14 Februari 2010

» Home » Suara Merdeka » Infrastrukur, Pilar Hadapi UKM China

Infrastrukur, Pilar Hadapi UKM China

Sektor swasta mampu mempekerjakan jutaan pekerja yang dulunya mereka bekerja di banyak pabrik milik negara yang bangkrut, dan berkontribusi dalam meningkatkan penerimaan pajak negara.

MEDIO bulan lalu, dalam kunjungan kerja ke Beijing, China, penulis berkesempatan mengunjungi Chengde, kota kecil berjarak 230 km dari Beijing. Chengde merupakan bagian dari Provinsi Hebei. Di sana ada taman istana indah yang dibangun pada zaman Dinasti Qing.


Bukan taman istana itu saja yang menimbulkan kekaguman, soalnya penulis lebih tertarik dengan bagaimana pemerintah China dapat membangun infrastruktur yang sangat mencengangkan. Jarak 230 km yang ditempuh jalur darat dari Beijing ke kota kecil Chengde itu dihubungkan oleh sebuah jalan bebas hambatan, dengan setiap arah terdiri dari dua jalur, dan yang hebat harus dihubungkan dengan puluhan terowongan yang menembus gunung batu, dan terowongan tersebut banyak yang sepanjang 2 km lebih.

Belum lagi masih ada jalur kereta api di samping jalan bebas hambatan tersebut. Ini menunjukkan bahwa pemerintah China sangat peduli dalam membangun segala infrastrukturnya. Dukungan pemerintah China dalam membangun infrastruktur di negaranya, terbukti sangat membantu pencapaian kekuatan ekonomi mereka sampai saat ini.

Maka tidak mengherankan dengan adanya perjanjian perdagangan bebas China-ASEAN, khususnya China-Indonesia, perlu kesiapan para pelaku usaha di Tanah Air, khususnya dalam membendung kehebatan ekonomi China. Namun tidak perlu berkecil hati, karena tidak hanya Indonesia saja yang keder menghadapi kekuatan ekonomi Negeri Tirai Bambu itu, bahkan negara-negara maju di dunia ini mana ada yang tidak keder dengan kehebatan ekonomi China.

Pada tahun 2007, China mengonsumsi 1 miliar ton semen, hampir separo dari konsumsi semen dunia. Atau pada tahun 2003, penduduk China adalah pembeli terbesar mesin cuci dan telepon genggam di dunia, juga pengonsumsi minuman bir terbesar kedua setelah Amerika Serikat. Pada tahun 2007, penduduk China mampu membeli 8,8 juta mobil, hanya kalah oleh Amerika Serikat. Masih banyak contoh kehebatan ekonomi China.

Pertumbuhan sektor usaha kecil menengah (UKM) di China pun tidak dapat diremehkan. Para ahli ekonomi memperkirakan bahwa sektor UKM di negara itu mampu menyumbang 60% dari hasil industri dan mampu mempekerjakan 75% tenaga kerja. Usaha swasta juga merupakan sektor ekonomi yang paling cepat pertumbuhannya, rata-rata per tahun 20%, jauh lebih tinggi dari angka rata-rata  9,5% , yang merupakan angka rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional China dalam dua dekade terakhir.

Sektor swasta mampu mempekerjakan jutaan pekerja yang dulunya mereka bekerja di banyak pabrik milik negara yang bangkrut, dan berkontribusi dalam meningkatkan penerimaan pajak negara. Berdasar data statistik resmi yang dikeluarkan pada November 2002, perusahaan swasta di China mempekerjakan 70 juta karyawan dan menghasilkan kontribusi 20% dari GDP.  Menurut Majalah Fortune, di luar Amerika Serikat, China mampu menyumbangkan banyak warga kaya yang berusia di bawah 40 tahun.

Sejak China bergabung sebagai anggota World Trade Organization (WTO) pada 2001, ekonomi mereka menjadi lebih liberal, memperbolehkan investasi asing, dan menjadi daya tarik para investor dari seluruh dunia. Sejarah UKM di China berlangsung lama. Sampai tahun 1980-an, UKM di sana hanya terdiri atas skala kecil kegiatan eceran dan jasa, seperti pedagang kaki lima, dan usaha kecil lainnya.

