04 Januari 2011

» Home » Opini » Suara Merdeka » Memahami Profil Ideal Kepala Daerah

Memahami Profil Ideal Kepala Daerah

DALAM mengelola pemerintahan, figur kepala daerah (bupati atau wali kota) sangat besar perannya, bahkan bagaikan raja kecil. Kepala daerah yang  berpihak pada rakyat, bisa mewujudkan aspirasi masyarakat, hukum, keadilan, serta kemajuan pembangunan dan kemakmuran sehingga diidolakan warganya

Di Jateng, masyarakat bahkan tidak segan-segan mempertahankan kepala daerah yang diidolakannya itu meskipun masa jabatannya sudah berakhir. Sebaliknya, figur yang tidak diidolakan karena tidak memiliki profil ideal sebagai pimpinan daerah, tidak akan dipertahankan.

Malah bila perlu digoyang saat masih aktif sampai jatuh dari jabatannya. Tidak cukup hanya itu, ketika diindikasikan kuat bertindak melawan hukum, pejabat tersebut dilaporkan ke kejaksaan atau KPK. Untuk melaporkannya pun tidaklah sulit ketika data indikasi pelanggaran hukum tidak sulit didapatkan.

Harus selalu diingat, tiap pejabat, termasuk kepala daerah, di lingkungan pekerjaannya, tidak selalu hidup dengan orang yang setia lahir batin padanya. Ada yang suka dan ada yang tidak suka, ada yang ditampilkan dan ada yang hanya dipendam.

Ada yang benar-benar setia, ada pula yang tidak. Atau sepertinya setia tetapi faktanya tidak. Dari merekalah, biasanya didapat banyak data tentang tindakan yang diindikasikan kuat berunsur korupsi atau tindak pidana lainnya.
Mereka yang pernah dekat dengan kepala daerah tersebut, ketika kemudian berseberangan, biasanya akan berbuat sesuatu untuk bisa membongkar rahasia kepala daerah itu. Termasuk lawan politiknya, yang memang sejak awal dan terus mengumpulkan data tindakan kepala daerah tersebut yang berunsur melawan hukum, melukai hati rakyat ataupun merugikan negara.

Ketika data dirasa cukup, biasanya mereka akan ’’meledakkannya’’ agar berdampak eksplosif. Harapannya tentu ditindaklanjuti aparat yang berwenang, bukan sekadar menggoyang dengan kekuatan massa atau publikasi di media massa.

Fenomena pengidolaan dan penggoyangan oleh rakyat, lawan politik, teman, mitra kerja dan ataupun stafnya terhadap kepala daerahnya adalah sesuatu yang ’’wajar’’. Kewajaran ini otomatis menjadi sesuatu yang wajib diperhatikan oleh tiap kepala daerah.

Rakyat juga perlu memahami pentingnya arti profil ideal kepala daerah, setidaknya tidak asal memilih calon kepala daerah pada saat pilkada. Dalam jabaran ideal, profil kepala daerah seharusnya berangkat dari sosok diri yang bersih dan berwibawa, serta jujur, dan amanah.

Seorang kepala daerah harus dapat mengetahui, memahami, menghormati, dan selalu menjunjung tinggi kaidah agama, hukum, pemerintahan, kenegaraan, dan sosial kemasyarakatan. Sosok seperti itu biasanya bisa efektif dan efisien dalam bekerja melalui dukungan kekompakan tim guna mendukung tercapainya cita-cita kehidupan bersama.

Emban Amanah

Profil ideal seperti itu merupakan keharusan saat tugas kepala daerah sebagai pimpinan pemerintahan dan daerah dalam rangka melaksanakan amanat yang diembannya untuk kepentingan rakyat, bukan kepentingan pribadi atau kelompok. Hal ini perlu mendapat perhatian mengingat ada indikasi sekarang ini keberpihakan kepala daerah pada rakyat secara umum masih jauh dari harapan.

Bagi seorang kepala daerah, kemungkinan diidolakan atau digoyang seperti itu mengharuskan dirinya untuk mampu berinstropeksi, yang harus didukung oleh anggota keluarga, teman, dan para pendukungnya. Dia dan wakilnya harus dapat menjadi pemimpin yang baik, dengan memahami arti kepemimpinan sebagai amanah yang harus pula dipertanggungjawabkan kepada Yang Maha Esa. Amanah harus dilaksanakan dengan semangat iman, kejujuran ,dan kebersamaan untuk membuat keadaan menjadi lebih baik.

Adanya beberapa kepala daerah yang diidolakan, atau digoyang harus dijadikan alat banding dan ukur diri. Sudah atau belum layakkah dirinya disebut sebagai kepala daerah yang patut diidolakan? Manfaatkan waktu untuk makin dekat dengan rakyat dan berbuat lebih baik untuk mereka, termasuk memperbesar anggaran pembangunan untuk rakyat dibanding yang untuk belanja pegawai.

Kepala daerah juga harus berbagi tugas dengan wakilnya, hindari bertindak menyimpang dan sewenang-wenang ataupun ’’meninggalkan’’ wakilnya. Ajak istri dan/ suami untuk ikut serta secara aktif mendukung pelaksanaan tugas, dan hindari pula praktik KKN apapun motifnya. (10)

— Lathifah Hanim, dosen Fakultas Hukum Unissula Semarang, mahasiswa S3 Ilmu Hukum UNS Surakarta
Opini Suara Merdeka 5 Januari 2011