11 Januari 2010

» Home » Kompas » Menelepon Saat Mengemudi > Mabuk?

Menelepon Saat Mengemudi > Mabuk?

Situasi dan kondisi lalu lintas di suatu wilayah dianggap mencerminkan budaya (hukum) masyarakatnya. Pameo ini tampaknya sesuai dengan kondisi di Indonesia, khususnya di kota-kota besar di mana situasi dan kondisi lalu lintas yang ada sangat mencerminkan kompleksitas permasalahan sosial di kota tersebut, mulai dari kesemrawutan tata ruang, sistem transportasi yang amburadul, hingga rendahnya kesadaran hukum masyarakat.
Dengan telah diundangkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ), maka diharapkan dimulailah suatu era baru dalam rangka mewujudkan keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran berlalu lintas di Indonesia. Lalu lintas diartikan sebagai gerak kendaraan dan orang di ruang lalu lintas jalan.


Dengan adanya gerak kendaraan dan orang di ruang lalu lintas jalan, maka mutlak diperlukan adanya suatu sistem yang harmonis guna mengatur para pengguna lalu lintas, baik kendaraan maupun orang.
Salah satu pengaturan yang ada saat ini berdasarkan Pasal 106 Ayat (1) UU LLAJ adalah ”Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib mengemudikan kendaraannya dengan wajar dan penuh konsentrasi”. Dalam penjelasannya disebutkan bahwa ”Yang dimaksud dengan ’penuh konsentrasi’ adalah setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor dengan penuh perhatian dan tidak terganggu perhatiannya karena sakit, lelah, mengantuk, menggunakan telepon, atau menonton televisi atau video yang terpasang di kendaraan, atau meminum minuman yang mengandung alkohol atau obat-obatan sehingga memengaruhi kemampuan dalam mengemudikan kendaraan.”
Ketentuan inilah yang sedang ramai dibicarakan masyarakat, terutama mengenai larangan menggunakan telepon pada saat mengemudi, karena pelanggaran terhadap ketentuan tersebut dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp 750.000 (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah) berdasarkan Pasal 283 UU LLAJ.
Mengganggu konsentrasi
Jika ditelaah, maka ada 3 (tiga) unsur yang terdapat dalam Pasal 283 UU LLAJ, yakni mengemudikan kendaraan bermotor di jalan secara tidak wajar, melakukan kegiatan lain, dan dipengaruhi oleh suatu keadaan yang mengakibatkan gangguan konsentrasi dalam mengemudi di jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 Ayat (1) UU LLAJ. ”Menggunakan telepon pada saat mengemudi” dianggap masuk dalam kategori perbuatan-perbuatan yang dapat mengganggu perhatian dan konsentrasi pengemudi kendaraan bermotor sehingga dalam perspektif UU LLAJ, menggunakan telepon pada saat mengemudi adalah sama dengan mengemudi dalam kondisi lelah, dan bahkan mabuk akibat pengaruh alkohol dan obat-obatan.
Padahal, delik ”mengemudi dalam keadaan mabuk” sejatinya telah diatur sebagai pelanggaran terhadap Pasal 492 KUHP, sedangkan ”kondisi lelah” dalam Penjelasan Pasal 106 Ayat (1) UU LLAJ juga belum jelas tolok ukurnya sehingga mungkin saja akan muncul pertanyaan apakah jika kita lelah setelah seharian bekerja di kantor, lalu tidak boleh mengemudi?
Meskipun penulis sangat meyakini bahwa tujuan pengaturan larangan menggunakan telepon pada saat mengemudi bertujuan sangat baik, pola perumusan norma yang ada di dalam UU LLAJ tersebut dapat menimbulkan permasalahan di kemudian hari. Oleh karena itu, diperlukan adanya revisi terhadap UU LLAJ dengan memasukkan larangan ”menggunakan telepon pada saat mengemudi” dan ”perbuatan-perbuatan lain yang dapat mengganggu perhatian dan konsentrasi pengemudi kendaraan bermotor” ke dalam batang tubuh UU LLAJ (bukan di penjelasan pasal) dan hal itu seyogianya juga diatur sebagai delik materiil, yakni delik yang baru dianggap sempurna (voltooid) jika akibatnya sudah nyata (Sianturi, 1989: 125). Dengan demikian, pengemudi kendaraan bermotor yang menggunakan telepon baru dapat dipidana jika telah terjadi akibat dari perbuatannya, misalnya mencelakakan orang lain.
Jika hal itu telah dilakukan, aparat kepolisian seharusnya dengan percaya diri dapat langsung menerapkan ketentuan tersebut sebab Pasal 326 UU LLAJ yang ada saat ini pun menyatakan bahwa UU LLAJ mulai berlaku pada tanggal diundangkan, yakni 22 Juni 2009. Adanya toleransi waktu dalam penegakan hukum di satu sisi diperlukan untuk kepentingan sosialisasi terhadap masyarakat, tetapi dalam banyak praktik selama ini toleransi waktu dalam penegakan hukum justru hanya menyebabkan semakin besarnya penolakan masyarakat terhadap ketentuan hukum yang baru tersebut.
Reza Fikri Febriansyah ”Legal Drafter”; Pendapat Pribadi
Opini Kompas 12 Januari 2010