Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun lalu ditandai perobekan piagam PBB oleh Presiden Libya Moammar Khadafi, diikuti teriakan protes keras Perdana Menteri (PM) Inggris Gordon Brown sambil berdiri. PM Italia Silvio Berlusconi dilempar patung sehingga mukanya berdarah. Mantan Presiden Amerika Serikat George Walker
Meminjam penghitungan perputaran waktu di beberapa tradisi, putaran waktu kali ini adalah putaran waktu yang gelap. Oleh karena itu, terjadi kekacauan kosmik di mana-mana. Tempat-tempat di mana dahulunya turun kesejukan berupa wahyu dan nabi (India, Pakistan, dan Timur Tengah) sekarang menjadi tempat membara oleh perang. Lembah Swat di Pakistan adalah salah satu tempat langka yang menyimpan kisah langka, di situ sekitar seratus ribu manusia pernah mengalami pencerahan secara bersamaan. Sekarang, Lembah Swat berdarah-darah oleh tembakan senjata.
Dengan demikian, jangankan kekuasaan yang dari dulunya sudah kotor, berdarah, dan menakutkan, tempat-tempat di mana cahaya penerang itu pernah turun pun menakutkan. Memang, kadang lahir wajah kekuasaan yang membawa kelembutan. Nelson Mandela, Mahatma Gandhi, Mohammad Hatta, dan Dalai Lama hanya sebagian contoh. Namun, sebagian kekuasaan tergelincir ke dalam kegilaan seperti Ferdinand Marcos dan Hitler, sehingga memberi pilihan kepada setiap pemimpin yang sedang berkuasa, akankah dibikin
Kendati lahir di tempat dan waktu berbeda, ada yang sama di antara pemimpin yang dibikin
Karena ada ruang, maka cahaya matahari bisa melaksanakan tugasnya, pohon bertumbuh, manusia menjadi lebih dewasa. Begitulah batin yang
Namun, dalam badan ksatria (setelah melewati disiplin ketentaraan yang ketat), kaki selalu melangkah tegap tanpa tersisa sedikit pun ketakutan, tangan selalu siap menembak tanpa sedikit pun keraguan. Tak ada tempat bagi keragu-raguan. Keragu-raguan hanya cermin batin belum
Ksatria yang bertindak cepat tanpa dibimbing oleh batin yang
Makanya, seorang ayah pernah berpesan kepada putranya: memandanglah seperti langit, bertindaklah seperti bumi. Dalam pandangan langit (baca:
Pesan ini yang dibadankan secara mendalam oleh pemimpin seperti Mohammad Hatta, Nelson Mandela, dan HH Dalai Lama. Tatkala berselisih paham dengan atasannya, tanpa beban Pak Hatta kembali ke profesinya yang semula sebagai dosen di Universitas Gadjah Mada. Menyisakan pesan jelas sekali, keegoan dan keakuan pemimpin mesti kalah dibandingkan ketertiban dan kesejahteraan rakyat.
Ketika rezim kulit putih jatuh, Nelson Mandela yang dipenjara lebih dari seperempat abad plus nyaris mati berkali-kali, lebih memilih memaafkan dibandingkan mengumbar dendam. Pelajarannya terang sekali, kekuasaan bukan sarana untuk mengumbar dendam dan keserakahan. Namun, hanya kendaraan untuk meninggalkan pulau keterbelakangan.
HH Dalai Lama lahir dan bertumbuh di lahan penuh kesedihan dan penderitaan. Umur belasan tahun, negaranya diambil orang. Mengungsi di tempat amat sederhana di India Utara lebih dari setengah abad. Rakyatnya menjadi minoritas di negeri sendiri. Ketika melafalkan doa ini, beliau sering menangis di depan umum: semasih ada ruang, semasih ada makhluk, izinkan saya terus-menerus lahir ke tempat ini, biar ada yang membimbing para makhluk keluar dari kegelapan kemarahan, keserakahan, dan kebingungan.
Cahaya pengertiannya terang sekali, kesedihan dan penderitaan bukanlah api untuk mengobarkan amarah ke mana-mana. Ia hanya sapu pembersih yang membuat hati manusia semakin jernih dari hari ke hari. Andaikan suatu hari nanti peradaban bisa melahirkan pemimpin dengan batin yang sunyi dan badan yang mengabdi mungkin di situ baru kekuasaan bisa menjadi sahabatnya kejernihan.
Opini Kompas 30 Januari 2010