29 Januari 2010

» Home » Pikiran Rakyat » Penggangsiran Bank

Penggangsiran Bank

Oleh SADIKUN CITRA RUSMANA


Ayo ke bank,
Bang bing bung yo
kita ke bank
Bang bing bung yo
kita nabung
Bang bing bung yo
 jangan dihitung
Tiap bulan kita bisa dapat untung


UNTUNG? Benarkah kalau kita menabung di bank dapat untung? Untuk sementara, pertanyaan itu tak perlu dijawab. Lihat saja faktanya. Ketika banyak orang terkuras perhatiannya mengikuti pemberitaan kasus Bank Century,  tiba-tiba muncul berita mengejutkan dari Denpasar, Bali. Beberapa nasabah dari bank di Bali mengeluh, karena jumlah saldo tabungannya berkurang. Harap maklum, terminologi sistemik ini tidak mengacu kepada wacana yang berkembang dari kasus bailout BC yang membuat bingung masyarakat. Kita itu hanya menafsirkan apa disampaikan nasabah, yang kehilangan tabungan uangnya, di mana menurut mereka setiap dua puluht menit saldo tabungannya berkurang. Mulai dari Rp 25 ribu sampai Rp 15 juta. Bahkan, dari satu bank saja ada 236 rekening dibobol dengan kerugian total Rp 4,1 miliar ("PR", 21 Januari 2010).

Nah kita mulai tahu jawabannya, ternyata menabung di bank "masih untung" jika uang yang hilang diganti oleh bank operator tabungan. Itu pun kalau memang terbukti ada indikasi intervensi kejahatan keuangan, yang masuk ke sistem perbankan. Jika tidak terbukti, nasabah harap bersabar, karena bank akan berdalih "itu adalah kelalaian pemilik tabungan." Kasus-kasus kerugian yang dialami nasabah bank, sering kali menjadi beban psikologis bagi yang bersangkutan. Oleh karena itu, aparat penegak hukum dan kaum profesional yang bergerak dalam bisnis keuangan perlu bergerak cepat mengatasi masalah tersebut, sebelum memberi dampak sosiopsikologis. Masyarakat telah menyaksikan, bagaimana perilaku kelompok yang dirugikan oleh Bank Century mengumpat petugas dan melempari bangunan bank, karena aspirasi mereka tersumbat akibat jawaban-jawaban yang tidak rasional dan realistis dari pengelola bank.

Modus

Modus kejahatan "pengutipan" uang nasabah melalui anjungan tunai mandiri (ATM) terlihat masih standar. Caranya penjahat mengopi PIN pemegang tabungan menggunakan kamera mini dan melakukan pembacaan sepintas, lalu (skimming) atau dengan cara pengintipan (peeping) ke kartu akses ATM. Setelah itu, penjahat melakukan penggandaan (clonning) kartu ATM. Kartu yang diklon bisa ratusan, tergantung jumlah anggota jaringan penjahat. Beberapa pakar forensik IT meyakini, penjahat masuk ke ruang ATM secara konvensional seperti orang pada umumnya, kemudian menggunakan kartu klon untuk menggangsir tabungan nasabah. Belum terlihat adanya skema intervensi masuk ke dalam jaringan sistem yang otomatis. Pada beberapa kasus penjahat melakukan intervensi ke jaringan sistem IT perbankan, melalui aksi hacking atau konspirasi dengan orang dalam bank. Apa pun bentuknya, polisi harus bergerak cepat dan manajemen bank harus lebih kooperatif dalam penanganan kejahatan keuangan. Tidak proporsional jika penolakan pemberian informasi kepada polisi atau pers, selalu beralasan "rahasia perbankan". Polisi dan pers dapat melakukan cegah tangkal, sesuai dengan fungsi profesi masing-masing. Polisi melakukan lidik-sidik dan pers mengomunikasikan temuan-temuannya kepada publik, agar masyarakat memiliki kepedulian dan sikap kehati-hatian.

Kecenderungannya, korban akan bertambah dari waktu ke waktu. Bahkan, sekarang korban pengurasan rekening melalui ATM muncul di Jakarta dan Bandung. Tanpa sikap sigap tanggap aparat kepolisian dan manajemen bank, korban akan makin bertambah. Ini akan menjadi beban informasi berat bagi masyarakat, yang masih terus mengikuti perkembangan kasus Bank Century di Pansus DPR RI. Masyarakat sudah dalam kondisi kecapaian psikologis, karena menerima pemberitaan yang cenderung menguras energi. Nasabah bank, bahkan masyarakat umum akan menerima efek kecemasan, kepanikan, bahkan ketakutan karena bank masih merupakan lembaga keuangan yang dipercaya masyarakat sebagai tempat menyimpan dan mengembangkan uang. Tanpa kepercayaan masyarakat bisnis perbankan akan lumpuh.

Bank Indonesia sebagai pengendali sistem perbankan diragukan keefektifannya, karena diganggu masalah internal dana talangan Bank Century. Meskipun demikian, perlindungan terhadap nasabah perlu segera dilakukan dan diutamakan. Caranya bisa melalui penyempurnaan tata kelola peralatan ruang ATM, pemeriksaan berkala, pengawasan terhadap pengunjung ATM yang tak berkepentingan langsung, atau pembelajaran terhadap nasabah dalam penggunaan kartu akses ATM. Perlindungan ini wajar diberikan, karena setiap nasabah pengguna ATM dipungut biaya.

Tanggung jawab

Dalam kondisi masyarakat tidak punya pilihan lain untuk menyimpan uang selain di bank, maka apa pun risiko yang dihadapinya, orang akan datang ke bank. Mekanisme ini telah sengaja dibangun sejak lama dalam sejarah ekonomi uang, karena ada kepentingan kapitalistik komunitas pemodal untuk mengonsentrasikan sirkulasi uang masyarakat hanya dalam mekanisme tunggal, bisnis perbankan. "Bukan saatnya lagi menyimpan uang di dalam celengan ayam atau di bawah bantal." Begitu pengelola bank berpromosi. Akan tetapi, bukan saatnya pula masyarakat menyimpan uang hanya di bank. Kewajiban para ekonom untuk berpikir bagaiana menyelamatkan masyarakat pemegang uang melalui pembentukan kelembagaan ekonomi, yang aman dan dapat menyejahterakan masyarakat. Tanggung  jawab profesional juga perlu ditunjukkan oleh pengelola bank untuk menyejahterakan nasabah, bukan malah membangkrutkan.

Jadi, ayo ke bank. Hati-hati bang.***

Penulis, dosen Fakultas Ekonomi Unpas
Opini Pikiran Rakyat 30 Januari 2010