28 Desember 2010

» Home » Lampung Post » Opini » Istigasah Sepak Bola

Istigasah Sepak Bola

Pengamat Sosial-Keagamaan Pusat Studi Islam dan Kenegaraan (PSIK) Universitas Paramadina Jakarta
Keberhasilan Timnas Indonesia menembus final Piala AFF 2010 membuat masyarakat semakin antusias mendukung dengan berbagai bentuk. Dari mulai nonton bareng layar lebar di berbagai tempat, antre berdesak-desakan demi mendapatkan tiket, hingga mendoakan timnas melalui istigasah, seperti yang terjadi di Pondok Pesantren Assidhiqiyah, Jakarta (23-12).
Islam dan Sepak Bola
Istigasah untuk timnas memberikan gambaran bagaimana olahraga dan agama memiliki keterkaitan. Agama di satu sisi memang mendorong umatnya untuk hidup sehat, baik itu secara jasmani maupun rohani, melalui berbagai upaya, salah satunya adalah olahraga. Di sisi lain, olahraga jika diniatkan untuk tujuan yang baik juga akan berefek baik. Rasulullah sendiri mengarahkan umat Islam untuk berolahraga. Ketika itu, olahraga yang dianjurkan adalah memanah, renang, dan berkuda. Dalam konteks sekarang, tiga bentuk olahraga itu dapat diperluas, salah satunya adalah sepak bola.
Sejauh ini belum ditemukan sumber sejarah yang mengungkap apakah sepak bola dikenal masyarakat jazirah Arab di awal masa Islam periode Rasulullah. Padahal, seperti yang disebutkan oleh Bill Muray, salah seorang sejarawan sepak bola, dalam bukunya The World Game: A History of Soccer, permainan sepak bola sudah dikenal sejak awal Masehi. Pada saat itu, masyarakat Mesir Kuno sudah mengenal teknik membawa dan menendang bola yang terbuat dari buntalan kain linen. Sejarah Yunani Purba juga mencatat ada sebuah permainan yang disebut episcuro, permainan menggunakan bola. Bukti itu tergambar pada relief-relief di dinding museum yang melukiskan anak muda memegang bola bulat dan memainkannya dengan paha.
FIFA sebagai badan sepak bola dunia secara resmi menyatakan bahwa sepak bola lahir dari daratan China, yaitu berawal dari permainan masyarakat Cina abad ke-2 sampai dengan ke-3 SM. Olahraga ini saat itu dikenal dengan sebutan tsu chu. Di Jepang dikenal pula permainan semacam tsu-chu sekitar 500-600 tahun kemudian yang bernama Kemari, meskipun tidak kompetitif seperti di China. Di Yunani dengan episkyros, di Romawi (Italia) dengan haspartum, dan di Prancis dengan choule.
Di dalam sumber ajaran Islam memang tidak dikenal olahraga sepak bola, tapi itu bukan berarti olahraga ini dilarang. Mayoritas ulama sepakat berpendapat bahwa sepak bola hukumnya boleh, selama itu tidak menimbulkan ekses-ekses negatif dan tujuan-tujuan yang tidak baik, seperti untuk menimbulkan permusuhan, pertikaian, dan peperangan. Saat ini, justru sepak bola sering dijadikan sebagai medium mempererat persahabatan dan kerja sama antarbangsa. Sepak bola juga sering dijadikan sebagai medium kampanye antirasial, pesan perdamaian, dan laga amal sosial. Ini tentunya sangat baik. Tanpa menutup mata bahwa ekses negatif, tidak hanya pada sepak bola saja tapi juga yang lainnya, selalu ada.
Istigasah Sepak Bola
Karena hukum asal sepak bola itu boleh, mendoakan para pemain sepak bola untuk tujuan kebaikan juga pada dasarnya tidak terlarang. Istigasah sebagai salah satu bentuk doa dengan demikian juga tidak ada masalah. Istigasah adalah doa minta tolong kepada Allah agar yang didoakan itu selalu mendapat perlindungan Allah dari segala keburukan, terlepas dari segala kesulitan, atau diberi ketabahan saat mendapatkan musibah. Oleh karena itu, istigasah secara substantif merupakan tradisi yang baik.
Di negeri ini, istigasah memang bukan hal aneh. Selain untuk olahraga (baca: sepak bola), ada cukup banyak istigasah yang digelar untuk keperluan-keperluan tertentu. Bahkan, istigasah untuk mendukung salah satu tokoh politik pun ada. Istigasah tampaknya telah mengalami pergeseran, dari yang murni untuk tujuan memohon pertolongan kepada Allah dari segala keburukan, menjadi semacam ritual untuk hal-hal yang lebih dari sekadar itu. Selain istigasah untuk kesuksesan timnas, sebut saja ada istigasah untuk kepentingan politik. Misalnya, istigasah agar seorang calon memenangkan sebuah pertarungan politik.
Istigasah perlu dikembalikan pada posisi murninya, yakni sebagai doa kepada Allah bagi kemaslahatan manusia baik yang sifatnya duniawi maupun ukhrawi. Dalam istilah Alquran, "kebaikan di dunia dan di akhirat", bukan semata-mata kebaikan di dunia, apalagi itu sifatnya temporal atau kepentingan sesaat. Sepak bola hanya permainan (just a game). Kalah dan menang itu biasa. Karena itu, menggelar istigasah semata-mata untuk tujuan agar timnas memenangkan permainan dan menjuarai turnamen, atau untuk kepentingan politik pragmatis, justru mereduksi fungsi istigasah yang bertujuan lebih besar dan luas daripada itu.
Dalam segala hal, doa memang penting. Sebagai wujud kesadaran akan adanya kekuatan di luar manusia yang lebih besar dan kuat yang diharapkan pertolongannya. Semua pencinta timnas dapat dipastikan berdoa, setidaknya berharap—harapan sendiri adalah doa—agar timnas menang. Para pemain juga berdoa. Itu semua sudah lebih dari cukup bagi timnas. Selebihnya, usaha maksimal timnas sendiri untuk memenangkan pertandingan. Wallahualam.

Opini Lampung Pos 29 Desember 2010