25 April 2010

» Home » Lampung Post » Menabung dengan Menanam Pohon

Menabung dengan Menanam Pohon

Anang Prihantoro
Anggota DPD (Wakil Provinsi Lampung)
Tanggal 20 Februari 2010 oleh Presiden SBY dicanangkan sebagai Hari Gerakan Menabung Nasional (GMN). Bank Indonesia menyebutkan bahwa dari 137 juta penduduk Indonesia yang berusia produktif, ada 80 juta yang tidak memiliki tabungan di bank.
Bagi masyarakat yang tinggal di kota dan kebetulan memiliki dana berlebih, ajakan Presiden SBY tersebut mudah diwujudkan. Tetapi bagaimana dengan sebagian besar penduduk Indonesia di perdesaan dan hidupnya pas-pasan, jawabnya adalah: Sulit. Tetapi jangan berkecil hati. Kita tetap punya kesempatan memiliki banyak uang, meskipun kita tidak menabung di bank.
Bagi kita yang tinggal di perdesaan (apalagi petani), jangan berharap terlalu banyak pada lembaga keuangan yang namanya bank. Walaupun kita rajin menabung, belumlah sebanding dengan penghargaan dan komitmen perbankan pada petani. Artinya, sebagian besar uang yang kita tabung di bank lebih banyak dipakai untuk dipinjamkan pada orang-orang kaya--yang pada umumnya punya jaminan atau agunan (sertifikat).
Peluang di Balik Krisis


Sejak 20 tahun terakhir ini, Indonesia mengalami krisis kayu/hutan. Luas hutan alam Indonesia menyusut dengan cepat. Ada 101,73 juta ha hutan di Indonesia yang rusak (Badan Planologi Departemen Kehutanan, 2003). Bahkan Indonesia merupakan negara dengan tingkat kerusakan hutan yang tertinggi di dunia, dengan tingkat kerugian Rp83 miliar/hari. Kerugian negara sebesar itu telah terbuang dengan sia-sia atau barangkali hanya dinikmati segelintir orang.
Sampai dengan 20 tahun mendatang, krisis kayu/hutan di Indonesia belum bisa diprediksi. Di balik itu, ada peluang sangat besar bagi kita yang tinggal di perdesaan, yaitu memanfaatkan setiap jengkal tanah yang ada di sekeliling kita untuk ditanami pohon/kayu. Tanamlah pohon sebanyak-banyaknya, di mana saja. Di kebun sebelah rumah, ladang, pematang sawah, sepanjang pinggiran sungai/rawa, bahkan di seputar lapangan sepak bola, halaman sekolah, balai desa, halaman rumah ibadah, dan lain-lain. Pokoknya, jangan ada tanah yang kosong dibiarkan telantar.
Peluang ini jangan ditunda. Menanam pohon juga menabung. Mengingat kebutuhan kayu untuk industri kertas, bahan bangunan, mebel dan lain-lain terus meningkat sedangkan persediaan kayu terus menipis.
Di balik krisis kayu dan kerusakan hutan di Indonesia, Tuhan Yang Maha Murah sedang memberi peluang pada kita yang tinggal di perdesaan. Kini saatnya kita membenahi fondasi ekonomi keluarga dan mendidik anak-anak kita membiasakan dan bangga menabung untuk masa depan, walau hanya dengan sebatang atau dengan sepuluh batang pohon. Atau mungkin juga ada yang bisa menanam ratusan atau bahkan dengan ribuan batang pohon.
Ada tiga kelompok kayu yang bisa ditanam sesuai umur panen. Pertama, kayu yang bisa dipanen lebih cepat (6-8 tahun) seperti sengon, akasia daun lebar, kayu afrika, dan jabon/samama. Kedua, dipanen jangka menengah (8-10 tahun), seperti pule, jati putih, dan waru gunung. Ketiga, dipanen agak lama (10-15 tahun), seperti mahoni, cempaka, mindi, sungkai, dan jati emas.
Lebih Menguntungkan
Kalau dibandingkan dengan menabung di bank--menanam pohon pasti akan jauh lebih menguntungkan. Sebagai gambaran, jika 10 pohon sengon kita tanam hari ini, setelah 8 tahun harganya minimal Rp10 juta. Padahal harga bibit kayu sengon kini hanya Rp1.000/batang dan jenis bibit yang lain berkisar Rp2.000/batang, kecuali jabon yang masih agak mahal karena belum banyak diusahakan di Lampung. Sedangkan jika menabung uang Rp6,5 juta--pun selama 8 tahun (asumsi bunga simpanan/deposito 7%/tahun), uang kita baru mencapai Rp10 juta--itu pun belum dipotong pajak.
Oleh karena itu, marilah menabung sejak dini. Menabung dengan menanam pohon cocok untuk anak-anak sekolah yang bercita-cita menjadi sarjana, untuk keluarga muda yang mendambakan rumah, kendaraan yang bagus dan tabungan untuk anak-anaknya, untuk para pegawai yang hampir pensiun, untuk kakek/nenek yang ingin menghadiahkan kenangan untuk cucu-cucunya, untuk umat beragama yang ingin membangun rumah ibadah (dititipkan, misalnya 5 batang per KK), dan lain-lain.
Inilah salah satu cara membangun kekuatan ekonomi berbasis kerakyatan dan sekaligus solusi untuk mengatasi krisis ekonomi--di balik tragedi rusaknya hutan dan lingkungan hidup kita yang rusak sebagai akibat keserakahan sekelompok orang yang ingin “cepat kaya” dengan membabat hutan dan mengeksploitasi isi perut bumi titipan Tuhan--tanpa hati nurani dan rasa perikemanusiaan.
Selamat menabung. Selamat menanam pohon. Kreatif di tengah krisis. Memanfaatkan peluang di balik bencana. Berarti kita juga telah melestarikan alam, menyelamatkan bumi dan Ibu Pertiwi, demi kehidupan dan peradaban yang lebih baik di atas bumi ini. Kalau bukan kita, siapa lagi? n
Opini Lampung Post 26 April 2010