Di akhir tahun 2010 ini merupakan saat tepat bagi kita sebagai bangsa merenungkan apa yang sudah kita perbuat dan memikirkan apa yang akan kita lakukan pada tahun 2011. Begitu banyak masalah bangsa yang mesti kita selesaikan.
Mengelola bangsa sebesar Indonesia tidaklah mudah. Siapa pun pemimpin akan menghadapi tantangan berat. Persoalan segudang. Wilayah luas dari Sabang hingga Merauke dan beragam suku budaya menjadikan Indonesia sebagai negara besar sekaligus kompleks. Tak berarti bahwa kompleksitas itu tak bisa disederhanakan untuk diurai dan diatasi.
Untuk mendapatkan hasil luar biasa, perlu cara tak biasa. Inilah nasihat bijak yang sering kita dengar. Cara yang tak biasa inilah yang kita perlukan untuk mengurai persoalan bangsa. Dengan bangsa sebesar Indonesia ini, Presiden sebaiknya mulai fokus memikirkan bagaimana memajukan daerah. Pandangan Jakarta sentris harus dikesampingkan. Saat ini hampir semua masalah bangsa mau diselesaikan pemerintah pusat.
Belajar dari daerah
Pertanyaan saya: apa pemerintah pusat mampu? Lebih dari 500 kabupaten. Jumlah yang tak sedikit. Apa bisa tertangani? Kenapa tak menggunakan pola baru dengan belajar dari sukses beberapa daerah membangun daerahnya masing-masing.
Setiap daerah punya masalah dan potensi berbeda. Kepala daerah mestinya tahu persis apa masalah di daerahnya sekaligus potensi yang dimilikinya. Memang betul bahwa tak semua kepala daerah mumpuni. Tak semua cakap memimpin. Banyak juga kepala daerah yang masih berorientasi hanya pada kekuasaan dan kekayaan daripada pelayanan untuk kemaslahatan masyarakatnya.
Namun, itu tak berarti bahwa kita tak punya pemimpin bagus. Tak sedikit kepala daerah yang bervisi membangun daerahnya. Sebut saja mantan Bupati Lamongan Masfuk, Wali Kota Yogyakarta Herry Zudianto, Bupati Jembrana I Gede Winasa, atau Wali Kota Solo Joko Widodo.
Para pemimpin daerah itu sukses menjadikan daerahnya maju karena menggunakan cara-cara tak biasa. Mulai dengan gaya kewirausahaan: memimpin daerah seperti laiknya memimpin perusahaan yang menekankan aspek pelayanan hingga penerapan teknologi informasi garda depan, yang pemerintahan Jakarta pun belum menerapkannya.
Para pemimpin daerah itu sering menyederhanakan birokrasi yang kerap menghambat dalam membuat keputusan. Mereka pemimpin yang egaliter dan tak berjarak dengan siapa saja, termasuk dengan rakyatnya. Tak alergi menerima masukan sekaligus kecaman. Mereka bergerak sendiri-sendiri tanpa banyak bergantung kepada pemerintah pusat.
Mereka menemukan potensi daerahnya, menerapkan tata kelola pemerintahan yang bagus, dan berhasil menjual daerahnya jadi tujuan investor. Mereka total membangun daerah demi meningkatkan kesejahteraan penduduknya sehingga—ketika mereka ikut maju lagi pada pemilihan kepala daerah berikutnya—rata-rata menang mutlak meraih suara mayoritas. Ini pertanda bahwa masyarakat puas dengan kepemimpinannya: daerah lebih maju dan lebih baik.
Sukses para kepala daerah memajukan daerahnya bisa jadi inspirasi buat Presiden dalam membangun bangsa ini. Pendekatan pembangunan yang selama ini dari pusat ke daerah bisa diubah sebaliknya: pembangunan dimulai dari daerah. Kalau daerah mulai banyak yang makmur, bangsa ini pelan tapi pasti akan menjadi bangsa yang lebih maju.
Tim Presiden
Presiden bersama timnya bisa mengawali pendekatan yang saya sebut Model Pembangunan dari Daerah ini dengan mengumpulkan para kepala daerah di sekitar kabupaten atau kotamadya yang berhasil. Misalnya, Presiden mengundang para kepala daerah di sekitar Kabupaten Lamongan. Kemudian Presiden minta Pak Masfuk sebagai mantan Bupati Lamongan presentasi tentang pembangunan Lamongan: apa kunci suksesnya?
Kepala daerah yang lain bisa belajar dari sukses dan gagalnya Pak Masfuk dalam mengembangkan Kabupaten Lamongan. Kemudian, Presiden minta kepala daerah lain yang hadir dalam forum tersebut membuat prioritas program kerja masing-masing. Yang tak kalah penting, kepala daerah yang lain jangan malu-malu belajar dan bertanya kepada kepala daerah yang berhasil.
Berikutnya, hal yang sama bisa dilakukan dengan para kepala daerah di sekitar Kabupaten Jembrana. Presiden mengundang mereka melihat presentasi keberhasilan Pak Profesor I Gede Winasa dalam memajukan Kabupaten Jembrana. Demikian selanjutnya. Pola seperti ini bisa di duplikasi dan dilakukan terhadap daerah lain, seperti Solo, Yogyakarta, maupun daerah-daerah lain.
Tim yang Presiden bentuk bisa memantau perkembangan pembangunan dari setiap daerah setelah pertemuan tersebut. Bila Presiden fokus dengan pola pendekatan Model Pembangunan dari Daerah ini dalam sisa masa jabatannya, tentu itu akan membawa dampak luar biasa terhadap kemajuan daerah. Bila daerah maju, beban pemerintah pusat (negara) mengatasi masalah akan terkurangi secara signifikan.
Cara sederhana seperti ini mungkin tak dianggap canggih oleh para intelektual atau ekonom lulusan luar negeri. Namun, cara sederhana ini telah terbukti memajukan daerah seperti Lamongan, Jembrana, Solo, maupun Yogyakarta.
Pertanyaan saya, kenapa kita mesti susah-susah mencari contoh praktis kalau beberapa kabupaten atau kotamadya ternyata berhasil mengatasi masalah di daerahnya sendiri dengan cara cerdas dan bijak. Cara sederhana tak biasa untuk hasil luar biasa itu ternyata sudah dilakukan para pemimpin daerah. Tak perlu malu kita belajar dari kearifan mereka.
Soetrisno Bachir Pendiri Yayasan Solusi Bangsa
Opini Kompas 31 Desember 2010
30 Desember 2010
Menegakkan Indonesia dari Daerah
Thank You!