11 Desember 2011

» Home » Opini » Suara Merdeka » Berkah Pemilih Mengambang

Berkah Pemilih Mengambang

KEJUTAN politik akhir 2011 terjadi dalam pilkada di Kabupaten Batang, Minggu, 11 Desember 2011. Pasangan Yoyok Riyo Sudibyo-H Soetadi SH MM (Yodi) yang menjadi underdog mampu menunjukkan tingkat elektabilitas tinggi. Berdasarkan penghitungan sementara hingga tadi malam pasangan itu memperoleh 40,4% suara. Ada beberapa fenomena menarik yang perlu dicermati dalam pesta demokrasi itu.

Pertama; berdasarkan survei Lembaga Pengkajian Survei Indonesia (LPSI) 4 hari menjelang pilkada, pasangan Yodi dengan nomor urut 1 masih menempati urutan ke-3. Namun jumlah swing votter, yaitu mereka yang waktu survei digelar belum menjatuhkan pilihan, yang angkanya mencapai 21,2%, ternyata pada hari H menjatuhkan putusan politiknya untuk Yodi. Jadi kemenangan pasangan itu adalah berkah dari kehadiran pemilih mengambang.  

Adapun perolehan sementara pasangan Hj Susi Iriani-dr Lafran Panca Putranto SpOG (Bersusila, nomor urut 2) 23,7% dan duet H Dhedy Irawan SE-Mujarwo SE (Dhewo, nomor urut 3) 37,6%, yang berarti perolehan suara masing-masing tidak terpaut jauh. Ada perkiraan 2% calon pemilih Bersusila yang diusung PDIP berpindah ke Yodi. 

Kedua; perilaku politik pemilih di kabupaten yang bernuansa pesisiran dan perbukitan/ pegunungan itu juga menunjukkan ada 65,8% pemilih mengubah pilihannya ketika memperoleh santunan berupa materi, terlebih saat injury time. Gejala perilaku politik tidak sehat ini ikut mewarnai pergeseran peta elektabilitas menjelang hari H.  

Ketiga; meskipun ada asumsi masyarakat makin kecewa terhadap pilkada karena kepemimpinan sosok pilihannya masih jauh dari harapan dan hilangnya politik uang, faktanya tingkat partisipasi dalam pilkada menunjukkan kisaran angka di atas 70%. Hal ini memberi harapan mendesaknya perbaikan sistem dan kualitas politik lokal serta parpol dalam menyongsong Pemilu 2014.

Keempat; argumentasi utama pemilih adalah menginginkan daerahnya lebih maju dari sekarang (33,6%) serta ada perubahan dan pembaruan (32,8%) dalam pengelolaan pemerintahan. Inilah pekerjaan rumah untuk Yodi. Figur Yoyok yang berlatar belakang TNI dan Sutadi yang berpengalaman sebagai birokrat (mantan sekda) menjadi magnet politik baru bagi warga Batang setelah 10 tahun merasakan kepemimpinan tokoh parpol.

Kelima; deskripsi survei LPSI menunjukkan bahwa sebagian besar (68,4%) pemilih tidak menjatuhkan pilihannya kepada calon yang berlatar belakang keluarga petahana (incumbent) atau istrinya, meskipun pasangan nomor urut 2 itu diusung partai pemenang Pemilu 2009. Kondisi inilah yang menjadi faktor determinan kekalahan Bersusila kendati mesin partai dan tim suksesnya bekerja maksimal.

Perhatian Besar

Keenam; pasangan Yodi merupakan duet sosok yang sedang mencapai puncak ekspektasinya di hati masyarakat. Pemilih berpendapat perpaduan figur militer yang tegas dan disiplin serta ditopang mantan birokrat (sekda) bisa meningkatkan kinerja pemerintahan dalam upaya untuk lebih memajukan kabupaten itu. 
Ketujuh; kecermatan Yodi membaca perilaku pemilih, serta disiplin dan soliditas tim menjelang hari H merupakan faktor determinan kemenangannya. Kejenuhan publik atas kepemimpinan tokoh parpol selama 10 tahun seperti mencapai klimaksnya, dan ibarat gayung bersambut bagi Yodi untuk meraup dukungan menjelang detik-detik terakhir. 
Meskipun sebenarnya hasil survei LPSI menunjukkan loyalitas konstituen Partai Golkar dan PAN untuk memilih Yodi ’’hanya’’ 22,3%.

Kedelapan; suara sebagian masyarakat petani dan nelayan (41,7%) pada detik-detik terakhir ikut menyumbang kejutan politik karena mereka rupanya berharap Yodi bisa memberi perhatian lebih besar. Ditambah lagi, pasangan itu tidak memiliki aktivitas, termasuk bisnis, yang bisa ’’menyusahkan’’ petani dan nelayan.

Terlepas dari keberhasilan penyelenggaraan pilkada itu, sorotan bahwa pilkada Batang diminati pemilih namun dalam bingkai materialisme yang menunjukkan fenomena politik tidak sehat sekaligus patologi demokrasi, perlu segera dieliminasi dalam dinamika demokrasi lokal. (10)

— Muchamad Yuliyanto, dosen FISIP Undip, analis politik dari Lembaga Pengkajian Survei Indonesia (LPSI), dan Dewan Ahli Mapilu PWI Jateng


Opini Suara Merdeka 12 Desember 2011