Sonny Harry B. Harmadi
Kepala Lembaga Demografi FE UI
Dalam pidato kenegaraan tanggal 16 Agustus 2010, Presiden secara tidak langsung mengumumkan hasil sensus penduduk (SP) 2010. Jumlah penduduk Indonesia saat ini mencapai 237,6 juta jiwa. Penduduk bertambah sekitar 32,5 juta jiwa selama 10 tahun terakhir. Selama periode 2000—2010, rata-rata pertumbuhan penduduk Indonesia mencapai hampir 1,5% per tahun, lebih tinggi dari proyeksi pemerintah, sebesar 1,3%. Mengingat jumlah penduduk yang besar, Presiden menekankan pentingnya pengelolaan jumlah penduduk melalui program Keluarga Berencana (KB) untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk. Tentunya kita berharap Presiden bersungguh-sungguh menjalankan upaya revitalisasi program KB untuk mencegah ancaman ledakan penduduk di masa mendatang.
Sekadar kalkulasi demografi sederhana, jika laju pertumbuhan penduduk (LPP) Indonesia stabil di angka 1,5% per tahun, pada 2057, jumlah penduduk Indonesia akan mencapai lebih dari 475 juta jiwa. Mungkin pada saat itu kita sudah tidak hidup lagi. Tetapi, anak cucu kita akan menghadapi berbagai permasalahan yang kompleks dari konsekuensi alamiah jumlah penduduk yang besar. Jika kita mampu menekan LPP menjadi 1%, angka 475 juta jiwa “baru” akan tercapai pada 2080. Menekan 0,5% LPP per tahun sama artinya dengan menunda 23 tahun Indonesia mencapai jumlah penduduk sebesar 475 juta jiwa.
Hasil SP 2010 ini setidaknya menunjukkan gejala adanya ancaman ledakan penduduk. Indonesia harus bersiap menghadapi baby boom di era modern. Padahal, di 2050 Indonesia juga akan menghadapi ledakan penduduk lanjut usia (lansia) (diperkirakan mencapai 80 juta jiwa). Artinya, Indonesia akan menghadapi beban ganda (double burden) di masa mendatang karena ledakan jumlah lansia dan penduduk usia muda. Kita harus memikirkan kebutuhan pembiayaan kesehatan anak dan lansia secara bersamaan. Biaya kesehatan kedua kelompok penduduk tersebut tidak murah, apalagi sistem jaminan sosial nasional belum berjalan.
Hasil SP 2010 ini juga berimplikasi pada membengkaknya kebutuhan pembiayaan pelayanan dasar, mengingat hadirnya anak-anak yang lahir “di luar perkiraan”. Kita tidak bisa menganggap anak-anak ini sebagai beban bangsa, tetapi pemerintah harus segera merespons hal ini dengan alokasi anggaran yang lebih besar. Terutama untuk penyediaan pendidikan dasar dan pelayanan kesehatan bagi ibu dan anak.
Bagaimana kondisi KB saat ini? Sebagai gambaran, prevalensi penggunaan kontrasepsi selama lima tahun (2002-2007) tidak banyak mengalami perubahan. Hanya naik sedikit dari 60,3% menjadi 61,4%. Bahkan unmet need (kebutuhan ber-KB yang tidak terlayani) dalam periode yang sama naik dari 8,6% menjadi 9,1%. Jika kondisi ini tidak cepat ditangani, ledakan penduduk akan menjadi kenyataan dalam beberapa tahun ke depan.
Program Keluarga Berencana (KB) merupakan upaya pengendalian jumlah penduduk dan peningkatan kualitas keluarga Indonesia. Program KB di awal 1970-an telah berhasil mengendalikan laju pertumbuhan penduduk Indonesia, dan manfaatnya baru dapat dirasakan di awal 2000. Kita berhasil “mencegah” 80 juta kelahiran bayi. Program KB berhasil mengubah cara pandang masyarakat bahwa jumlah anak lebih sedikit, lebih baik. Banyak keberhasilan program KB di era Orde Baru. Penggunaan kontrasepsi naik drastis (dari 5% menjadi 60%), jumlah anak per perempuan usia subur turun (dari 5,6% menjadi 2,3%), rata-rata usia kawin pertama perempuan naik menjadi 19 tahun, menurunnya kehamilan yang tidak diinginkan, serta masih banyak keberhasilan lainnya.
Program KB jelas memiliki dampak langsung terhadap peningkatan kualitas penduduk: kesejahteraan, derajat kesehatan, dan pendidikan penduduk. Penduduk miskin cenderung memiliki jumlah anak yang lebih banyak daripada yang tidak miskin. Program KB dapat menjadi salah satu instrumen untuk mengatasi kemiskinan di Indonesia. Oleh karena itu, program KB juga jelas berkontribusi terhadap pencapaian target millenium development goals.
Sebagai langkah nyata untuk merespons tingginya pertumbuhan penduduk, Presiden perlu segera merealisasikan revitalisasi program KB nasional. Kata revitalisasi sendiri bermakna bahwa program KB harus dihidupkan kembali dan menjadi prioritas karena memiliki peran vital dalam pembangunan. Pemerintah harus segera memperbaiki akses masyarakat terhadap pelayanan KB. Perlu perbaikan kompetensi teknis KB terutama di daerah, mengingat terbatasnya sumber daya manusia di daerah yang memahami teknis program KB.
Kita tentunya berharap agar Presiden segera melakukan tindakan nyata untuk pengelolaan penduduk dalam format program KB. Jika pemerintah memiliki anggaran yang terbatas, harus segera melibatkan pihak swasta. Pemerintah harus mampu meyakinkan pihak swasta untuk berpartisipasi, serta bentuk partisipasi yang dibutuhkan. Satu hal yang perlu dipahami ialah membangun bangsa ini tidak bisa sendirian. Tetapi pemerintah harus menunjukkan kesungguhan agar tidak sendirian pula dalam menghadapi ancaman ledakan penduduk
Opini Lampung Post, 27 Agustus 2010