas kita.
Mimpi bersama membayang di hati setiap pendukung selama pertandingan berdurasi 2 kali 45 menit itu. Tak mengherankan kalau kesedihan tak terlukiskan terjadi saat Malaysia berhasil memasukkan gol di menit ke-53. Saya sendiri menulis di Facebook saya: "Tamat".
Sebaliknya, kegembiraan meluap ketika Muhammad Nasuha menyamakan kedudukan dan M Ridwan menambah gol. Meski tidak mungkin juara, tetapi tetap semagat mendukung. Seorang teman memberi semangat melalui Facebooknya: "Walau tau tidak ada harapan, aku masih berharap". Ungkapan yang memotivasi untuk terus mendukung.
***
Ambil hikmahnya, tidak melulu melancarkan kritik dan mengungkap kelemahan. Terlepas dari kegagalan menjadi juara AFF, kita semua (penyelengara, media, dan bangsa ini) berhasil menjadikan AFF Cup sebagai sebuah wadah bagaimana rakyat Indonesia telah mempertontonkan semangat persatuan dan kesatuannya mendukung Tim Nasionalnya, Bangsanya. .
Sebaliknya, kita tentu tidak mengabaikan kekecewaan karena target juara belum terwujud. Saya dan mungkin juga jutaan rakyat Indonesia lainnya, tidak bisa menyembunyikan rasa sangat kecewa. Tetapi kekecewaan itu jangan membutakan kita mengapresiasi prestasi kita dari sisi lain. Timnas tentu akan membahas sendiri bagaimana mengatasi kelemahan dalam pertandingan berikutnya.
Teman saya mencatat di Facebooknya. "Namun, sepertinya nuansa sekarang 2010, ada perbedaan berarti lae. Sepakbola telah jadi bahasa universal yang mempersatukan Bangsa Indonesia secara riel dibanding waktu-waktu yang lalu," ujar Midas Simanjuntak, seorang pencinta bola Indonesia.
Malam itu, sepakbola memang segala-galanya. Bersatu mendukung kesebelasan pujaannya Timnas Indonesia. Antusias semacam ini adalah sebuah modal besar dalam suasana bangsa Indonesia yang sedang mengalami krisis mutu dimensi yang mengarah pada disintergrasi bangsa. Kita butuh wadah yang membangkitkan rasa persatuan dan kesatuan bangsa melalui kegiatan-kegiatan yang menciptakan semangat persatuan dan kesatuan.
Antusias pendukung Timnas Indonesia seperti yang tercipta dalam pertandingan sepakbola Indonesia-Malaysia, dimana pikiran, ucapan, tindakan kita diarahkan untuk kebaikan dan keagungan bangsa, merupakan modal besar bagi bangsa ini belajar bagaimana mewujudkan kepentingan yang lebih besar, di atas kepentingan-kepentingan individu atau kelompok.
Di mata saya, semangat para pendukung kesebelasan Indonesia malam itu benar-benar merupakan kebangkitan rasa persatuan dan kesatuan yang luar biasa, tanpa memperdulikan latar belakang, hanya peduli hal besar yang ingin dicapai: Timnas Juara. Untuk siapa?. Untuk Bangsaku bangsa Indonesia!. Bukan untuk kelompok ini atau itu.
Semangat persatuan dan kesatuan semacam inilah kiranya menghantar kita memasuki 2011. Apabila bersatu, maka bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar, bangsa yang memiliki peradaban tinggi!
Dengan semangat seperti itu maka kita akan meraih sukses di 2011, serta mampu merebut AFF Cup 2012 serta menciptakan prestasi-prestasi lainnya di berbagai bidang kehidupan. ***
Penulis pencinta sepakbola bola dan tinggal di MedanOpini Analisa Daily 5 Januari 2011