Anas Urbaningrum dan Andi Mallarangeng secara resmi telah mencalonkan diri menjadi Ketua Umum Partai Demokrat pada kongres yang akan dilaksanakan pada 21-23 Mei 2010 di Bandung. Keduanya terlihat serius dalam mempersiapkan diri dan melakukan langkah nyata untuk meraih tiket memimpin Demokrat dengan menggalang dukungan dari DPC-DPD seluruh Indonesia.
Melalui tim pemenangan masing-masing, mereka memobilisasi dukungan politik menggunakan medium deklarasi pencalonan diri menjadi kandidat ketua umum. Jika deklarasi Andi dihadiri elite-elite Demokrat yang sedang menjabat menteri, deklarasi Anas justru dihadiri oleh 391 DPC-DPD yang punya hak suara untuk memilih ketua umum, tapi tak ada satu pun menteri yang terlihat hadir. Tampak jelas, Andi lebih mengandalkan dukungan tokoh-tokoh elite dan bergantung pada restu Cikeas. Sejauh ini, SBY pribadi memang tidak secara tegas memberi dukungan kepada Andi, namun pilihan Edhie Baskoro yang mendukung penuh Andi seyogianya dibaca sebagai indikasi awal bahwa SBY sepertinya lebih condong ke Andi dibandingkan ke Anas. Sokongan menteri Demokrat untuk Andi juga menegaskan hal yang sama. Sebagai loyalis sejati SBY, tidak mungkin para menteri Demokrat itu menunjukkan dukungan terbuka kepada Andi bila tak diberi isyarat oleh sang tokoh sentral partai yang menjadi patron politik mereka. Namun, sebagai Ketua Dewan Pembina, SBY tentu harus menunjukkan sikap netral di depan publik karena sangat riskan bila harus memihak secara terbuka kepada Andi. Pemihakan SBY bukan saja akan mendegradasi posisi selaku Ketua Dewan Pembina yang harus mengayomi semua kandidat, melainkan juga pasti akan mengundang kritik publik yang justru kontraproduktif bagi SBY sendiri. Untuk kepentingan taktis, Cikeas memang harus menyamarkan dukungan kepada Andi agar tidak menimbulkan gejolak internal dan sengketa domestik di tubuh partai. Selain itu, dukungan tersamar Cikeas kepada Andi tidak saja karena dia tidak punya basis yang kuat di akar rumput sehingga lebih mudah dikontrol oleh sang patron, tetapi juga untuk menjamin dan melapangkan jalan politik bagi Edhie Baskoro di masa mendatang. Bila Andi yang memimpin Demokrat, Edhie Baskoro niscaya akan lebih mudah melakukan kapitalisasi politik sebagai penerus SBY. Andi dipandang lebih aman untuk menjaga agar geneologi politik SBY tak terputus dengan menyediakan ruang yang disebut political clinical training bagi Edhie Baskoro.
Jika merujuk pada pengalaman kongres sebelumnya, SBY tentu akan mencari sosok ketua umum yang tidak sepenuhnya independen sehingga tidak akan bermanuver di luar kontrol dirinya. Pada kongres pertama di Bali tahun 2005, kandidat yang mendapat dukungan kuat dari DPC-DPD adalah Taufiq Effendi, tetapi yang justru diperintahkan untuk dipilih secara demokratis melalui forum kongres adalah Hadi Utomo. Adik ipar Ani Yudhoyono ini sama sekali tidak dikenal publik sebelumnya, tak punya rekam jejak sebagai tokoh politik bereputasi nasional, dan terbukti selama lima tahun memimpin Demokrat tidak bisa bermanuver di pentas nasional. Manuver politik Demokrat sepenuhnya adalah manuver politik SBY, yang kemudian diartikulasikan oleh elite-elite Demokrat dengan kendali yang sangat kuat di tangan SBY. Dilihat dari segi independensi, sesungguhnya, baik Andi maupun Anas, tidak akan sepenuhnya dapat lepas dari kontrol SBY jika nanti terpilih menjadi ketua umum. Namun, yang dikhawatirkan (baca: ditakuti) oleh para loyalis SBY adalah Anas pelan-pelan akan mengukuhkan daya cengkeram di dalam struktur kepartaian karena punya jaringan yang sangat kuat di akar rumput. Dengan posisi sebagai ketua bidang politik DPP, Anas juga punya akses yang luas dan leluasa, bukan saja dalam konteks memperkuat konsolidasi kelembagaan partai, melainkan juga dalam upaya meneguhkan hubungan individual dengan pengurus-pengurus partai di daerah. Berbeda dengan Andi yang politisi salon, Anas adalah politisi dengan riwayat aktivisme yang sempurna sehingga memiliki political credentials yang menawan. Anas punya keterampilan politik piawai berdasarkan pengalaman panjang sebagai aktivis, yang pernah memimpin sebuah organisasi besar: HMI, dengan struktur kelembagaan menjangkau seluruh wilayah Indonesia. Kekuatan jaringan inilah yang menjadi modal sosial yang sangat kuat bagi Anas, yang kemudian didemonstrasikan dengan sangat baik dalam acara deklarasi di Hotel Sultan pada 15 April lalu. Kekuatan Anas ini tentu diperhitungkan oleh Cikeas sehingga mereka mengirim Edhie Baskoro untuk mendukung Andi. Namun, hal ini tampaknya tak mampu menggoyahkan posisi politik Anas yang memang sudah berakar kuat. Jika Anas yang terpilih menjadi ketua umum, dia akan lebih mampu bermanuver dengan improvisasi sendiri tanpa 'pembinaan' SBY karena daya cengkeram di struktur kepartaian lebih kokoh dan mengakar. Pidato politik Anas pada acara deklarasi bahkan sudah menegaskan hal itu bahwa untuk membangun partai modern Demokrat perlahan-lahan akan mengurangi ketergantungan pada sosok SBY, seiring dengan berakhirnya jabatan kepresidenan pada 2014 nanti. Lugasnya, Anas akan memupus patronase politik yang berasosiasi kuat dengan figur SBY dan akan membangun kemandirian partai tanpa harus bersandar pada karisma personal yang melekat pada tokoh politik tertentu. Meski secara politik gagasan Anas ini benar dan relevan untuk mendorong proses modernisasi partai, tidak taktis dalam konteks pertarungan kongres. Ide ini bisa ditafsirkan sebagai upaya dini menggerus elemen-elemen yang beririsan dengan SBY, yang berarti tidak kondusif bagi upaya melapangkan jalan bagi Edhie Baskoro. Dalam pertarungan merebut ketua umum Demokrat, Anas-Andi mewakili dua saluran dukungan yang saling berlawanan: arus bawah-arus atas.
Opini Republika 26 April 2010
25 April 2010
Arus Bawah Melawan Arus Atas
Thank You!