Untuk kelompok ini, usaha tersebut adalah nafkah hidupnya. Pada akhir tahun 1980 an, mulai muncul kelompok baru, yang terdiri atas orang-orang yang berpendidikan tinggi, seringnya adalah para insinyur ataupun para manajer dari perusahaan negara, yang menjalankan perusahaan berskala lebih besar.

Usaha ini bergerak dalam berbagai sektor usaha, seperti usaha restoran, transportasi, ataupun usaha manufaktur. Kelompok berikutnya adalah pendatang terdidik, ataupun orang China perantauan yang kembali ke negaranya untuk membangun bisnis. Kelompok usaha ini cukup terbukti berhasil, misalnya saja dalam sektor usaha jaringan internet di China.

Sebagian besar dari perusahaan swasta di China termasuk dalam skala kecil, yang sekitar 90% masih mempekerjakan karyawan kurang dari 8 orang. Walaupun merasakan kesuksesan, sebagian sektor swasta China belum mampu sepenuhnya berhasil menembus ke tingkatan yang lebih tinggi. Keinginan orang China untuk berbisnis dengan mendasarkan pada hubungan yang baik, khususnya dengan para pejabat pemerintah (guanxi), menjadi titik penting keberhasilan seorang wirausahawan.

Agar pertumbuhan tetap berlanjut, perusahaan swasta di China sangat membutuhkan tingkat suku bunga bank yang rasional, dan pasar saham yang berfungsi dengan baik. Ini karena sebelumnya pada saat bisnis UKM adalah sektor yang paling berhasil, ternyata sistem keuangan dan akuntansi mereka menjadi titik lemah. Meskipun begitu, sebagian besar para wirausahawan China, termasuk yang tergolong China perantauan, cenderung mengutamakan keuntungan jangka pendek dan kurang berorientasi pada strategi jangka panjang.

Pada saat ini, China telah menjadi kekuatan ekonomi terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat, walaupun pendapatan perkapita nya masih lebih kecil dari pendapatan perkapita kelas menengah. Sebanyak 130 juta orang China masih berada dalam garis kemiskinan. Meskipun pendapatan secara total meningkat, beda antara kaya dan miskin masih cukup lebar. Para eksekutif China kadang masih berperilaku seperti birokrat daripada menjadi seorang wirausahawan tulen, mereka masih lebih menyukai menjaga kestabilan dan status quo daripada menciptakan sebuah nilai baru.

Ini sebetulnya cukup berisiko dalam jangka panjang. Kura-kura laut, adalah sebutan untuk orang China yang menghabiskan waktu hidupnya di luar negeri dan kemudian pulang kembali ke China untuk menaruh telur-telurnya atau memulai sebuah usaha baru. Pemerintah China memberikan banyak insentif kepada mereka untuk kembali ke China dan berinvestasi di negeri itu.

Setelah Mao Zedong dan Partai Komunis China mengambil alih kekuasaan di China pada 1949, bidang usaha apapun dikuasai negara. Sejak tahun 1956, sektor swasta sepenuhnya dilarang. Selama kurun waktu lebih dari 30 tahun, kewirausahaan sepenuhnya tidak ada kecuali untuk usaha skala sangat kecil. Baru tahun 1987, mulai banyak dilakukan perubahan peraturan yang menghambat investasi. Kelemahan masih dirasakan, antara lain saat ini masih dirasakan hak kepemilikan properti masih belum sepenuhnya aman dan masih banyak peraturan hukum yang masih merupakan produk baru.

Para usahawan harus selalu bernegosiasi dengan aparat lokal, propinsi, dan pemerintah pusat, yang mana sering terjadi perbedaan dan mengakibatkan perseteruan agenda dan permintaan. Pendanaan wirausahawan China umumnya berasal dari simpanan pribadi, keluarga ataupun dari teman-teman. Meminjam lewat bank cukup jarang di China untuk para wirausahawan.

Jiwa wirausaha orang China sangat kuat, sejalan dengan slogan mantan tokoh kebangkitan ekonomi China Deng Xiaoping,’’Tidak penting anda menjadi kucing berwarna hitam, atau kucing berwarna putih, yang lebih penting adalah anda kucing yang pintar menangkap tikus’’. Jadi sebetulnya apa yang dilakukan para wirausahawan China, juga mampu dilakukan oleh para wirausahawan di Indonesia. Siapa takut?

— Anthony Suryo Abdi, mahasiswa program doktor ilmu manajemen Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga


Wacana Suara Merdeka 11 Februari 2010