27 Agustus 2010

» Home » Media Indonesia » Puasa dan Pemberantasan Korupsi

Puasa dan Pemberantasan Korupsi

Pemberian remisi hukuman bagi para koruptor menuai kecaman dari banyak pihak. Bukan semata-mata berlawanan dengan semangat antikorupsi, melainkan juga karena pemberian remisi bagi para koruptor mencederai rasa keadilan masyarakat.

Kondisi seperti itu semakin menambah gelap masa depan pemberantasan korupsi di negeri ini. Di satu sisi, para koruptor yang telah dijerat dan ditahan (sesuai ketentuan hukum yang ada) kerap mendapatkan pembelaan dan pembenaran dengan menggunakan segala macam cara. Di sisi lain, penegakan hukum terhadap para koruptor masih sangat terkesan diskriminatif, tebang pilih, hanya untuk politik pencitraan, dan sangat jauh dari semangat keadilan maupun supremasi hukum.


Fase waktu puasa
Sesuai dengan hadis Nabi Muhammad SAW, bulan puasa dibagi ke dalam tiga fase waktu. Yaitu fase rahmat (ar-rahmah) pada 10 hari pertama, fase ampunan (al-maghfirah) pada 10 hari kedua, dan fase keselamatan dari api neraka (`itqun minannar) pada 10 hari terakhir. Saat ini, bulan puasa sudah memasuki fase ampunan, yakni 10 hari kedua.

Sepuluh hari pertama disebut fase rahmat, karena ini adalah masa-masa awal dari bulan puasa. Dalam segala hal, banyak orang yang cenderung tergelincir pada masa-masa awal, bahkan tidak sedikit yang tetap melakukan kebiasaan lamanya yang bersifat buruk. Hal ini juga mungkin terjadi bagi banyak orang dalam menjalankan ibadah puasa yang hanya dilakukan sebulan dalam setahun. Maka, Tuhan pun membuka pintu rahmat selebar-lebarnya atas segala jenis kesalahan dan 'ketergelinciran' yang terjadi pada masa-masa awal menjalankan ibadah ini.

Itu sebabnya, 10 hari kedua dari bulan puasa disebut sebagai fase ampunan. Dengan kata lain, 10 hari kedua adalah momentum emas bagi mereka yang berpuasa untuk melakukan pelbagai macam perbaikan dan penyempurnaan atas segala kekurangan ataupun kesalahan yang terjadi sebelumnya. Sehingga grafik kebaikan mereka yang berpuasa terus meningkat dari waktu ke waktu hingga ibadah ini selesai.

Sepuluh hari terakhir dari bulan puasa disebut dengan istilah fase keselamatan dari api neraka. Pada umumnya mereka yang berpuasa dianjurkan untuk lebih meningkatkan lagi segala macam kebaikan pada sepuluh hari terakhir dari bulan ini.

Dengan kata lain, keselamatan adalah peluang besar bagi mereka yang memanfaatkan momentum rahmat dan ampunan yang ada sebelumnya. Sebaliknya, mereka yang tidak memanfaatkan fase-fase di atas terancam tidak mendapatkan apa pun. Tidak juga rahmat, ampunan, terlebih lagi keselamatan.

Fase pemberantasan korupsi
Tiga fase dalam bulan puasa tersebut bisa digunakan sebagai pendekatan untuk memahami perjuangan pemberantasan korupsi di republik ini. Era reformasi bisa dianggap sebagai awal dari perjuangan pemberantasan korupsi.

Pada masa-masa awal reformasi, pelbagai macam kesalahan, kelemahan, dan kekurangan dalam pemberantasan korupsi tentu sangat bisa dipahami. Apalagi korupsi memang telah sekian lama menggerogoti hampir semua lini kehidupan bangsa ini, mulai dari masa Orde Lama, Orde Baru, bahkan hingga sekarang di era yang paling baru.

Kini, era reformasi sudah berumur kurang lebih 12 tahun. Dalam usia yang setua ini, pemberantasan korupsi tidak bisa dikatakan masih berada pada fase rahmat dengan menoleransi semua kesalahan dan kelemahan yang ada.

Dengan kata lain, saat ini pemberantasan korupsi di negeri ini sudah memasuki fase yang sangat krusial, yaitu fase ampunan. Sejatinya fase ini digunakan untuk memperbaiki semua kekurangan yang ada sebelumnya. Hingga pemberantasan korupsi terus mengalami grafik yang meningkat menuju penyelamatan bangsa ini dari segala macam bentuk pidana korupsi.

Cukup disayangkan, upaya pemberantasan korupsi sejauh ini justru mengalami keadaan terbalik dari yang telah disampaikan; tidak memperbaiki segala kelemahan dan kekurangan yang ada. Pemberian remisi atas para koruptor di satu sisi dan penegakan hukum antikorupsi yang tebang pilih di sisi lain sangat jelas menunjukkan kondisi 'terjun bebas' upaya pemberantasan korupsi di negeri ini.

Dengan kata lain, pemberantasan korupsi sejauh ini gagal memanfaatkan fase rahmat pada masa-masa awal reformasi untuk kemudian menyongsong fase ampunan dengan pelbagai macam perbaikan dan penyempurnaan. Hingga bangsa ini mempunyai peluang besar untuk menyelamatkan diri dari segala macam kejahatan korupsi.

Dalam situasi seperti sekarang, pemberantasan korupsi hampir tidak mempunyai harapan ke depan. Alih-alih menyelamatkan bangsa ini, para koruptor justru dibiarkan terus berkeliaran. Bahkan mereka yang sudah ditahan pun kini sudah dibebaskan.

Satu-satunya percikan sinar harapan dari pemberantasan korupsi di negeri ini adalah pemanfaatan sisa waktu dari fase ampunan yang ada sekarang. Tentu dengan melakukan koreksi ketat dan penyempurnaan menyeluruh atas segala kelemahan dan kekurangan yang ada selama ini. Bila momentum ini gagal dimanfaatkan, harapan pemberantasan korupsi ke depan akan bertambah suram dan menyeramkan.

Di sinilah pentingnya berpuasa bagi semua pihak dari segala macam bentuk pidana korupsi. Para penegak hukum bisa berpuasa dari korupsi dengan menegakkan aturan hukum seadil-adilnya. Pemerintah bisa melakukan puasa korupsi dengan menjalankan program prorakyat setransparan mungkin, di samping juga tidak membela para koruptor dengan dalih apa pun. Sementara masyarakat luas bisa berpuasa dari korupsi dengan meninggalkan budaya-budaya koruptif di segala bentuknya.

Hakikat berpuasa adalah meninggalkan segala macam bentuk perkataan dan perbuatan buruk, termasuk korupsi. Puasa yang dibarengi dengan perkataan dan perbuatan buruk akan disia-siakan oleh Tuhan, sesuai dengan hadis Nabi Muhammad SAW yang berbunyi, "Barang siapa berpuasa tapi tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan buruk, sesungguhnya Allah tidak mempunyai persoalan apa pun untuk menyia-nyiakan puasanya."

Oleh Hasibullah Satrawi, Peneliti pada Moderate Muslim Society (MMS) Jakarta
Opini Media Indonesia 25 Agustus 2010